Siapa pun tak menyanggah bahwa listrik amat penting bagi kehidupan umat manusia. Masalahnya, di Indonesia ketergantungan akan PLN sangat besar dan sayangnya, tak bisa dipastikan kekonsistenannya. Seperti kemarin (5/6/2011), seorang rekan yang tinggal di pinggiran Jakarta mengeluh karena tak ada hujan atau bencana lain, listrik di rumahnya padam! Alangkah enaknya kalau memiliki sumber listrik independen. PLTS salah satu solusinya.
Meniru dunia otomotif, rumah kita pun bisa meniru teknologi hibrida yang sedang dikembangkan.. Masih mengandalkan pasokan dari PLN, namun juga menjaring Matahari yang memberikan bahan baku listrik gratis. Bahkan jika mau lebih berusaha, kita bisa meninggalkan sama sekali PLN. Persoalannya adalah listrik yang diperoleh dari Matahari melalui peralatan yang ada saat ini masih searah alias DC.
Bisa saja sih arus searah tadi diubah menjadi arus bolak-balik (AC) seperti kepunyaan PLN. Untuk keperluan ini butuh sebuah pengubah arus atau converter. Jika tidak mau repot, ya biarkan saja menjadi arus searah. Lalu gunakan lampu hemat energi versi arus DC, yakni lampu light emiting diode (LED).Jadinya, nanti ada dua instalasi: satu dari PLN dan satu lagi dari listrik tenaga Matahari (PLTS).
Keuntungan utama memiliki dua sumber listrik ini adalah penghematan biaya (untuk jangka panjang). Biaya awalnya memang tinggi sebab harga infrastruktur listrik tenaga surya memang mahal. Pun harga lampu LED lebih mahal dari lampu biasa. Tetapi, ingat! Setelah itu relatif tidak ada pengeluaran lain. Tidak ada tagihan bulanan untuk listrik Matahari. Juga tidak ada pemadaman bergilir. Keandalan lampu LED adalah 10 kali lampu standard biasa.
Karena ada dua sumber listrik, maka listrik PLN diutamakan untuk menyuplai peralatan yang memang butuh pasokan listrik AC dalam jumlah besar. Misalnya pompa air (berkisar di angka 100 W), mesin cuci (230 W), pemanas air (180 W), AC (700 W), serta kulkas (170 W). Beberapa peralatan kecil seperti pengisi daya batere ponsel bisa diserahkan ke listrik dari surya. Begitu juga dengan penerangan, baik luar maupun dalam rumah.Untuk menangkap listrik dari Matahari setidaknya kita membutuhkan panel surya, baterai sebagai penyimpan energi listriknya, dan solar charge controller. Yang terakhir merupakan komponen penting dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Alat ini berfungsi sebagai penjaga saat Matahari mengisi baterai (kapan baterai diisi, kapan dihentikan saat baterai penuh) dan pemutus aliran ke beban jika baterai sudah mulai "kosong".
Panel sel surya sebagai penangkap Matahari tentu harus diletakkan di tempat yang terbuka dan tanpa alangan dari pagi sampai sore hari. Berhubung letak Indonesia di katulistiwa, maka akan lebih maksimal jika panel diletakkan menghadap ke atas. Namun untuk menghindari air tergenang atau cepat kotor, maka disarankan agar dipasang miring sekitar 10o. Untuk arah, akan lebih baik jika posisi panel surya yang umumnya berbentuk persegi panjang ini dipasang membujur arah utara - selatan.
Bahan sel surya menggunakan semikonduktor. Sejauh ini ada tiga jenis sel surya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari: monokristal, polikristal, dan amorphous. Monokristal merupakan jenis yang paling efisien. Sayangnya efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan. Sebaliknya, polikristalin efisiensi rendah, namun masih bisa menghasilkan listrik dengan lebih bagus saat mendung dibandingkan dengan jenis monokristal. Sedangkan amorphous biasa dipakai sebagai sumber tenaga peralatan kecil seperti kalkulator dan jam tangan.
Pada umumnya, sel surya dijual dalam bentuk panel (kumpulan beberapa sel surya) dalam berbagai ukuran sesuai daya yang dihasilkan. Misalnya 80 W atau 120 W. Untuk mencari berapa daya yang bisa dibangkitkan, biasanya dikalikan dengan 4 jam. Ini angka minimal pancaran Matahari setiap hari. Patokannya sih antara 4 dan 6 jam. Jadi, untuk panel sel surya kapasitas 80 W dayanya 320 Wh. Soal harga, panel sel surya jenis polikristalin lebih mahal dibandingkan dengan monokristalin sebab masih bisa menghasilkan listrik meski cuaca mendung.
