Advertorial
Intisari-Online.com - Kehidupan di daerah kumuh di Manila bisa sangat sulit, bisa setiap hari melihat makanan yang tersaji di meja adalah suatu dambaan.
Itulah mengapa, makanan yang bernama pagpag ini begitu populer.
Pagpag sebenarnya istilah untuk debu yang terlepas dari pakaian atau karpet.
Tapi di daerah kumuh tersebut, ini berarti daging yang dipungut dari tempat pembuangan akhir, dimasak, dan menjadi makanan berharga.
BACA JUGA:Kata-kata Terakhir Pilot Pesawat Rusia Sesaat Sebelum Jatuh Hingga Tewaskan 71 Orang
Pagpag telah lama menjadi makanan pokok warga yang tinggal di pemukiman kumuh Filipina, namun dalam beberapa tahun terakhir ini juga menjadi bisnis yang menguntungkan.
Pemulung yang sebelumnya hanya tertarik pada logam dan plastik, sekarang fokus pada makanan sisa dan kadaluarsa.
Daging ini berasal dari restoran makanan cepat saji dan supermarket, mereka bersaing dengan kucing liar dan tikus untuk mendapatkanya dari tempat pembuangan akhir.
Sekantong daging pagpag biasanya dijual oleh pemulung seharga sekitar 20 peso atau sekitar Rp5300 kepada pemilik warung di pemukiman tersebut.
Pemilik warung akan mengolahnya menjadi berbagai hidangan dan menjualnya seharga 10 peso setara Rp2600 untuk satu porsi.
Pertama-tama daging dicuci untuk membuang sampah yang mungkin menempel, dan tulang-tulangnya dipisahkan.
Kemudian daing dicampur dengan berbagai saus, sayuran dan rempah-rempah, dimasak dan disajikan kepada pelanggan.
"Dengan kehidupan yang kami jalani, ini sangat membantu."
"Ketika Anda membeli tas seharga beberapa peso, Anda sudah bisa memberi makan satu keluarga utuh," kata seorang penduduk permukiman kumuh kepada Reuters.
BACA JUGA:Dihajar Habis-Habisan Dalam ‘Kamp Tawanan’, Para Siswa Prajurit Komando Harus ‘Lupa Diri’
Dulu, pagpag adalah pilihan terakhir bagi warga yang hanya akan mereka makan pada hari-hari terburuk ketika tidak mendapatkan cukup uang untuk membeli sedikit beras.
Namun inflasi membuat warga kesulitan membeli makanan, dan pagpag telah menjadi makanan sehari-hari bagi banyak keluarga.
Meskipun daging daur ulang ini secara harfiah telah dimakan sebagian oleh orang lain sebelum dibuang, beberapa warga menganggap ini aman untuk dikonsumsi karena dicuci sebelum dimasak.
Bahkan ada yang menyebutnya lezat dan bergizi, namun otoritas kesehatan di Filipina menganggapnya sebagai risiko kesehatan utama.
Kadang-kadang makanan yang dibuang disemprotkan dengan desinfektan sebelum dibuang, dan dapat terjangkit patogen berbahaya seperti salmonella.
Apalagi mereka mendapatkannya dari tempat pembuangan akhir.
Salome Degollacion, seorang tetua di pemukiman tersebut mengatakan kepada CNN banyak orang telah meninggal karena makan pagpag, namun saat tidak memiliki pilihan lain risiko diabaikan.
"Ini adalah penghinaan pribadi orang miskin harus makan dari piring orang lain. Tapi ini juga adalah mekanisme bertahan hidup bagi orang miskin yang paling miskin," kata Melissa Alipalo, seorang ahli pembangunan sosial.
"Mereka didorong untuk melakukan hal itu karena mereka tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan yang harus mereka siapkan," Maria Theresa Sarmiento, manajer kesehatan dan gizi di Dana Komunitas Filipina, menambahkan.
Dengan tidak adanya solusi nyata yang terlihat, popularitas pagpag semakain naik, dan risiko keracunan makanan juga kondisi kesehatan lainnya akan mengancam jiwa.
Jadi jika kita merasa kehidupan kita sulit atau dengan santainya menyianyiakan makanan, bayangkan saja ada orang di luar sana yang terpaksa makan daging daur ulang dari tempat pembuangan sampah untuk bertahan hidup.
BACA JUGA:‘Gagalnya’ Sri Sultan Hamengku Buwono IX Jadi Sultan Yogyakarta Pertama yang Pergi Naik Haji