Advertorial
Intisari-Online.com- September lalu, kecerdasan buatan (AI) memenuhi berita karena berhasil mendeteksi dengan akurat orientasi seksual orang dari gambar wajah.
Dilansir pada Sciencealert.com, menurut penelitian, AI ini dapat membedakan antara pria gay dan heteroseksual dengan rata-rata 81 persen keakuratan (dan 74 persen untuk wanita) dari foto.
Tidak lama kemudian berita tentang temuan ini memancing kegemparan.
Sex and Gender Diversity GroupsGLAAD dan Human Rights Campaign (HRC) kemudian mengecam penelitian ini dan menganggapnya berbahaya serta cacat.
Baja Juga:Benarkah para Jenius Seperti Einstein Lebih Suka Menyendiri? Mari Kita Lihat Sejarahnya
Baca Juga:Pelakor Makin Naik Daun Tahun Ini, Sudah Tahu Asal Usulnya?
Penelitian ini dapat menyebabkan kerugian bagi orang-orang LGBTQ di seluruh dunia.
AI, yang dilatih oleh periset dari Stanford University pada lebih dari 35.000 gambar publik pria dan wanita yang bersumber dari situs kencan Amerika, menggunakan model prediktif yang disebut regresi logistik untuk mengklasifikasikan orientasi seksual mereka (juga dipublikasikan di situs) berdasarkan fitur wajah mereka.
Ketika algoritma tersebut dihadapkan pada lima gambar wajah setiap orang, para peneliti mengklaim kebenaran prediksi sebanyak 91 persen pada pria dan 83 persen pada wanita.
Baca Juga:Menghias Pohon Pisang Hingga Makan KFC, Inilah 6 Negara Dengan Tradisi Natal yang Unik!
Baca Juga:Kisah Kucing Penyelamat Nyawa Kedua Tuannya
Namun hal ini dianggap tidak akurat karena peneliti hanya mengambil gambar pada situs kencan.
Gambar-gambar tersebut dinilai tidak persis sama dengan individu-individu asli.
Terlebih, mereka hanya mengumpulkan gambar orang kulit putih berusia antara 18 dan 40 tahun.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti ini, Chief General Officer GLAAD, Jim Halloran, mengatakan bahwa klaim AI ini sangat cacat.
Baca Juga:Georgia Bradley, Mengadopsi Anjing yang Menyelematkannya dari Dua Orang Laki-Laki di Yunani
Baca Juga:(VIDEO) Profesor Norman G. Finkelstein, Yahudi Korban Holocaust yang Begitu Gigih Membela Palestina
"Teknologi tidak dapat mengidentifikasi orientasi seksual seseorang. Namun, teknologi dapat mengenali pola dan menandai bagian kecil dari orang gay dan lesbian kulit putih di situs kencan itu," kata Halloran.
GLAAD dan HRC lebih jauh menunjukkan bahwa para peneliti hanya mengasumsikan dua orientasi seksual dan tidak menyertakan data individu biseksual.
Tapi yang lebih berbahaya, penelitian ini bahkan bisa mengancam di tangan yang salah.
"Bayangkan sejenak konsekuensi potensial jika penelitian yang salah ini digunakan untuk mendukung upaya rezim brutal menganiaya orang yang mereka percaya sebagai gay."
Shinobu Kitayama, seorang editor Journal of Personality and Social Psychology, baru-baru ini mengungkapkan bahwa makalah hasil penelitian tersebut sekarang sedang diperiksa ulang dalam tinjauan etis.
Baca Juga:Maddison Bowden, Dianggap Gila dan Aneh Ternyata Berotak Lebih Encer Dibanding Einsten dan Hawking