Pribadi nan sederhana
Bung Hatta terkenal sebagai pribadi yang amat sederhana. Sebagai seorang pejabat negara, ia seorang yang jujur dan bersih, serta hidup hemat. Jika melakukan kunjungan ke luar negeri, ia hanya membawa satu kopor ketika berangkat, dan satu kopor pula waktu pulang. Tidak pernah lebih dari itu.
Saking sederhananya, ketika sudah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden Rl dan menjadi pensiunan, ia hampir saja tidak mampu membayar langganan air minum dan membayar iuran pembangunan daerah.
Padahal sebagai seorang mantan wakil presiden, kalau saja Bung Hatta mau, pintu bisnis pasti cukup terbuka karena ia memiliki banyak kawan. Namun ia memilih hidup sebagai seorang "bapak bangsa" yang tidak ingin ternoda dengan perilaku menyimpang ketika harus menjalani profesi yang lain.
Kisah kesederhanannya yang banyak diketahui orang adalah keinginannya memiliki sepatu Bally yang terkenal cukup mahal. Ketidakmampuan dari segi keuangan tergambar ketika Bung Hatta akhirnya harus menyimpan guntingan iklan sepatu tersebut jika sewaktu-waktu dibutuhkan kalau uangnya sudah mencukupi.
Cermin kesederhanaan, saat ia menolak haknya untuk dimakamkan di makam pahlawan jika wafat. Dalam surat wasiat tertanggal 10 Februari 1975, ia mengemukakan, "... Saya tidak ingin dikubur di Makam Pahlawan (Kalibata). Saya ingin dikubur di tempat kuburan rakyat biasa yang nasibnya saya perjuangkan seumur hidup saya."
Tanggal 14 Maret 1980, Bung Hatta mendahului kita menghadap Sang Khalik. Namun jiwa dan semangatnya tetap bersama kita, menjadi teladan generasi mendatang.
(Ditulis oleh Purnawan Basundoro. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Juli 2009)
Baca Juga : Antara Bung Hatta dan Zumi Zola, Sepenggal Kisah yang Mengiris Hati
Source | : | Majalah Intisari |
Penulis | : | Intisari Online |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR