Intisari-Online.com – Tanggal 26 Desember 2004 pukul 08:58 WIB, terjadi gempa bumi di lepas pantai barat Sumatera, Indonesia.
Dilaporkan gempa tersebut berskala 9,1-9,3 dan memicu serangkaian tsunami mematikan di sepanjang pesisir daratan yang berbatasan dengan Samudera Hindia.
Gelombang tsunami yang tingginya mencapai 30 meter dan menewaskan lebih dari 280.000 jiwa di 14 negara.
Empat belas tahun kemudian, terjadi gempa dan tsunami di Palu dan Donggala. Dilaporkan 2.000 orang tewas dan ribuan lainnya terluka.
Baca Juga : Tak Hanya Indonesia, Seluruh Dunia Berubah 'Mencekam' Seperti Ini Ketika Terjadi Erupsi Krakatau
Dan dua hari lalu, tepatnya Sabtu (22/12/2018) malam, terjadi tsunami di sekitar Selat Sunda.
Hingga berita ini diturunkan, ada lebih dari 200 orang tewas dan ratusan lainnya masih hilang.
Seperti yang kita tahu, ketika tsunami menghantam sebuah wilayah, korban jiwa pasti banyak yang berguguran.
Ini dikarenakan para korban tidak memiliki waktu untuk melarikan diri dari terjangan ombak tinggi.
Mereka tidak sempat berlari ke tempat tinggi atau berpegangan pada sesuatu yang benar karena kecepatan ombak cukup cepat.
Melihat hal itu, dua warga Seatlle, Amerika Serikat ini menciptakan sesuatu untuk mengurangi jumlah korban.
Tragedi tsunami Aceh 2004-lah yang menginsipirasi dua orang insinyur kedirgantaraan ini membuatnya.
Dilansir dari dezeen.com pada Senin (24/12/2018), insinyur Julian Sharpe dan Scott Hill dilaporkan telah menciptakan tempat penampungan yang mengambang yang disebut kapsul keselamatan atau Survival Capsule.
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Mentari DP |
KOMENTAR