Advertorial

Takajiro Onishi, Samurai Pencetak Pilot Kamikaze yang Tunjukkan Solidaritasnya Lewat Harakiri di Depan Anak Buahnya

Moh Habib Asyhad

Editor

Hingga Perang Dunia II berakhir, total pilot Jepang yang tewas dalam misi serangan kamikaze sebanyak 3.912 pilot.
Hingga Perang Dunia II berakhir, total pilot Jepang yang tewas dalam misi serangan kamikaze sebanyak 3.912 pilot.

Intisari-Online.com -Laksamana Takajiro Onishi lahir di Ashida, Jepang, pada 1892. Selayaknya keluarga Samurai, Onishi kemudian bergabung dengan militer.

Sebagai kadet Angkatan Laut Jepang yang cerdas, Onishi dengan mudah menyelesaikan pendidikan di Imperial Navy Academy di Etajima.

Setelah lulus, Onishi bertugas di kapal perang Wakamiya Maru yang ditenggelamkan oleh kapal perang Jerman pada Perang Dunia I.

Tapi Onishi selamat dalam insiden itu.

Sebagai perwira yang brilian, Onishi dikenal sebagai sosok yang ambisius dan kerap mengemukakan pentingnya kekuatan udara di AL.

(Baca juga:Rusia Siapkan Pesawat Pengebom Nuklir Blackjack Senilai Rp3,5 Triliun, NATO dan AS pun Langsung Ketar-ketir)

Pemikiran Onishi itu kerap menimbulkan pertentangan dengan para seniornya yang masih menganggap kapal perang lebih penting dibandingkan pesawat terbang.

Tapi dalam kariernya yang terus menanjak, ide Onishi mulai jadi kenyataan seiring dengan kekuatan udara Jepang yang makin maju.

Onishi juga terlibat dalam rancangan serbuan ke Pearl Harbour dan Midway.

Kiprah Onishi di kancah pertempuran udara makin populer ketika ia bertugas di Filipina.

Ketika pasukan Sekutu berhasil menguasai pulau Saipan dan kemudian melanjutkan serbuannya ke Filipina, pasukan Jepang pun menyiapkan perlawanannya.

Kekuatan Jepang di Filipina, khususnya armada udaranya sudah jauh berkurang.

Untuk mengatasinya Onishi memerlukan suatu strategi dan taktik serangan udara yang luar biasa guna menghadapi invasi Sekutu.

Strategi ini yaitu menggunakan pesawat sesedikit mungkin tapi hasil serangannya harus menghasilkan kerusakan maksimal di pihak musuh.

(Baca juga:Benarkah Taktik Kamikaze Jepang yang Picu AS Jatuhkan Bom Atom ‘Terinspirasi’ Pengalaman Perang di Indonesia?)

Saat itu armada udara Jepang di Filipina tinggal 40 unit dan tak mungkin menghadapi serbuan pasukan Sekutu yang didukung oleh ribuan pesawat tempur.

Taktik Onishi kemudian dikenal dengan nama kamikaze atau menyerang sasaran musuh dengan cara menabrakkan pesawat tempur yang telah dipenuhi bom.

Laksamana Onishi yang secara resmi bertugas di Manila mulai tanggal 17 Mei 1944 lalu mengunjungi pangkalan udara Magracut Airport, yang juga merupakan markas 201st Navy Flying Corps.

Di hadapan komandan 201st, Kapten Tamai, Admiral Onishi memaparkan tentang serangan bunuh diri ala kamikaze.

Paparan Onishi membuat Tamai kaget dan meminta waktu khusus untuk memikirkannya.

Setelah melakukan diskusi dengan para staf 201st, solusi taktik kamikaze akhirnya disetujui. Tamai bahkan sudah mengajukan 23 pilot terbaik yang bersedia menjadi pilot-pilot kamikaze.

(Baca juga:AS Wajib Khawatir, China Garap Pesawat Siluman Pembawa Nuklir Yang Bisa Capai Negaranya)

Onishi yang menegaskan dirinya juga bersedia untuk menjadi pilot pertama kamikaze lalu mulai merancang strategi dan pelatihan bagi pilot-pilot yang nantinya akan menjadi bom hidup itu.

Latihan dan tim kamikaze pun dibentuk. Proses latihan bagi para pilot yang siap mati itu berlangsung keras dan dalam waktu singkat.

Kendati mereka pasti mati dalam misi kamikaze, taktik yang benar dan tepat sasaran tetap diutamakan.

Sebab selain menunjukkan tindakan kepahlawanan tujuan serangan kamikaze juga untuk menimbulkan kerusakan dan korban sebesar mungkin bagi musuh.

Ketika Filipina mulai diserbu oleh pasukan Sekutu pada Oktober 1945 unit-unit kamikaze pun segera dikerahkan.

Korban pertama serangan kamikaze adalah kapal perang HMAS Australia pada 21 Oktober 1945.

Akibar serangan kamikaze yang dimuati sejumlah bom seberat 200 kg itu, HMAS Australia mengalami kerusakan yang cukup parah dan 30 awaknya tewas.

Pada 24 Oktober 1945 kapal perang USS Sonoma kembali menjadi korban serbuan kamikaze Jepang.

(Baca juga:Bukan di Pearl Harbour, Serangan Inilah yang Sebenarnya Memicu Amerika Serikat Terlibat dalam Perang Dunia II)

Kapal berbobot 1.120 ton itu merupakan korban pertama dari pihak AS di Teluk Leyte, Filipina.

Hari-hari berikutnya serangan dari kamikaze Special Attack Force terus berlanjut dengan korban yang lebih besar.

Sebanyak 40 konvoi kapal perang yang tengah berlayar menuju Filipina diserang habis-habisan oleh puluhan pesawat kamikaze.

Akibatnya 5 kapal tenggelam, 23 rusak berat,dan 12 lainnya rusak ringan.

Serangan kamikaze tak hanya tertuju kepada konvoi kapal perang tetapi juga kepada konvoi pesawat pengebom B-29 yang sedang menjalankan misi pemboman ke Tokyo.

Tapi serangan kamikaze terhadap konvoi pengebom B-29 termasuk misi yang lebih sulit dan butuh skill tinggi.

Pasalnya, selain dilengkapi lebih dari selusin senapan mesin, armada B-29 juga dikawal oleh pesawat-pesawat fighter Sekutu.

(Baca juga:Yang Muda Jangan Mau Kalah, Nenek 70 Tahun Ini Tak Lelah Berjalan 24 Km Demi Pendidikan Cucunya)

Hingga Perang Dunia II berakhir, total pilot Jepang yang tewas dalam misi serangan kamikaze sebanyak 3.912 pilot.

Sedangkan Sekutu kehilangan 81 unit kapal karena tenggelam dan 195 lainnya rusak parah.

Laksamana Onishi sendiri tak sempat menjadi pilot kamikaze.

Untuk menghormati para pilotnya yang gugur, pada 16 Agustus 1945 ia melaksanakan harakiri dengan cara menusukkan pedang katana ke perutnya, di depan anak buahnya.

Artikel Terkait