Cara untuk mempertahankan kemesraan adalah dengan memahami dimensi-dimensi dalam hubungan seksual. Ada dimensi prokreasi, institusi, dan rekreasi.
Menurut Kasandra A. Putranto, psikolog klinis masalah perkawinan di klinik Psychological Practice, Jakarta, berhubungan seksual untuk prokreasi itu perlu kondisi rileks. Jika tegang atau karena ada tuntutan, justru akan mempengaruhi kualitas hubungan seksual. Akibatnya, bukan hanya kenikmatan seksual tidak didapat, keturunan pun tidak kunjung datang."Tak perlu jauh-jauh, pengalaman saya sendiri untuk mendapat anak ketiga, butuh waktu panjang. Hampir 10 tahun, setelah dua tahun sebelumnya mencopot alat kontrasepsi spiral. Bahkan sampai menjalani tiga kali inseminasi (program bayi tabung) juga tidak berhasil. Justru ketika saya dan suami menikmati liburan ke Bali, malah 'jadi'," papar Kasandra sumringah. Itu bukti bahwa suasana dan ketegangan bisa mempengaruhi kualitas hubungan seksual.
Sedangkan dimensi rekreasi dalam hubungan seks, yakni untuk memperoleh kesenangan dan kenikmatan. Sayangnya, dimensi rekreasi ini sering disalahartikan, sehingga seks hanya dipandang sebagai kegiatan bersenang-senang belaka, tanpa ada unsur tanggung jawab dari pasangan yang melakukannya. Seperti perilaku seks bebas dan perilaku seks di luar nikah yang hanya mencari kesenangan.Bukan berarti dimensi rekreasi ini tidak penting. "Justru jika pasangan suami-istri cocok dalam kegiatan seksual, termasuk emosinya, selain menyenangkan juga bisa melanggengkan perkawinan.Pasangan yang cocok secara seksual merasakan sensasi kenikmatan berhubungan seksual yang tingkat kesenangannya tidak sama jika dilakukan dengan orang lain," jelas Kasandra. Misalnya, seorang perempuan hanya bisa mencapai orgasme berkali-kali hanya dengan suami, karena suaminya mengerti betul bagaimana cara memuaskan istrinya.Namun, untuk mencapai kecocokan secara seksual butuh proses. Komunikasi saja tidak cukup. Perlu ada komitmen pasangan untuk saling menerima dan memahami keadaan masing-masing. Apalagi untuk urusan seks, lelaki cenderung high demand alias lebih aktif dan agresif. Sedangkan pada pihak istri, kalau sudah punya anak, keinginan untuk berhubungan seksual mulai berkurang. Pihak suami jangan hanya marah jika keinginan seksualnya tidak terpenuhi. Justru harus memahami dan membantu istri, agar bisa tetap bergairah.
Dari beberapa pengalaman kliennya, Kasandra menjelaskan, menurunnya gairah seksual pada perempuan yang telah memiliki anak, salah satunya disebabkan oleh keadaan biologisnya yang telah berubah, seperti kadar hormon yang sudah mulai turun. Beberapa perempuan juga kerap merasa kurang percaya diri, karena organ kewanitaan dan tubuhnya sudah tidak seperti dulu lagi. Untuk itu, suami harus mendukung, misalnya membantu istri mempercantik diri, melakukan perawatan atau berobat untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Sementara pihak istri harus memahami suami juga. Sang istri perlu ada niat, perhatian, juga dukungan. Kebutuhan seks suami - yang sesungguhnya juga kebutuhan istri - perlu juga dilayani. Jika memang organ seks belum siap pascapersalinan, gunakan variasi dan cara lain.Seks oral atau hubungan seks tanpa penetrasi bisa dicoba, dan semuanya perlu usaha. Beberapa perempuan tidak suka seks oral. Itu sebabnya suami perlu memberi pengertian pada istrinya, bisa dengan membujuk atau rayuan. "Perempuan biasanya akan mengerti dan luluh dengan bujuk dan rayuan yang termasuk bagian dari foreplay. Daripada istri dimarahi, suami malah enggak dapat apa-apa nanti," ujar Kasandra tersenyum.
Pengertian sangat dibutuhkan dalam berhubungan seksual. Bila pasangan capek, biarlah istirahat dulu. Perempuan umumnya akan mudah diajak berhubungan seksual jika mood-nya enak. Stres, perlakuan suami yang kasar, malah akan melunturkan hasrat bercinta perempuan. Maka rasa sayang, cinta, dan kemesraan mesti selalu dipupuk, agar perkawinan dan kehidupan seksual pasangan membahagiakan.Pada pasangan yang sudah berusia lanjut, dimensi prokreasi jelas sudah terlewati. Maka tidak ada salahnya melirik dimensi relasi dan rekreasi. Dimensi relasi bertujuan membangun hubungan jiwa dan raga yang lebih baik. Dari beberapa penelitian diketahui, hubungan seksual berkualitas yang berlangsung hingga usia lanjut justru menyehatkan jiwa dan raga, plus meningkatkan produktivitas kerja. Sayang sekali kalau hubungan seksual pada pasangan lanjut usia hanya dianggap sebagai pelengkap. Malu karena anak-anak sudah besar, sehingga seks tidak perlu lagi. Padahal tidak begitu.Dimensi berikutnya, dimensi institusi dalam hubungan suami istri, adalah untuk membentuk dan memperkokoh lembaga perkawinan, sekaligus pelindung kehidupan suami-istri. Hubungan seksual suami-istri merupakan ekspresi pengungkapan rasa kasih sayang dari dua insan yang saling mencintai. Dilakukan dengan sama-sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, terlindungi institusi perkawinan. Jika hubungan seksual dilakukan secara sadar untuk mendukung dimensi ini, tembok perkawinan pasti akan semakin kokoh.