Advertorial

Pertempuran Maut di Laut Jawa, Sejarahnya akan ‘Tenggelam’ Gara-gara Polah Para Penjarah Kapal Perang

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Pada PD II Indonesia (Hindia Belanda) merupakan wilayah Selatan (Nanjo) yang harus dikuasai Jepang demi mengusai sumber daya alam sekaligus menaklukkan pasukan Sekutu (Belanda).

Pulau Jawa yang menjadi pusatnya komando pasukan Belanda juga menjadi sasaran pasukan Jepang untuk dikuasai pada tahap awal serangan.

Sasaran Jepang menggempur pulau Jawa adalah melumpuhkan komando pusat pasukan Sekutu (Belanda) di Jakarta.

Sehingga dengan menguasai Jawa, Hindia Belanda secara otomatis berhasil ditaklukan Jepang.

(Baca juga: Mewahnya Pesta Pernikahan 10 Hari 10 Malam Anak Raja Tambang Batu Bara Kalimantan Ini! Mobil Pengantinnya Saja Seharga Belasan Miliar!)

Basis operasi militer Belanda di Jawa saat itu dibagi menjadi tiga onyek vital.

Pertama basis operasi laut dan darat. Kedua basis strategis itu berpangkalan di Surabaya (laut) dan Bandung (darat).

Kedua, Jakarta (Tanjung Priuk) merupakan pelabuhan dan pertahanan terbaik Belanda serta menjadi sarana komunikasi sekaligus mobilitas dengan sekutunya.

Terakhir, Cilacap. Pelabuhan yang berada di pantai Selatan Jawa merupakan pintu gerbang Jawa dari arah selatan sekaligus jalur potensi armada laut dari Australia.

Target serbuan Jepang adalah menguasai tiga kawasan strategis itu secepatnya.

Tanggal 27 Februari 1942 pasukan Jepang mulai bergerak menuju Selat Makassar dan sekaligus memusatkan kekuatannya untuk menyerang Jawa.

Mengetahui manuver armada Jepang mengarah ke pulau Jawa, armada laut Sekutu yang berpangkalan di Surabaya tak mau tinggal diam.

ABDACOM (American, British, Dutch, Australian Command) Naval Force di Surabaya, mengerahkan kekuatannya.

(Baca juga: Yang Konyol-Konyol di Perang Dunia II: Nazi Gelar Pesawat Palsu dari Kayu dan Sekutu Mengebomnya Dengan Bom Kayu)

Kapal perang yang dikerahkan terdiri dari dua kapal penjelajah berat (HMS Exeter, USS Houston), tiga penjelajah ringan (HNMLS De Ryeter, HNMLS Java, HMS Perth), dan sembilan destroyer untuk menghadang konvoi kapal perang Jepang.

Armada kapal perang Sekutu dipimpin Admiral Karel Doorman.

Sedangkan konvoi kapal perang Jepang terdiri dari dua penjelajah berat (Nachi, Haguro), dua penjelajah ringan (Naka, Jintsu), dan 14 destroyer serta dipimpin oleh Rear Admiral Shoji Nishimura.

Konvoi kapal perang Jepang terus bergerak maju dengan penuh rasa percaya diri mengingat secara kualitas kapal-kapal perang yang dimiliki lebih tangguh dibanding kapal Sekutu.

Keunggulan kapal-kapal perang Jepang diwakili oleh besarnya kaliber meriam yang dimiliki dua penjelajah beratnya.

Kedua penjelajah berat Jepang dilengkapi 10 meriam berkaliber 8 inci (203 mm) dan puluhan torpedo berukuran raksasa.

Sementara dua penjelajah berat milik Sekutu kendati dipersenjatai meriam 8 inci jumlahnya lebih sedikit, hanya enam meriam.

Armada laut Sekutu dan Jepang akhirnya bertemu di Laut Jawa dan terjadilah pertempuran laut sengit.

Pertempuran berlangsung dari siang hingga tengah malam. Pertempuran yang berlangsung dalam cuaca buruk, Sekutu mengerahkan sejumlah pesawat tempur dan mampu memberikan perlindungan udara secara maksimal.

Pesawat-pesawat Jepang yang seharusnya datang membantu gagal terbang kerena terhalang cuaca begitu buruk.

