Advertorial
Intisari-Online.com -Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) TNI merupakan pasukan gabungan tiga angkatan (AD, AL, dan AU).
Pasukan ini disiagakan selama 24 jam untuk siap diterjunkan di medan pertempuran kapan pun, dari dari Sabang hingga Merauke.
Pasukan yang dibentuk sejak tahun 1985 ini berada langsung di bawah Panglima TNI dan diserahterimakan setiap dua tahun sekali antara DivisiInfanteri 1 Kostrad di Jakarta dengan Divisi Infateri 2 Kostrad di Malang, Jawa Timur.
Panglima Divisi I selaku Komandan PPRC memang memiliki garis komando langsung di bawah Panglima TNI.
Sebagai komandan PPRC ia membawahi pasukan gabungan dari tiga angkatan di jajaran TNI.
Ada Satgastrat (Satuan Tugas Darat) yang biasa diambil dari Brigade Infanteri Lintas Udara (Brigif Lanud) dan lazimya komandan Brigade otomastis bertindak sebagai Komandan Satgastrat.
(Baca juga:Sadis, Angkatan Laut Israel Tembaki Kapal Nelayan Palestina dan Menyebabkan 1 Orang Tewas)
Satuan ini merupakan representasi pasukan PPCR dari TNI AD.
Lalu ada Satgasla (Satuan Tugas Laut) yang bisa dimbil dari Guspurla (Gugus Tempur Laut), Guskamla (Gugus Keamanan Laut) jajaran Komando RI Kawasan Barat (Koarmabar) atau Komando RI Kawasan Timur (Koarmatim) TNI AL lengkap dengan unsur laut, tim pendarat (Marinir) dan sebagainya.
Satuan ini merupakan representasi pasukan PPCR dari TNI AL.
Yang ketiga adalah Satgasud (Satuan Tugas Udara), hanya namanya bukan Satgasud melainkan Satlakopsud (Satuan Pelaksana Operasi Udara) dipimpin oleh Komandan Satlakopsud.
Satlakopsud membawahi unsur-unsur udara di mana biasanya Dan Satlakopsud dijabat oleh Pangkoopsau I atau Pangkoopsau II secara bergantian.
Satuan dari unsur udara ini sekaligus merepresentasikan pasukan PPRC dari TNI AU.
PPRC disiagakan untuk mengantisipasi semua kontijensi (keadaan darurat) di seluruh wilayah Nusatara terutama wilayah-wilayah yang telah ditetapkan sebagai trouble spot.
Misalnya saja kawasan Papua saat ini menjadi trouble spot maka pasukan PPRC siap diturunkan sesuai dengan Rencana Operasi (RO).
RO disusun sedemikian rupa oleh ketiga angkatan dan kemudian terwadahi oleh masing-masing Satgas maupun Satlakopsud.
Siapa berbuat apa itu sudah tertera jelas di situ. Artinya pasukan tinggal menunggu hari H jam J nya saja.
Contohnya ketika TNI menurunkan PPRC di Natuna dalam rangkaian skenario Latgab TNI, yang ang terjun adalah pasukan dari satuan lintas udara.
Mereka didukung oleh alat angkut (pesawat Hercules) dari Satlakopsud yag didahului oleh adanya penerbangan pengnitai (B737-200 Surveiller), serangan udara taktis, serta juga dicover oleh pendaratan amfibi dari Satgasla.
Semua bagian sudah tahu mereka harus berbuat apa, karena dalam RO di salah satu troble spot itu sudah diatur semua sehingga setiap satuan bisa bertindak sesuai RO.
Satlakopsud sesuai dengan kemampuan udaranya bisa memainkan peran sebagai operasi dukungan udara untuk menerjunkan pasukan, juga melakukan serangan udara taktis, serangan udara langsung, pengintaian dan sebagainnya sebagaimana tersusun dalam RO.
Sementara dalam penerjunan dalam operasi Linud, Angkatan Udara juga terlibat dalam Kelompok Depan Operasi Linud (KDOL).
Yakni ada unsur Dalpur (pengendali tempur) maupun pengendali keamanannya, gabungan dari Satgarat dan Satlakopsud.
KDOL pada dasarnya bisa diterjunkan atau didaratkan, tergantung pada kondisi dan misi yang akan dilaksanakan.
Selain itu KDOL juga merupakan tugas gabungan karena dia harus menyiapkan DZ (dropping zone), pendaratan, laporan meteo dan sebagainya.
Fungsi ini biasa dilakukan oleh Paskhas, sementara bagian pengendali keamananya bisa dari pasukan Linud.
Kalau dalam operasi amfibi, tim pendahulu juga diturunkan sebelum operasi dilancarkan.
Tugas itu biasanya dilaksanakan oleh pasukan intai para amfibi.
Mereka merapat ke pantai tumpuan menggunakan berbagai cara termasuk memakai rubber duck, renang taktis dan sebagainya.
Sebagai pasukan yang tengah di-BKO dalam tugas sebagai pasukan PPRC, maka keberadaan pasukan tersebut juga tugas utamanya adalah mendukung PPRC.
Masing-masing satuan yang ditunjuk mengemban tugas PPRC akan menyeleksi personelnya.
Misalnya, di satuan Linud dari sejumlah personel yang dimiliki, akan diseleksi sebanyak 694 orang.
Dalam satu masa tugas PPRC biasanya disiagakan tiga satuan Linud yag diambil dari Brigif Linud.
PPRC melakukan latihan rutin paling tidak satu kali dalam setahun.
Latihan dimulai dengan gladi posko selama satu hingga dua minggu.
Dalam latihan bersih ini dipaparkan RO dari masing-masing angkatan untuk diuji kelayakannya.
RO dibuat bisa dengan cara merevisi RO yang sudah ada atau membuat RO yang benar-benar baru.
Gladi posko biasanya dilaksanakan di masing-masing markas Divisi Infanteri Kostrad yang sedang ditunjuk sebagai PPRC.
Rampung pelaksanaann Gladi Posko yang menghasilkan satu RO gabungan, latihan dilanjutkan kepada Gladi Lapangan atau uji RO sesungguhnya di lapangan.
Pelaksanaan bisa satu atau dua minggu tergantung RO-nya.
Namun demikian , pelaksanaan gladi lapangan bisa langsung dilaksanakan usai pelaksanaan gladi posko, atau menunggu beberapa waktu hingga didapat waktu yang pas guna menguji RO di lapangan.
Sesuai dengan mata anggaran dari Mabes TNI, pendanaan untuk latihan PPRC juga dianggarkan oleh Sops (Staf Operasi) Mabes TNI.
Sebagai kekuatan pemukul yang besar, PPRC disiapkan untuk mengantisipasi masuknya musuh dalam jumlah besar pula.
Dalam kondisi negara dalam keadaan damai pun PPRC tetap bersiaga penuh dan standby di masing-masing markas setiap angkatan.
Selama dua tahun mengemban tugas (sebelum penyerahan tugas ke Divif yang lain), PPRC tidak boleh diganggu.
Kegiatan yang masih bisa dilaksanakan paling kegiatan yang tak jauh dari pangkalan atau masing-masing markasnya .
Pasalnya jika sampai terjadi peristiwa darurat terhadap negara, PPRC siap digerakkan dalam waktu secepat-cepatnya.