Advertorial

Ironis, Hak Asasi Perempuan kok Dipasrahkan kepada Robot Bernama Shopia

Muflika Nur Fuaddah
Muflika Nur Fuaddah

Editor

Intisari-Online.com- Ketenaran yang dimiliki Sophia kini membuatnya menjadi advokat untuk hak perempuan di negara di mana perempuan baru saja diberi hak untuk mengemudikan mobil September lalu.

Hanson, pencipta Sophia berkata bahwa Sophia memperjuangkan hak-hak perempuan di Arab Saudi dan semua manusia serta semua makhluk hidup di penjuru dunia.

Semua tampak mulia, tapisulit untuk tidak melihat ironi pada posisi Sophia.

Baca Juga:Hi, Minuman Keras Lokal Asal Papua Ini Dibuat Menggunakan Bangkai Tikus

Memang, dengan robot bertenaga AI seperti Sophia memperjuangkan hak-hak perempuan, mungkin inilah saatnya untuk mempertimbangkan pertanyaan pemberian hak robot AI, dan tidak hanya di Arab Saudi.

Baca Juga:Wow, Belati Milik Firaun ke-11 Mesir Kuno Ini Terbuat dari ‘Besi Meteorit’ Lho

Ini adalah pertanyaan dengan banyak perhatian dalam beberapa bulan terakhir, di luar Arab Saudi, karena para ahli mempertimbangkan jenis hak makhluk sintetis yang harus diberikan.

Raja Chatila, ketua komite eksekutif Global Initiative for Ethical Considerations in Artificial Intelligence and Autonomous Systems di Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE), menawarkan perspektif yang berbeda.

"Sebuah sistem AI, atau robot, tidak memiliki pendapat apa pun, program AI tidak dapat menawarkan debat, bahkan tidak tahu apa itu debat," kata Chatila kepada Futurism sebagaimana dilansir pada Sciencealert.com 15/12/2017.

"Dalam kasus ini, Sophia bahkan tidak tahu apa itu wanita, dan hak apa yang dimaksud. Ia hanya mengulangi teks yang telah dimasukkan oleh pemrogram manusia di dalamnya."

Baca Juga:Di Luar Dugaan, Inilah Alasan Seorang Istri Selingkuh

Baca Juga:Cucu Ki Hajar Dewantara: Kakeknya Berjuang dengan Pena, Cucunya Berjuang dengan 'Gedung'

Inilah alasan mengapa IEEE (Institute of Electrical and Electronics Engineers) baru saja menerbitkan panduan untuk pengembangan etika AI.

Ini adalah diskusi yang lebih tepat, Chatila berargumen.

Poinnya, bagaimanapun, terletak pada asumsi bahwa kecerdasan buatan tidak akan mampu mengembangkan kesadaran diri atau keinginan mereka sendiri.

Pada tahap ini, bagaimanapun, pertimbangan etis harus diterapkan pada manusia yang mengembangkan AI.

"Tapi keputusan yang diambil oleh robot ini tidak akan etis dalam arti yang sama dengan keputusan manusia, karena manusia dapat memilih etika mereka sendiri, dengan kehendak bebas mereka sendiri."

Baca Juga:Inilah Buah Dan Sayuran Yang Efektif Menangkal Flu, Sudah Murah Alami Pula!

Baca Juga:Soal Kegigihan, Baiknya Kita Berkaca pada Pasukan Gunung Nazi Ini yang Terus Bertempur Walau Tertekan

Artikel Terkait