Advertorial

Pesawat N-219 Diresmikan, Upaya Indonesia Wujudkan Jembatan Udara pun Tak Lagi Sekadar Impian

Ade Sulaeman

Editor

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat memerlukan jembatan udara yang efektif untuk mobilitas penduduk antar propinsi dalam jarak pendek, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat memerlukan jembatan udara yang efektif untuk mobilitas penduduk antar propinsi dalam jarak pendek, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian timur.

Intisari-Online.com - Peresmian pesawat N-219 hasil kerjasama antara LAPAN dan PTDI yang kemudian dinamai Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo pada Jumat (10/11/2017) lalu di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakata merupakan hari yang bersejarah.

Menjadi hari yang bersejarah karena untuk kesekian kalinya Indonesia mampu membuktikan sebagai negara yang memiliki kemampuan penguasaan teknologi tinggi melalui keberhasilan memproduksi pesawat N-219 secara mandiri.

Indonesia melalui PTDI sebelumnya memang sudah berhasil memproduksi secara lisensi sejumlah pesawat transpor sipil dan militer seperti CN-235 dan CN-295 serta sejumlah helikopter.

Tapi untuk produksi N-219 yang merupakan kerja sama produksi LAPAN dan PTDI selaku supervisi patut mendapatkan apresiasi secara khusus mengingat masa depan pesawat ringan ini sangat menentukan masa depan NKRI.

(Baca juga: Mengenang Kejeniusan Nurtanio, Sosok yang Dijadikan Nama Pesawat N-219 oleh Jokowi)

Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat memerlukan jembatan udara yang efektif untuk mobilitas penduduk antar propinsi dalam jarak pendek, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian timur.

Terhubungnya wilayah-wilayah terpencil di Indonesia melalui jembatan udara akan membuat seluruh penduduk Indonesia makin bersatu dan juga saling terjalin komunikasinya.

Awalnya ketika Presiden Soekarno mendeklarasikan tentang pentingnya jembatan udara bagi NKRI dan kemudian diwujudkannya melalui penggunaan pesawat-pesawat transpor berbadan besar, misalnya Boeng -747, ternyata masih menghadapi kendala.

Pasalnya pesawat-pesawat itu ternyata hanya bisa mendarat di pusat-pusat kota yang memiliki bandara besar dengan fasilitas lengkap.

Warga yang mau pergi ke wilayah-wilayah terpencil begitu turun dari pesawat transpor berbadan besar masih harus berjibaku menempuh jalan darat dalam waktu beberapa jam atau bahkan hari.

Penerbangan menuju wilayah-wilayah terpencil di Indonesia menggunakan pesawat ringan, yang kemudian disebut penerbangan perintis memang sudah ada.

Misalnya penerbangan yang dikelola oleh Maskapai Penerbangan Susi Air yang sudah biasa menerbangi rute di wilayah Indonesia bagian timur.

Tapi pesawat-pesawat ringan yang digunakan masih merupakan pesawat produksi luar negeri dan jumlahnya terbatas.

(Baca juga: N219 Nyaris Jadi Pesawat yang Seutuhnya Merupakan Produksi Anak Bangsa, Jika Tak Menyinggung Bagian Ini)

Upaya membangun jembatan udara di seluruh pelosok Indonesia seperti pernah dicanangkan oleh Presiden Soekarno di tahun 1950-an, memang harus didukung oleh good will pemerintah.

Peresmian pesawat transpor N-219 produksi anak bangsa sendiri oleh Presiden Jokowi jelas telah menunjukkan good will dari pemerintah.

Artinya pemerintah RI sendiri siap membeli dan mengoperasikan N-219 dalam jumlah besar untuk menjadi jembatan udara sekaligus menjadi agen pemasaran N-219 bagi negara-negara lainnya.

Pasalnya, tanpa dukungan atau good will dari pemerintah maka program produksi dan operasional N-219 di masa depan bisa terancam gagal.

Ketika N-219 yang dinamai Nurtanio, sehingga nama lengkapnya menjadi Nasional (N)-219 Nurtanio, telah diresmikan Presiden Jokowi dan negara seperti Mexico sudah menyatakan membelinya dalam jumlah besar, good will pemerintah sesungguhnya juga sudah berjalan.

Oleh karena itu sebagai pesawat transpor ringan N-219 Nurtanio dari sisi bisnis telah memiliki masa depan yang sangat cerah.

(Baca juga: N219: Inilah Alasan Pesawat Berbaling-baling Lebih Cocok untuk Penerbangan Jarak Pendek Dibanding Pesawat Jet)

Artikel Terkait