Advertorial
Intisari-Online.com -Setya Novanto ternyata bukan orang baru dalam proyek pengadaan kartu identitas, baik Kartu Tanda Penduduk atau Surat Izin Mengemudi.
Meski begitu, proyek e-KTP adalah yang paling melekat dengannya saat ini.
Beberapa hari yang lalu, Ketua Umum Golkar itu kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus proyek pengadaan KTP elektronik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)—setelah sebelumnya menang di sidang praperadilan dalam penetapan serupa.
Nah, bagaimana jejak Setnov dalam proyek kartu identitas ini?
Tercatat, Novanto pernah terlibat dalam proyek pemerintah untuk pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada masa Orde Baru.
Harian Kompas, pada 2 Oktober 1992, pernah menulis sebuah laporan berjudul “Biaya SIM Model Baru Rp 52.500”.
(Baca juga:PNS Juga Bisa Kaya Tanpa Korupsi, Ayo Dicoba!)
(Baca juga:8 Fakta Menarik Seputar Sidang Kasus E-KTP saat Setya Novanto Bersaksi)
Dalam laporan itu tertera, Polri menggandeng pihak swasta dalam hal investasi peralatan komputer untuk pengadaan SIM jenis baru.
Total, 19 perusahaan swasta yang berinvestasi senilai Rp90 miliar, salah satunya adalah PT Citra Permatasakti Persada (CPP) yang dipimpin Novanto.
Saat itu, Novanto ditunjuk oleh Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut untuk memimpin PT CPP sejak tahun 1991.
Saat itu, skema kerja sama Polri dengan pihak swasta adalah dengan sewa pinjam peralatan komputerisasi selama lima tahun, di mana setelah waktu tersebut terpenuhi, semua peralatan itu menjadi milik Polri.
Untuk setiap pembuatan SIM, swasta yang jadi mitra kerja Polri dapat Rp48.500 dan Rp4.000 sisanya masuk ke kas negara.
Belakangan, proyek pembuatan SIM model baru ini jadi sorotan karena diduga ada tindak pidana korupsi.
Mengutip pemberitaan Harian Kompas 16 Maret 2005, dengan judul “Dipertanyakan, Penanganan Dugaan Korupsi Dana SIM”, terungkap, ada selisih jumlah produksi SIM yang dirilis Ditlantas Polri selaku pelaksana proyek dengan data PT CPP untuk periode yang sama.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kala itu mendata, jumlah produksi SIM oleh Ditlantas Polri sejak 5 Oktober 1992 hingga Maret 1998 mencapai 17.980.204 lembar.
Sedangkan jumlah produksi SIM oleh PT CPP hanya 16.575.710 lembar, yang artinya ada selisih 1.404.494 lembar.
Selisih jumlah produksi SIM itu diperkirakan menimbulkan kerugian negara hingga Rp15,45 miliar, yang didapat dari perkalian selisih jumlah produksi SIM dengan ongkos produksi SIM kala itu sebesar Rp11 ribu.
Novanto juga ikut dalam proyek komputerisasi KTP pada tahun 1995.
Proyek komputerisasi KTP kala itu dilakukan melalui kerja sama antara Departemen Dalam Negeri dengan PT Solusindo Mitrasejati (SMS), dengan Presiden Direktur PT SMS adalah Setya Novanto.
Dalam laporan Harian Kompas pada 8 Juni 1995 berjudul “Komputerisasi KTP Dimulai Juli” dikatakan, PT SMS berinvestasi Rp190 miliar untuk penyediaan jaringan komputer dari tingkat kecamatan sampai pusat.
Tahap pertama proyek komputerisasi KTP saat itu dilaksanakan di enam provinsi, lanjut ke 11 provinsi, kemudian menyasar seluruh wilayah di Indonesia.
Adapun sebelum penandatanganan kerja sama dengan Depdagri, PT SMS merupakan pelaksana tunggal dari aturan komputerisasi KTP.
Hal itu diperkuat melalui kerja sama PT SMS dengan Depdagri pada 27 Februari 1993.
Ujung dari sejumlah kerja sama ini adalah naiknya biaya pembuatan KTP hingga Rp3.000.
Begitulah, Setya Novanto ternyata sudah malang melintang dalam proyek pengadaan kartu identitas.
(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul "Jejak Setya Novanto dalam Bisnis SIM dan KTP di Era Orde Baru")