Advertorial
Intisari-Online.com - Hadirnya kelompok teroris ISIS (Islamic State of Iraq and Syria) di Suriah dengan tujuan menghancurkan pemerintah Suriah di bawah pimpinan Presiden Bashar al Assad telah berkembang menjadi konflik dalam skala luas.
Konflik itu bahkan melibatkan campur tangan militer dari berbagai negara yang dalam era Perang Dingin mewakili negara-negara Blok Barat dan Blok Timur.
Untuk menghancurkan ISIS bukan hanya pasukan darat yang diturunkan tapi juga melibatkan jet-jet tempur mutakhir meskipun kekuatan tempur ISIS tidak memiliki kekuatan udara.
Konflik di udara (dogfight) justru terjadi ketika pesawat-pesawat tempur yang digunakan menggempur sasaran ISIS di Suriah melanggar wilayah udara perbatasan negara tetangga Suriah, khususnya Turki.
Seperti yang dialami oleh jet-jet tempur Rusia sehingga salah satu jet tempurnya ditembak jatuh.
Pada 24-11-2015 telah terjadi duel udara antara F-16 Turki dan SU-24 Rusia.
Kedua jenis jet tempur itu merupakan pesawat multi fungsi dan mampu berperan sebagai jet tempur untuk menghantam sasaran di darat dan udara.
Rontoknya SU-24 Rusia dalam duel udara jelas menunjukkan bahwa F-16 memiliki keunggulan (superioritas) di udara sekaligus menaikkan pamor kekuatan udara Turki yang selama ini banyak di bantu oleh AS.
Di kawasan Eropa, Turki memang menjadi tulang punggung NATO, yang anggotanya terdiri dari negara-negara Barat.
Jika sewaktu-waktu terjadi konflik militer melawan Rusia yang secara militer masih bersekutu dengan negara-negara bekas Blok Timur seperti China dan Korea Utara, Turki merupakan kekuatan tempur di garis depan.
Demi mengantisipasi konflik di masa depan itu Turki memang terus berupaya untuk membangun kekuatan militernya, khususnya kekuatan udara.
Kesiagaan AU Turki ternyata serius ketika dua jet tempur Rusia yang sedang kembali ke pangkalan di Suriah memasuki wilayah udara Turki, sejumlah F-16 Turki yang sedang berpatroli (Combat Air Patrol) langsung menyergap dan berhasil menembak jatuh satu jet tempur Rusia, SU-24.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)
Rontoknya SU-24 langsung memicu kontroversi karena Rusia mengklaim bahwa pesawatnya ditembak jatuh ketika masih berada di ruang udara Suriah, sehingga tindakan agresif Turki langsung dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional.
Presiden Rusia, Vladimir Putin yang sangat marah langsung mengecam Turki sebagai negara yang telah menusuk Rusia dari belakang ketika sedang berjuang mati-matian melawan terorisme (ISIS).
Tapi setelah Turki berhasil menembak jatuh pesawat Rusia, penggunaan jet tempur untuk menggempur posisi pasukan militan ISIS menjadi semacam trend.
Paling tidak ada tiga Negara yang telah menggunakan jet tempur untuk menggebuk posisi pasukan ISIS, yakni Rusia, AS, dan Suriah sendiri.
Namun, terdapat suatu kendala besar bagi para pilot tempur untuk menghantam target ISIS karena para kombatan ISIS banyak yang berpangkalan atau sengaja berlindung di tengah-tengah pemukiman warga sipil.
Pilot memang hanya melepaskan bom atau rudalnya berdasar perintah dan tidak tahu persis sasaran yang berada di darat.
Tapi pada umumnya serangan udara akan selalu memakan korban jiwa warga sipil terutama anak-anak dan perempuan karena efek ledakan bom bisa menyasar apa saja tanpa pandang bulu.
Apalagi pada dasarnya ledakan bom atau rudal yang dilepaskan oleh jet tempur efek ledakkannya tidak bisa di lokalisir.
(Baca juga: (Video) Penuh Haru, Keluarga Arab Lepas Kepulangan TKW Indonesia yang Sudah 33 Tahun Bekerja Dengan Mereka)