Advertorial

Shahak, Jet Tempur Israel yang Sukses Mengalahkan Negara-negara Arab Secara Licik

Yoyok Prima Maulana

Penulis

Jet tempur Shahak yang kalah jumlah dengan jet MIG-21 Arab mesti menggunakan cara licik untuk memenangi pertempuran.
Jet tempur Shahak yang kalah jumlah dengan jet MIG-21 Arab mesti menggunakan cara licik untuk memenangi pertempuran.

Intisari-online.com - Dalam Perang Enam Hari (1967) dan Perang Yom Kippur (1973) Israel berhasil memenangkan pertempuran melawan negara-negara Arab berkat taktiknya yang jitu.

Untuk menghindari dikeroyok dalam pertempuran udara, misal satu jet tempur Mirage Israel harus melawan lima MIG-21 milik Arab, AU Israel mererapkan’’ taktik licik’’ yakni menyerang terlebih dahulu sebelum diserang.

Oleh karena itu militer Israel menerapkan strategi tempur dengan cara memilih menyerang jet-jet tempur seteru Arab-nya selagi masih di darat.

Saat Israel memutuskan untuk melakukan serangan dadakan ( pre-emptive strike) pada 5 Juni 1967, jumlah pesawat yang dapat diandalkan sesungguhnya hanya 65 unit pesawat.

BACA JUGA:‘Divisi Hantu’, Pasukan Tank Nazi yang Mampu Tawan 100.00 Pasukan Sekutu Tanpa Sempat Disadari Lawan

Pesawat-pesawat andalan AU Israel itu berasal dari jenis Mirage-IIICI buatan Prancis yang ditenagai satu unit mesin SNECMA Atar 9C dengan afterburner ini bisa melesat dengan kecepatan Mach 2.2.

Pesawat ini adalah tandingan setara bagi jet tempur MiG-21 buatan Rusia yang saat itu dimiliki oleh negara-negara Arab.

Di sisi lain Mirage unggul dalam daya tahan bahan bakar, sementara MiG-21 punya kelebihan siluet yang ramping dan kecil hingga sulit dibidik.

Jika kedua pesawat itu terpaksa harus bertarung di udara (dogfight) 2 lawan 1 atau 5 lawan 1, MiG-21 jelas akan mengalahkan Mirage dengan mudah.

Jet tempur buatan Dassaull yang terbang perdana pada 25 Juni 1955 itu dapat melesat hingga dua kali kecepatan suara. Awalnya pesawat ini dirancang untuk menandingi pesawat British Electric Lighting dan Lockheed Starfighter buatan AS.

Pesawat ini dilengkapi sepasang kanon kaliber 30 mm Ade-gun serta dirancang mampu mengusung rudal penghancur pesawat Matta 530. Israel sendiri kemudian memodifikasinya hingga mampu membawa rudal udara-ke-udara Shafir buatannya.

Pesanan Israel sebanyak 24 unit tiba mulai 4 April 1962 dan langsung ditempatkan di Skadron 101/Skadron Tempur Pertama yang bermarkas di Pangkalan Udara Hazor.

Gelombang kedua tiba sekitar Juni 1962, langsung memperkuat Skadron ke-117/Skadron Jet Pertama di Pangkalan Udara Ramat David. Sedangkan dari gelombang pengiriman terakhir, pada 1964, jet-jet ini di tempatkan di Skadron ke-119/ Skadron Atalet yang bermarkas di Pangkalan Udara Tel-Nov, dekat Tel Aviv.

BACA JUGA:Catat! Inilah Daftar Smartphone yang Tak Bisa Lagi Pakai WhatsApp Mulai Januari 2018

Di Israel, jet-jet Mirage ini dinamai Shahak yang bermakna “harapan”. Selain Mirage-IIICI, Israel juga mendapatkan tipe Mirage-IIIB yang bertempat duduk ganda.

Mirage III R berkemampuan Recce (tempur dan pengintai), serta Mirage III PR yang dilengkapi kamera di hidungnya. Sambil diterbangkan, para ahli Israel kemudian mengevaluasi kelebihan dan kekurangan pesawat-pesawat itu.

Hal ini penting dilakukan mengingat pesawat-pesawat tersebut akan bertarung melawan MiG-21. Belakangan setelah Kapten Munir Refka dari AU Irak yang membelot “menyerahkan” sebuah MiG-21 ke Israel, para ahli di AU Israel malah terkejut.

Pasalnya setelah “dibedah” diketahui bahwa ternyata terlalu riskan mengerahkan Mirage III sebagai lawan MiG-21. Untuk itu diputuskan, MiG-21 yang menjadi ujung tombak Mesir, Suriah dan Irak, harus diserang di darat, sebelum mereka sempat terbang. Kalaupun sudah terbang, jet-jet itu harus diserang sebelum mencapai ketinggian 1.000 meter di atas tanah dan mencapai kecepatan supersonik.

Pesawat MiG-21 jelas akan sulit dijatuhkan oleh pesawat-pesawat sekelasnya. Termasuk oleh sesama MiG-21.

BACA JUGA:Di Luar Dugaan, Inilah Alasan Seorang Istri Selingkuh

Untuk serangan di darat maka dirancanglah empat taktik yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pattern Alpha, Bravo, Charlie, dan Delta. Taktik ini sangat mudah dikerjakan, efesien dalam pelaksanaannya, serta menghasilkan fire power yang baik namun berisiko kecil.

Pasalnya yang diserang jet-jet tempur yang masih ‘’duduk seperti angsa di darat’’ (sitting duck), dan diserang saat dini hari ketika para pasukan yang seharusnya menjaga pangkalan udara serta pesawat dalam kondisi masih tidur.

BACA JUGA:Kisah Naif Pria Dengan Organ Intim Terpanjang di Dunia, Bermimpi Taklukkan Industri Film Porno

Artikel Terkait