Advertorial

Menurut Tim Peneliti, Pernah Terjadi Tsunami di Selatan Yogyakarta Sekitar 6 Abad yang Lalu

Moh Habib Asyhad

Penulis

Para peneliti itu melakukan penggalian sejauh 60 meter dari bibir pantai dengan kedalaman sekitar 128 centimeter untuk mengetahui jejak ganasnya ombak.
Para peneliti itu melakukan penggalian sejauh 60 meter dari bibir pantai dengan kedalaman sekitar 128 centimeter untuk mengetahui jejak ganasnya ombak.

Intisari-Online.com -Selama sepekan terakhir, tim peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan SDM melakukan penggalian di sejumlah pantai di Gunungkidul, Yogyakarta.

Hasilnya, tim yang terdiri atas empat orang itu menemukan jejak tsunami besar yang terjadi pada 640 tahun yang lalu.

Pantai-pantai yang mereka teliti meliputi Pantai Ngrawe, Kukup, Krakal, Sadranan, Slili, Sepanjang, dan Watu Kodok.

Para peneliti itu melakukan penggalian sejauh 60 meter dari bibir pantai dengan kedalaman sekitar 128 centimeter untuk mengetahui jejak ganasnya ombak yang diakibatkan gempa bumi.

(Baca juga:Setelah Jakarta, Kini Giliran Alaska yang Alami Gempa, bahkan Peringatan Tsunami Sempat Dinyalakan)

Ketua Tim Penyelidikan Endapan Tsunami di Gunungkidul, Imun Maemunah, yang ditemui di sekitar Pantai Ngrawe, Kecamatan Tanjungsari, mengatakan, penentuan titik penggalian dilakukan setelah dilakukan pengamatan awal.

Tempat itu dipilih karena dianggap sebagai wilayah yang terdampak tsunami di masa lalu karena langsung menghadap ke laut dan tidak tertutup tebing.

Dari data awal ditemukan endapan tanah tsunami.

Dengan menghitung rata-rata terbentuknya lapisan tanah sebesar dua milimeter per tahun, terdapat sisa endapan material tsunami di kedalaman 128 centimeter.

“Kami menemukan adanya endapan tsunami di sejumlah pantai di pesisir selatan. Diperkirakan material tsunami di sini terjadi 640 tahun silam,” katanya, Selasa (13/3).

Meski begitu, untuk menentukan angka tahun endapan tsunami yang lebih dalam, diperlukan penelitian lebih mendalam menggunakan metode dating dan pengujian di laboratorium.

(Baca juga:Hasil Penelitian Ini akan Membuat Kita Ternganga: Pengguna Emoji Lebih Sering Berhubungan Seks, Benarkah?)

“Sampel kita bawa ke luar negeri karena kami tidak memiliki fasilitas untuk mengukur umur batuan, biaya juga tidak murah. Salah satu opsi di Australia,” lanjut dia.

Imun mengatakan, hasil penelitian ini dapat dipakai untuk melakukan periodisasi ulang dan memprediksi terjadinya tsunami di waktu mendatang.

Selain itu, hasil penelitian ini juga bisa menunjukkan daerah yang berpotensi terjadi tsunami melalui peta kerawanan bencana.

Sebab, selama beberapa tahun terakhir, pihaknya juga melakukan penelitian lain di Jawa dan NTB, seperti di Pantai Pangandaran pada 2015 lalu, tahun 2016 di Tasikmalaya, Tahun 2017 di Purworejo dan Lombok selatan.

Hasil penelitian yang dilakukan ini akan direkomendasikan kepada pemerintah daerah melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sebagai rujukan dalam kebijakan mitigasi pemerintah dalam menghadapi bencana tsunami.

“Nanti hasilnya kita serahkan ke BPBD untuk peta penanggulan bencana,” ucapnya.

(Baca juga:‘Gagalnya’ Sri Sultan Hamengku Buwono IX Jadi Sultan Yogyakarta Pertama yang Pergi Naik Haji)

Secara terpisah, Kepala Pelaksana BPBD Gunung Kidul Edi Basuki menyambut baik penelitian ini.

Harapannya, Gunung Kidul yang memiliki garis panjang pantai sekitar 73 kilometer bisa dilakukan mitigasi bencana tsunami.

“Kita tunggu hasil penelitiannya dikirim ke kita untuk melakukan mitigasi untuk penanganan bencana ke depan,” katanya.

(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com, berita selengkapnya di sini)

Artikel Terkait