Pengaruh cuaca buruk mengakibatkan komunikasi antarkapal terganggu dan terjadi saling cari baik sesama kawan maupun musuh.

Menjelang sore hari setelah tejadi pertempuran laut dalam jarak dekat, korban mulai berjatuhan.

Kapal Sekutu, HMS Exeter mengalami kerusakan hebat pada ruang mesin akibat dihantam telak torpedo Jepang.

Exeter kemudian segera dilarikan ke Surabaya untuk diperbaiki. Melihat lawannya mulai kewalahan kapal perang Jepang segera meluncurkan dua torpedo raksasanya.

Satu torpedo berhasil menghantam kapal Sekutu, Kontenaer yang dengan cepat tenggelam ke dasar laut.

Sebelum tenggelam Kontenaer sempat menabrak rekannya, Electra yang tengah melindungi pelarian Exeter.

Destroyer Electra ketika ditabrak Kontenaer, selain sedang melindungi Exeter juga sedang diburu dua destroyer Jepang, Jintsu dan Asagumo.

Gempuran destroyer Jepang itu akhirnya berhasil merusakkan sejumlah bodi kapal dan turret meriam Electra.

Awak kapal Electra segera diperintahkan meninggalkan kapal perang yang telah mengalami kerusakan hebat.

Sementara Kontenaer yang sedang berjuang keras menuju Surabaya akhirnya tenggelam.

Merasa tak mampu melawan armada laut Jepang, kapal-kapal perang Sekutu memutuskan pulang ke pangkalan.

Sebagian lainnya lari ke Pantai Selatan Jawa. Salah satu kapal Sekutu yang menghindar ke Laut Selatan adalah HNLMS De Reuyter yang ditumpangi Admiral Karel Doorman.

Namun armada Jepang terus memburu kapal-kapal Sekutu yang telah tercerai berai itu dan berhasil menenggelamkan destroyer Jupiter, Java serta De Reyter.

Karel Doorman sendiri gugur bersama ratusan anak buahnya.

Ketika pertempuran reda, hampir semua kapal Sekutu jadi korban dan hanya dua penjelajah ringan yang bisa pulang ke pangkalan di Tanjung Priuk tanpa kerusakan yaitu Perth dan Houston.

Kendati hadangan armada Sekutu di Laut Jawa berhasil dihancurkan Jepang, paling tidak pendaratan pasukan Jepang ke Jawa bisa dihambat satu hari.

Esok harinya, 28 Februari, Perth dan Houston diperintah menghadang armada Jepang yang sudah memasuki Selat Sunda.

Misi penghadangan ini ibarat bunuh diri karena lawannya adalah penjelajah dan destroyer Jepang yang lebih unggul dalam segala hal.

Pada 1 Maret malam, Perth dan Houston akhirnya berhasil ditenggelamkan satu kapal penyapu ranjau dan transport Jepang karena terjadi saling tembak antar sesama rekan sendiri.

Sedangkan kapal-kapal perang Sekutu seperti Exeter, Encounter, dan Pope yang sedang kabur menuju Surabaya akhirnya berhasil ditenggelamkan oleh dua penjelajah berat Jepang, Nachi dan Haguro.

Setelah kekuatan AL Sekutu yang bertugas menjaga kawasan perairan Hindia Belanda berhasil dihancurkan, Jepang segera melancarkan pendaratan pasukan ke pulau Jawa dan berhasil dengan gemilang.

Dalam pertempuran di Laut Jawa itu AL Jepang boleh dikata menang telak dan pulau Jawa pun kemudian dengan mudah dikuasai.

Kapal-kapal Sekutu dan para anak buahnya akhirnya terkubur di Laut Jawa Hingga perang usai.

Untuk menghormati para pahlawannya itu Belanda dan negara-negara Sekutu melakukan upacara tabur bungan secara rutin tiap tahun.

Namun belakangan nasib kapal-kapal perang Sekutu yang karam di Laut Jawa itu menjadi tidak jelas karena terancam hilang akibat aksi penjarahan secara gelap.

(Baca juga: Kesulitan Perbaiki Jet Tempur Kiriman Isreal, Para Teknisi TNI AU Terpaksa Gunakan Kepala Kerbau)

Artikel Terkait