Advertorial
Intisari-online.com - Apa tebakan Anda bila ditanya mengenai tempat terpanas di bumi?
Gurun Gobi? Gurun Sahara? Tebakan yang bagus, tetapi sayangnya salah.
El Azizia di Libya yang hasil pengukuran suhunya pada 13 September 1992 mencapai 58 derajat celcius?
Ternyata, jawaban ini masih salah juga jika merujuk pada data satelit landsat milik Survei Geologi Amerika Serikat.
BACA JUGA:Kota Rjukan, Setiap Tahun Tidak Kena Cahaya Matahari Enam Bulan
Walaupun jawaban dari pertanyaan ini berubah-ubah setiap tahunnya, ada satu tempat yang jelas-jelas pemenang dalam lomba mencapai suhu tertinggi di dunia.
Menurut Dr Steven W Running dari Universitas Montana dan anggota dari NASA Earth Observing Team, kebanyakan tempat yang menyebut diri mereka terpanas di bumi bukanlah pesaing serius bagi tempat tersebut.
Diungkapkan dalam jurnal American Meteorological Society pada tahun 2011, tempat yang dimaksud oleh Running adalah Dasht-e Lut atau yang sering disebut Gurun Lut di Iran.
Setelah menyisir data infrared dari satelit Landsat selama tujuh tahun dari 2003 hingga 2009, Running dan tim peneliti menemukan bahwa Gurun Lut adalah pemegang rekor dengan lima kali tercatat sebagai lokasi bersuhu tertinggi.
BACA JUGA:Kisah Bung Karno di Akhir Kekuasaan, Sekadar Minta Nasi Kecap Buat Sarapan pun Ditolak
Pada tahun 2005, Gurun Lut bahkan mencapai 70,7 derajat celcius, cukup panas untuk membunuh mayoritas bakteri di bumi.
Namun, tidak banyak yang mengetahui rekor ini. David Mildrexler yang merupakan salah satu peneliti dalam studi tersebut mengungkapkan alasannya.
“Gurun Lut, seperti Gurun Sahara, Gurun Sonoran, dan Gurun Gobi, memiliki iklim ekstrem dan akses yang terlalu terbatas untuk pengukuran dan perawatan rutin oleh stasiun cuaca,” ujarnya seperti dikutip dari Livescience.
Alhasil, suhu permukaan tanah dari mayoritas tempat terpanas dalam data satelit Landsat jarang diukur secara langsung, seperti El Azizia yang sempat memegang rekor terpanas selama beberapa dekade.
Di sinilah keunggulan pengukuran suhu menggunakan satelit.
Memindai setiap titik yang ada di bumi, satelit mampu mengukur “temperatur kulit tanah” (LST) dan menunjukkan tingkat kepanasan dari sebuah parsel permukaan tanah akibat radiasi dari matahari, atmosfer, dan panas lainnya.
Sebaliknya, pengukuran suhu yang biasa dilakukan oleh stasiun cuaca adalah temperatur udara yang diambil beberapa meter di atas tanah.
Temperatur ini terpengaruh oleh naik turunnya massa udara di atmosfer, gerakan horizontal angin, dan kelembapan.
Untuk mencari LST tertinggi, Running, Mildrexler, dan Maosheng Zhao berfokus pada area-area yang gersang.
Mereka telah mengetahui bahwa LST terpanas kemungkinan besar terjadi ketika cuaca cerah, tanahnya kering, dan anginnya sedikit.
Lalu, komposisi permukaan tanah juga sangat menentukan. Tanah pada lokasi LST terpanas akan menyerap cahaya dengan sangat baik dan tidak memantulkannya kembali.
BACA JUGA:Cara Mengusir Sakit Kepala Dalam 5 Menit Tanpa Pil Ataupun Obat Kimia
Dengan kata lain, lokasi tersebut tidak mengonduksi panas dengan baik.
Seluruh karakteristik ini, didukung oleh data dari satelit Landsat, menunjuk kepada Gurun Lut yang permukaannya ditutupi oleh kerikil hitam, padang semak kerdil di Queensland, Australia, dan Pegunungan Flaming di China.
Gurun Lut terekam memiliki suhu terpanas pada tahun 2004, 2005, 2006, 2007, dan 2009; sedangkan padang semak kerdil di Queensland mencapai suhu 69,3 derajat celcius (peringkat kedua terpanas) pada tahun 2003.
Pada 2008, lembah Turpan di Pengunungan Flaming mencapai 66,8 derajat celcius. (Shierine Wangsa Wibawa)
BACA JUGA:Hati-hati, Inilah Tanaman Pembunuh Manusia yang Hidup di Indonesia
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul "Selamat Datang di Tempat Terpanas Bumi Menurut NASA"