Advertorial
Intisari-Online.com – Ibu jari memang jempol. Karena dia, kita bisa dengan mudah memegang atau mengambil sesuatu.
Ibu jari juga menduduki fungsi sosial budaya yang luar biasa.
Di Jawa, jempol melambangkan keperkasaan atau anak sulung yang menikmati awu (status kekerabatan) tertinggi dibandingkan dengan jari tangan lainnya.
Maka, ibu jari sering ditegakkan bila seseorang mempersilakan orang yang dihormati.
Dalam mayoritas budaya Barat, ibu jari juga dinilai istimewa. Jempol yang teracung mendongak merupakan pertanda baik.
Sebaliknya, bila tegak terjungkir, maknanya berubah menjadi pertanda buruk.
Dengan kata lain, ibu jari bisa dipakai sebagai tanda baik atau buruk serta "ya" atau "tidak".
Asal usul pemakaian jempol itu cukup bervariasi tergantung tempat di mana tanda itu populer dipakai orang.
Konon, isyarat ibu jari telah dipakai orang sejak zaman Kekaisaran Romawi.
Selain bersorak sorai, para penonton adu gladiator di dalam koloseum mengacung-acungkan tangan, terutama saat salah seorang gladiator terjungkal luka tak berdaya.
Mereka dengan spontan akan memberikan isyarat ibu jari mendongak atau terjungkir.
Namun, keputusan akhir berada di tangan kaisar. Bila ia mengucapkan, "Mittel" sambil mengacungkan jempol mendongak, maka si gladiator yang kalah akan dibiarkan hidup.
Sebaliknya, bila yang diucapkan, "Iugula!" dengan isyarat jempol menjungkir, maka melayanglah nyawa sang gladiator saat itu juga.
(Baca juga:Keputusan Badan Kesehatan Dunia: Ganja Medis Legal dan Boleh Dikonsumsi Pasien)
Dalam keadaan begini, makna baik dan buruk bisa berbeda. Bagi gladiator, isyarat jempol mendongak berdrti baik karena ia mempunyai harapan untuk tetap hidup.
Namun, bagi penonton - terlebih yang bertaruh, isyarat itu belum tentu baik karena tak ada lagi adegan yang lebih seru atau menguntungkannya.
Konon, orang Romawi mengartikan jempol mendongak sebagai kemenangan, sedangkan ibu jari terjungkir berarti kekalahan.
Makna serupa juga dianut oleh masyarakat Mesir di zaman yang sama. Malah Julius Gaesar mengartikan isyarat posisi jempol sebagai tanda kehidupan dan kematian.
Yang membuatnya percaya benar pada simbol keberuntungan itu tak lain karena, menurut pengamatannya, saat dilahirkan, seorang bayi akan merengek dan menggerak-gerakkan tangannya yang mengepal, kecuali jempol yang dibiarkan mendongak.
Gerak tangan itu diartikannya sebagai tanda awal babak kehidupan manusia.
Sebaliknya, pada orang meninggal akan ditemukan melemahnya kekuatan otot jempolnya sehingga satu-satunya jari beruas dua itu cenderung terlipat ke dalam.
Julius pun menganggapnya sebagai tanda akhit kehidupan.
Jempol memang hanya simbol fenomena budaya yang sangat tergantung pada visi budaya lokal. Hal ini coba dibuktikan oleh Desmond Morris et al (1979), yang meneliti makna isyarat ini di berbagai negara Eropa dari Inggris sampai Turki.
Mayoritas masyarakat di Eropa Barat, dan Utara menganggap jempol mendongak sebagai pertanda baik atau OK.
Dari 1.200 responden di 40 daerah terkumpul data 738 mewakili tanda baik atau OK, 40 mewakili bilangan satu, 36 berarti pelecehan seksual, 30 untuk liften (numpang naik mobil), 14 alat penunjuk arah, 24 tanda Iain-lain, 318 tak pernah digunakan orang.
Ihwal pendapat bahwa jempol mewakili bilangan satu tampak saat seseorang menghitung satu sampai lima dengan jari tangan. Menurut Morris et al. (1979), kebanyakan orang dengan spontan mulai menghitung dari jempol berakhir dengan kelingking.
Hal lain, yang menarik, isyarat jempol mewakili arti pelecehan seksual. Jawaban ini berasal dari masyarakat di Italia Selatan, Sardinia, dan Yunani.
Makna tersebut sangat bertentangan dengan mitos asal usulnya yang bermula dari stadion gladiator di Roma, Italia.
Bahkan banyak orang Italiak hususnya dari Sardinia heran ketika tahu isyarat itu dipakai mayoritas penduduk Eropa Barat untuk menandai tindakan baik.
Muncullah spekulasi, isyarat itu mungkin tidak berasal dari Italia. Isyarat itu disebarluaskan oleh tentara Amerika ketika membebaskan Italia dari cengkeraman Jerman dalam PD I.
(Baca juga:Tebang Pohon Durian untuk bangun Makam Leluhurnya, Nenek 92 Tahun Ini Divonis Penjara)
Sebelum meluncurkan tank atau pesawat, tentara Amerika selalu mengacungkan jempol sebagai tanda siap berangkat.
(Herudjati Purwoko – Intisari Juni 1997).