Advertorial
Intisari-Online.com - Pembagian menjadi dua negara itu lagi-lagi menemukan masalah pelik terkait kota Yerusalem yang menjadi kota suci bagi umat Islam, Kristen, dan Yahudi.
Lalu diputuskan melalui mandat bahwa Inggris yang bertanggung jawab atas keamanan kota Yerusalem.
Atau secara de jure, Inggris tetap berkuasa secara administratif dan politik terhadap kota Yerusalem.
Jika keadaan sudah kondusif kota Yerusalem rencananya kemudian akan diserahkan kepada perwalian internasional.
(Baca juga: Luar Biasa! Bermodal Satu Tangan, Mantan Nelayan Ini Borong 5 Emas dan Pecahkan 3 Rekor ASEAN)
Dalam hal ini adalah menyerahkan pengamanan atas kota Yerusalem kepada pasukan perdamaian PBB.
Tapi rekomendasi dari Komisi Kerajaan ternyata masih menjadi masalah terutama bagi warga Arab.
Warga Yahudi yang merasa lebih diuntungkan umumnya bersedia menerima solusi yang direkomendasikan oleh Komisi Inggris.
Sebaliknya warga Arab menolaknya mentah-mentah. Warga Arab merasa dirugikan dan bahkan dikorbankan karena harus terlalu mengalah.
Rekomendasi yang semula diusulkan Komisi Inggris yang diharapkan bisa memberikan solusi pun menjadi buyar.
Permusuhan antara kedua komunitas warga Yahudi dan Arab pun kembali meletus. Inggris sendiri menjadi kebingungan atas konflik warga Yahudi dan Arab yang tak pernah padam itu.
Di tengah kebingungan Pemerintah Inggris atas wilayah Palestina. Lalu meletuslah PD II di Eropa sehingga membuat masalah warga Yahudi dan Arab di Palestina pun untuk sementara terabaikan.
PD II yang sedang berkorbar sebenarnya secara tak sengaja “menyatukan” warga Yahudi dan Arab Palestina.
(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)
Banyak warga Yahudi yang bergabung dengan militer Inggris dan warga Arab yang tergabung ke dalam pasukan Legiun Arab bertempur bersama pasukan Sekutu dan Inggris, melawan Nazi Jerman.
Dalam PD II ini sekitar enam juta orang Yahudi telah menjadi korban pembunuhan massal (holocaust) oleh pasukan Nazi Jerman.
Pasca PD II kisah tentang holocaust kaum Yahudi itu telah membuat pasukan Sekutu merasa bersalah karena tidak bisa melakukan pencegahan.
Negara-negara Eropa dan AS yang pasukannya tergabung dalam pasukan Sekutu menyadari jika peran orang Yahudi dalam PD II juga cukup besar.
Misalnya saja, sejumlah tokoh Yahudi merupakan perancang dan pembuat bom atom sehingga akibat ledakan bom atom di Jepang, PD II lebih cepat selesai.
Selain itu keberadaan warga Yahudi yang tercerai berai akibat PD II juga memusingkan negara-negara Eropa pemenang perang karena banyaknya warga Yahudi yang minta suaka.
Untuk mengatasi warga Yahudi yang domisilinya tak jelas itu, negara-negara Eropa kemudian mendukung berdirinya negara Yahudi di Palestina.
Sikap negara-negara Eropa itu merupakan langkah cuci tangan karena tak mau dipusingkan oleh keberadaan warga Yahudi lagi.
(Baca juga: Israel Pindahkan Ibukota ke Yerusalem, Tugas Pasukan PBB Asal Indonesia pun Makin Berat)
Jika mereka sudah memiliki negara yang jelas upaya untuk memulangkan warga Yahudi yang tercerai-berai pun menjadi lebih mudah.
Inggris yang masih menghadapi dilema dan masih kesulitan untuk melaksanakan Desklarasi Balfour, yang bertujuan menyelesaikan masalah kaum Yahui dan Arab secara adil jelas menjadi pusing.
Pemerintah Inggris di Palestina sendiri berusaha membatasi masuknya orang Yahudi ke Palestina karena khawatir terhadap reaksi keras warga Arab.
Tapi warga Yahudi tetap berusaha memasuki Palestina melalui jalur penyelundupan. Selain itu warga Yahudi yang berada di Palestina juga terlanjur bertambah pesat.
Jika pada tahun 1917 warga Yahudi baru berjumlah 80.000 orang pada tahun 1947 telah berubah menjadi 600.000 orang.
Sedangkan penduduk Arab di Palestina berjumlah 1.000.000 orang. Inggris berusaha keras menahan masuknya warga Yahudi ke Palestina meskipun mendapat kecaman dari negara-negara Eropa dan AS.
Pemerintah Inggris bahkan menolak permintaan Presiden AS Harry Truman agar saat itu bersedia menerima 100.000 orang Yahudi yang kehilangan tempat tinggal setelah PDII.
Tak ada pilihan lain bagi warga Yahudi yang berniat menuju Palestina kecuali lewat jalur penyelundupan, khususnya lewat jalur laut.
Tapi Angkatan Laut Inggris ternyata makin memperketat penjagaan dan berkali-kali mengusir orang Yahudi yang terus berupaya menyelundupkan diri.
Sikap keras pemerintah Inggris di Palestina ternyata mendapat perlawanan yang keras pula dari para kelompok militan Yahudi seperti Haganah, Irgun Zvai Leumi (Gerakan Militer Nasional) yang dipimpin Menachem Begin, dan Lahamei Herat Israel (Pejuang Kemerdekaan Israel).
Sejumlah teror pun makin gencar dilancarkan ke warga Arab dan pasukan Inggris sendiri.
Akibat teror itu pasukan Inggris akhirnya memilih pulang ke negaranya dan Israel akhirnya bisa mendirikan negara.
Tapi strategi teror ternyata terus diterapkan oleh Israel kepada warga Arab-Palestina hingga saat ini dan memicu konflik dengan negara-negara Arab lainnya.
(Baca juga: Perang Enam Hari, Mengingat Kembali Sejarah Jatuhnya Yerusalem ke Tangan Israel)