"Sebelum memulai pembuatan keris, terutama keris bertuah, saya harus melakukan olah rohani yakni berpuasa memohon kepada Tuhan agar mengabulkan permintaan kita sesuai dengan tujuan apa keris ini dibuat," ujar Empu Jeno.
(Baca juga: Benarkah Majapahit Pernah Menguasai Seantero Nusantara? Arkeolog: Itu Omong Kosong!)
Ada keris yang dibuat supaya mendatangkan keselamatan bagi si pemilik, menambah lancarnya rezeki atau prestasi kerja dan sebagainya.
Ihwal puasa sebelum proses pembuatan keris dilakukan aturannya pun tidak tetap. Yang penting tidak melanggar hari pantangan baik si pemesan maupun si empu.
Caranya pun bermacam-macam. "Ada yang mutih, ngebleng atau tidur sekali sehari semalam. Artinya kalau sudah nglilir (terbangun), meski baru tidur sejam, tak boleh tidur lagi," ujarnya.
Lamanya sang empu berpuasa pun tidak bisa ditentukan, ada yang hanya seminggu, tapi ada juga yang sampai 40 hari. Itu semua tergantung dan jatuhnya "pertanda", dhawuh atau wisik yang diterima empu untuk segera memulai pembuatan keris.
Bagi orang lain pertanda itu sama sekali tidak kelihatan. "Wujudnya bisa asreping manah (perasaan yang tenang serta pikiran yang jernih). Namun, bisa juga berujud sanepa atau saloka yang harus dijabarkan lagi," aku Jeno.
Itulah sebabnya saat sang empu melakukan penempaan besi pertama kalinya, tidak boleh dilihat orang lain.
Sebelum mengawali pembuatan keris, seorang empu terlebih dulu harus memilih tosan (besi) dan baja sebagai bahan untuk disesuaikan dengan ukuran, berat serta model (tangguh atau toya) keris.
Masing-masing model seperti tangguh Blambangan, tangguh Mataram, tangguh Majapahit atau tangguh Sendang Sedayu masing-masing membutuhkan bahan yang berbeda-beda.
Sedangkan untuk pamornya (hiasan pada bilah keris) diperlukan nikel. Sebagai contohnya, tangguh Blambangan membutuhkan 4 kg besi, 60 gram nikel serta 4 ons baja. Tangguh Mataram membutuhkan 10 kg besi, nikel 100 gram serta baja 4 ons.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR