Advertorial
Intisari-Online.com - Pada 5 Oktober 1991 pesawat Hercules TNI AU jatuh di daerah Condet, Jakarta Timur dan menewaskan lebih dari 100 tentara.
Para korban yang tewas umumnya terbakar dan jenazahnya secara fisik sulit dikenali sehingga perlu tes DNA.
Tapi jika semua personel TNI AU yang gugur itu mengenakan dog tag, kalung militer yang berbandol lempengan baja antikarat dan tahan api serta memuat identitas masing-masing personel, upaya untuk mengidentifikasi jenazah pasti lebih mudah.
Identitas dog tag yang dikenakan oleh anggota TNI umumnya memuat nama pemakai, kesatuan, golongan darah, agama, dan tanggal lahir.
(Baca juga: (Foto) Apa Jadinya Jika Para Pemimpin Dunia 'Nyontek' Gaya Rambut ala Pasha 'Ungu'? Inilah Hasilnya)
Namun karena banyak personel TNI AU saat itu tak mengenangkan dog tag berbagai kesulitan pun timbul.
Apalagi para prajurit itu ternyata mendapat pinjaman seragam baru agar tampil gagah dan keren demi memperingati HUT ABRI (TNI).
Tapi nama di seragam ternyata tidak sesuai dengan nama pengguna, sehingga butuh waktu lama untuk mengidentifikasi para jenazah.
Setiap anggota militer yang mengenakan dog tag secara psikologis memang untuk mempersiapkan diri jika seandainya gugur dalam peperangan, identitasnya akan mudah dikenali.
Tapi gara-gara secara psikologis seperti mempersiapkan diri untuk mati itu banyak anggota TNI yang enggan pakai dog tag, kecuali sedang mendapat tugas untuk bertempur.
Dari sejarahnya pemakaian dog tag awalnya digunakan oleh masyarakat AS untuk mengidentifikasi anjing peliharaanya.
Setiap anjing dipasangi kalung di leher yang berisi identitas nama anjing dan nama pemilik serta nomor telepon yang bisa dihubungi.
Ketika AS dilanda perang saudara dan diwarnai korban tewas yang begitu besar, para tim penolong mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi jenazah prajurit yang gugur.
(Baca juga: Karena Uang Rp10 Miliar, Pria Tampan Ini Akhirnya Menikah dengan Wanita yang Usianya 15 Tahun Lebih Tua)
Demi mempermudah identifiksi akhirnya para tentara AS diwajibkan mengenakan “kalung anjing” (dog tag) yang ketika dipakai oleh para tentara namanya ternyata tidak berubah.
Pemakaian dog tag oleh militer AS itu kemudian ditiru oleh militer dari negara lain termasuk Indonesia.
Setiap pasukan AS yang pergi bertempur selalu diingatkan untuk berperang secara profesional.
Pasalnya jika sampai gugur ia akan pulang dalam kantong mayat (body bag) atau hanya berupa dog tag karena jenazahnya tidak bisa dibawa pulang.
Pasukan Kopassus TNI pun punya motto, “lebih baik pulang nama daripada gagal dalam tugas”.
Nama yang dimaksud adalah dog tag.
Namun dalam kehidupan terkini dog tag ternyata menjadi gaya hidup dan dipakai oleh masyarakat umum penggemar asesori militer.
Perajin dog tag pun mudah ditemui dan kegiatan “bisnisnya” bukan kegiatan yang melanggar hukum.
Jadi siapa saja bisa membuat dog tag untuk memuat identitas dirinya lalu memakainya di leher dan merasa lebih gagah.
Sejumlah dog tag asli kadang masih banyak ditemukan di kawasan yang pernah dilanda PD II seperti di Papua.
Bagi penggemar suvenir militer dog tag-dog tag bersejarah itu sangat berharga.
Tapi seharusnya penemuan dog tag asli diserahkan ke polisi untuk disimpan sebagai arsip.
Pasalnya kadang negara yang para prajurit pernah bertempur di suatu tempat seperti Papua dan dinyatakan hilang, jika ditemukan dog tag-nya bisa dianggap “telah ditemukan orangnya”.
Dog tag itu pun akan dibawa pulang dalam wadah khusus dengan penuh rasa hormat ke negaranya.
Lalu ditunjukkan kepada kelurga atau ahli warisnya dan kemudian dimasukkan ke peti jenazah untuk “dimakamkan” secara militer.
(Baca juga: Gara-gara Telat Lakukan Ini, Puluhan Ribu Pasukan Jepang Mati Sia-sia saat Perang Dunia II)