Advertorial
Intisari-Online.com -Dalam Perang Dunia II pilot-pilot Angkata Udara Nazi (Luftwaffe) dikenal sebagai tentara yang tidak kejam.
Paling tidak, mereka tidak sekejam bila dibandingkan pasukan khusus SS Gestapo (Polisi Militer) dan pasukan Partai Nazi yang dikenal sebagai Waffen SS.
Para pilot Lutfwaffe juga dikenal menghargai pilot-pilot musuh yang tertangkap ketika pesawatnya tertembak jatuh.
Jika ada pilot Sekutu yang tertawan Nazi, mereka dimasukkan ke kamp khusus milik Lufwaffe dan akan mendapatkan perlakukan baik sesuai Konvesi Jeneva.
Jika ada pesawat Sekutu yang berhasil ditembak jatuh, pilot Nazi yang berhasil menembaknnya akan terus mengawasi pesawat korbannya lalu terbang fly pass untuk memberikan penghormatan.
(Baca juga:Dari Bir untuk Bayi hingga Rokok untuk Ibu Hamil, 8 Hal yang Sangat Berbahaya Ini Dulu Dianggap Wajar)
Tentang sikap ksatria para pilot Luftwaffe itu pernah beberpa kali terjadi dalam PD II.
Misalnya, sebuah pesawat bomber Sekutu yang sudah rusak berat karena gempuran pesawat Nazi dan sedang terbang terseok-seok menuju pangkalannya tiba-tiba bertemu pesawat tempur Nazi.
Pesawat Nazi ternyata tidak membinasakan bomber Sekutu yang sudah tidak berdaya itu.
Sebaliknya, pilotnya justru melakukan terbang pengawalan terhadap bomber itu agar tidak diserang pesawat tempur Nazi lainnya hingga sampai ke perbatasan udara Sekutu.
Kisah pilot Sekutu dan Luftwaffe yang saling menolong itu pernah terjadi di Norwegia April 1940.
Norwegia sebenarnya merupakan negara netral selama PDII tapi lebih cenderung pro-Sekutu karena Nazi berusaha merebut negara yang kaya bijih besi itu.
Selain itu, wilayah udara Norwegia juga sering dilintasi pesawat-pesawat tempur Sekutu dan Nazi serta menjadi ajang pertarungan udara sengit sehingga tentara Norwegia harus selalu siaga.
(Baca juga:Jangan Pernah Lagi Makan Nasi Bersama Mi Instan, Akibatnya Bisa Sangat Berbahaya!)
Pada April 1940, dua pesawat tempur yang saling berseteru, pengebom Nazi Heinkel He 111dan pengebom tukik Inggris Black Burn Skua, terlibat saling tembak.
Karena sama-sama pesawat pengebom dan memiliki persenjataan bela diri yang memadai baik di bagian moncong maupun ekor pesawat, kedua pesawat sama-sama rusak dan harus melakukan pendaratan darurat.
Sebelum mendarat darurat di atas danau yang beku, pilot Inggris sempat melihat kabin tempat para pemburu rusa menginap.
Pilot Inggris yang terbang bersama dua rekannya itu diam-diam sudah punya rencana menggunakan kabin untuk berlindung dari hujan slaju yang sangat lebat.
Setelah berhasil mendarat darurat dan semua awak selamat, pilot bomber Inggris lalu mengajak dua rekannya menembus hujan salju menuju kabin.
Sementara pesawat bomber Nazi yang juga berhasil mendarat darurat ketiga awaknya juga selamat—kecuali operator senapan mesin (tail gunner) yang sudah gugur di udara.
Para awak bomber Nazi yang dilengkapi perbekalan itu ternyata mendarat tidak jauh dari posisi kabin sehingga mereka bisa lebih dahulu mencapai kabin.
Ketika pilot Inggris dan dua rekannya sudah berhasil menemukan posisi kabin, sebagai anggota militer terlatih mereka melakukan observasi terlebih dahulu.
Mereka terkejut karena mendapati tentara Nazi ada di dalam kabin.
Agar terhindar dari bentrokan senjata, pilot Inggris dan rekannya berusaha menjelaskan bahwa mereka adalah awak pesawat yang jatuh.
Pilot Jerman dan awaknya, sesuai mentalitas Luftwaffe, ternyata tidak menyerang dan hari itu mereka sama-sama berlindung di kabin dari terpaan salju.
Untuk menghindari bentrokan , malam harinya pilot Inggris dan rekannya memutuskan pergi.
Setelah menembus hujan salju, si pilot Inggris dan dua rekannya itu menemukan hotel di Norwegia dan memutuskan menginap.
Esok harinya pilot Nazi dan dua rekannya juga tiba di hotel yang sama dan menginap.
Di hotel itu para awak pesawat yang saling bertarung di udara tidak saling bermusuhan malah sempat makan pagi bersama.
(Baca juga:Kisah Windi, Anak 'Bodoh' yang Bisa Menggambar dengan Sangat Indah. Karena Kecerdasan Bukan Hanya Soal IQ!)
Tapi setelah aparat keamanan Norwegia tahu keberadaan para awak pesawat Nazi dan Inggris, mereka ditangkap untuk diperiksa.
Para awak pesawat Inggris kemudian dilepas mengingat Norwegia lebih pro-Sekutu dan melanjutkan perjalanan ke Kanada untuk kemudian bertempur lagi.
Sedangkan para awak pesawat Nazi diserahkan kepada pasukan Sekutu dan kemudian menjadi tawanan perang di Kanada.
Kisah jatuhnya dua pesawat tempur yang saling bermusuhan di udara tapi para awaknya malah saling bersahabat di darat itu kemudian dibuat film bertajuk Into The White produksi tahun 2012.
Tapi demi kepentingan menariknya cerita, kisah nyata jatuhnya dua pesawat yang berseteru di udara itu diubah skenario dan alur ceritanya.
Dalam film kisah dibuat lebih seru karena kedua awak pesawat ternyata sama-sama masuk kabin dan terlibat perselisihan.
Lama kelamaan kedua awak pesawat malah saling bahu-membahu agar bisa survive melawan ganasnya badai salju.
(Baca juga;Tes IQ: Cukup Jawab 3 Pertanyaan untuk Melihat Tingkat Kecerdasan Anda, Yuk Coba!)
Akhirnya setelah terjadi persahabatan tanpa menyadari mereka sebenarnya musuh yang seharusnya saling bunuh, keberadaan mereka diketahui oleh patroli militer Norwegia.
Seperti kisah nyatanya, militer Norwegia memperlakukan para awak pesawat Nazi sebagai musuh dan para awak pesawat Inggris sebagai kolega.
Tapi pesan dari film Into The White adalah peperangan sebenarnya tidak perlu.
Karena manusia seharusnya saling tolong dan bersahabat terutama ketika sedang sama-sama menghadapi kesulitan.