Pada umumnya, panel sel surya tidak membutuhkan pemeliharan yang rutin seperti genset. Genset umumnya diharuskan untuk dihidupkan sekali seminggu, pemeriksaan oli, pemeriksaan batere, dll. Sementara itu, untuk panel surya hanya perlu dibersihkan berkala agar penyerapan sinar Matahari tidak berkurang dan mengatur kembali letak panel sel surya supaya mendapatkan sinar Matahari langsung dan tidak terhalangi objek (pohon, jemuran, bangunan, dan lain-lain).
Listrik yang dihasilkan panel sel surya tadi kemudian disimpan di baterai atau aki. Ada beberapa jenis baterai di pasaran yaitu aki basah (konvensional), hibrida, dan aki kering (MF/Maintenance Free). Disebut aki basah karena menggunakan asam sulfat (H2SO4) dalam bentuk cair. Pada aki kering, asam sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Aki hibrida merupakan percampuran aki basah dan aki kering.
Dalam menghitung kebutuhan aki ini kita harus mempertimbangkan mendung atau hujan selama berhari-hari saat musim penghujan. Oleh karena itu, setelah tahu berapa kebutuhan kita maka baterei yang kita butuhkan harus dikalikan 2 dan 3. Menurut Indrawan dari panelsurya.com, adanya faktor pengali 3 untuk mengantisipasi bila hujan atau mendung terus-menerus selama tiga hari berturut-turut. Sedangkan faktor pengali 2 karena aki tidak boleh kehilangan kapasitasnya lebih dari 50% agar tahan lama, terutama aki kering. Dengan kata lain diusahakan agar depth of discharge (DoD) aki tidak melampaui 50% karena sangat mempengaruhi umur aki.Sekarang tinggal menggunakan listrik yang diperoleh dari Matahari tadi untuk kebutuhan sehari-hari. Seperti disinggung tadi, kita bicara tentang listrik tenaga Matahari ini untuk penerangan. Maka tinggal bikin jaringan untuk menghubungkan antarlampu di setiap ruangan. Agar tidak banyak timbul loss, gunakan kabel yang bagus.
Lampu yang akan digunakan adalah lampu LED. Saat ini sudah banyak variasi bentuknya. Ada yang mirip bohlam, tube lamp (TL), atau mau dibikin bentuk huruf. Lampu LED ini sudah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Jika diperhatikan, lampu darurat menggunakan lampu LED. Lampu lalu lintas juga sudah banyak yang diganti ke lampu jenis ini.
Meski menggunakan daya yang lebih rendah namun keterangannya bisa disandingkan dengan lampu pijar atau lampu tabung. Harga yang mahal saat ini bisa ditutup oleh keawetan lampu LED. Pada penggunaan yang normal, lampu LED bisa berfungsi selama 25 - 30 tahun. Sebagai gambaran, lampu pijar bisa bertahan 750 - 1.000 jam, lampu fluorescent sekitar 6.000 jam, dan lampu LED 50.000 jam. Kelebihan lain lampu LED adalah bebas merkuri ataupun halogen sehingga tidak merusak lingkungan. Pada beberapa lampu LED yang tersusun atas beberapa lampu, jika salah satu mati bisa diganti. Lampu LED ini ada yang memiliki ulir seperti lampu pijar.
Jika penerangan di dalam rumah menggunakan jaringan PLTS, maka lampu pekarangan bisa menggunakan lampu LED bertenaga Matahari yang mandiri. Artinya, lampu LED-nya memperoleh pasokan daya dari panel sel surya yang terpasang di kap lampu. Karena hanya untuk satu atau dua lampu LED maka panel sel surya yang dibutuhkan tidak terlalu luas. Cukup sekitar 15 cm x 15 cm yang diletakkan di bagian atas kap.
Panel sel surya tersebut menangkap sinar Matahari, lalu mengubahnya menjadi listrik yang kemudian disimpan di dalam dua buah baterei tipe AA. Untuk mengisi penuh baterei yang dapat diisi ulang ini butuh minimal empat jam penyinaran. Sedangkan lama menyalanya lampu LED dengan kondisi baterei terisi penuh sekitar 10 jam. Lampu model ini ada yang menggunakan saklar on/off, ada yang tidak. Pada jenis terakhir lampu akan menyala saat gelap dan mati saat terang. Harga lampu ini berkisar di angka seratusan ribu rupiah.
Memang mahal investasi di awal. Namun kita tak perlu waswas manakala PLN terganggu sehingga harus melakukan pemadaman bergilir seperti pengalaman teman saya tadi. Setidaknya rumah tidak gelap atau waswas karena nyala lilin. Kita pun ikut mendukung gerakan listrik hijau.