Advertorial
Intisari-Online.com - Keberhasilan LAPAN-PTDI Memproduksi pesawat transpor ringan N-219, tidak bisa dipisahkan dari pengalaman PTDI ketika memproduksi CASA-212 bekerja sama dengan Spanyol
Ketika pada tahun 1974 militer Spanyol memutuskan untuk mengoperasikan pesawat angkut ringan CASA C-212, pesawat yang diproduksi oleh Aviocar itu ternyata menjadi perhatian dunia.
Oleh militer Spanyol CASA yang dijagokan untuk mengganti pesawat transport dari era PD II tersebut sukses diterbangkan untuk operasi penerjunan pasukan, dropping logistik dan ambulan udara serta mampu menjangkau wilayah-wilayah terpencil.
Pendaratan CASA ke pulau-pulau terpencil yang umumnya memiliki landasan udara yang pendek bisa dilakukan berkat kemampuan Short Take off and Landing (STOL) dan mesin turbopropnya.
Teknologi STOL yang dimiliki CASA memungkin pesawat transport yang sanggup mengangkut maksimal 28 penumpang itu bisa lepas landas dan mendarat pada landasan sepanjang 500 meter saja.
Sementara mesin CASA yang digerakkan oleh gas turbin bisa diperkecil energinya sehingga memungkinkan lepas landas pada jarak pendek.
Mesin turboprop yang ‘’dijinakkan’’ baling-baling memang berbeda dibanding mesin turbojet yang memerlukan landasan panjang untuk proses lepas landas dan mendarat.
Pesawat CASA yang kemudian dikembangkan ke berbagai varian pun tidak hanya diminati oleh militer Spanyol karena militer dari sejumlah negara lain juga turut mengoperasikannya.
Sejumlah negara yang mengoperasikan CASA bahkan merupakan kampiun dalam industri pesawat terbang seperti AS, Perancis, dan Swedia.
CASA yang dioperasikan oleh militer AS lazim disebut sebagai C-41 dan merupakan varian CASA-400 yang dilengkapi berbagai peralatan dan mesin lebih canggih.
(Baca juga: Bertahun-tahun Jadi ‘Macan Ompong’, LAPAN Kini Bisa Bernafas Lega Berkat Keberhasilan Pesawat N219)
Peralatan moderen yang dimiliki CASA-400 antara lain instrumen untuk terbang segala cuaca dan medan Electronic Flight Instrument Syatem (EFIS).
Perangkat EFIS ini bisa mengontrol semua sistem penerbangan mulai dari sistem elektronik pesawat, kondisi mesin, navigasi, dan lainnya.
Demikian pentingnya fungsi EFIS, perangkat ini juga telah menjadi peralatan standar bagi industri pesawat raksasa seperti Boeing dan Airbus.
Sebagai negara maju dan memiliki banyak industri pesawat tempur, militer AS rupanya hanya tertarik kepada CASA varian 400 dan tidak tertarik pada CASA varian pendahulunya seperti CASA-212-100, CASA-212-200, dan CASA-212-300.
Pada awal operasional pesawat berbadan kotak dan memiliki sayap tinggi itu oleh militer Spanyol memang bukan dioperasikan sebagai pesawat penyerang melainkan transport untuk jarak pendek.
(Baca juga: N219: Inilah Alasan Pesawat Berbaling-baling Lebih Cocok untuk Penerbangan Jarak Pendek Dibanding Pesawat Jet)
Kemampuan terbangya pun terbatas dan kabinnya tidak memiliki sistem tekanan udara sehinga CASA hanya bisa terbang pada ketinggian maksimal 3000 m.
Tapi dalam perkembangan berikutnya seperti CASA-212-300 yang telah mengalami up grade pada pergantian mesin, blade rotor yang terbuat dari komposit, sayap yang lebih vertikal, mempunyai sistem autopilot dan tekanan udara, CASA-212-300 sanggup terbang pada ketinggian 7925 m dan berkecepatan maksimal 370km dan jarak tempuh yang dicapai adalah 1433km.
Dengan jarak tempuh yang melebihi panjang pulau Jawa itu, CASA-212-300 bukan lagi pesawat transport jarak pendek tapi jarak jauh.
CASA-212-200
Setelah sukses dengan produk CASA-212-100, varian pesawat berikutnya, CASA-212-200 yang kemudian diproduksi oleh European Aeronautic Defence and Space Company (EADS)-CASA, ternyata memberi perhatian yang tinggi kepada industri penerbangan di Indonesia,IPTN yang sekarang berubah menjadi PTDI.
Kerja sama antara PTDI yang memproduksi NCASA-212-200 di bawah lisensi EADS-CASA pun mulai berjalan sejak tahun 1979 dan melahirkan sejumlah NCASA-200 untuk kepentingan militer dan sipil.
Varian NCASA-200 MPA untuk kepentingan patroli maritim pun telah berhasil diproduksi dan dioperasikan oleh TNI AL.
Pada bulan Januari 2008 EAD-CASA bahkan memutuskan untuk memindahkan seluruh fasilitas produksi CASA-212-200 ke PTDI sehingga proses pembelian dan perakitannya bisa berlangsung di PTDI.
Sejak CASA-212-200 diproduksi oleh PTDI semua intansi militer seperti TNI dan Polri telah mengoperasikan CASA-200 untuk berbagai operasi.
TNI AU yang mobilitasnya operasinya sangat tergantung oleh pesawat udara mulai mengoperasikan CASA-100/200 sebanyak sepuluh unit pada tahun 1985 dan berpangkalan di Skadron Udara IV, Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Salah satu keunggulan CASA-200 adalah kemampuan menanjak dalam waktu cepat, memiliki kapasitas angkut yang besar, dan fasilitas pintu belakang (ramp door) yang besar.
Berkat sejumlah kemampuan yang dimiliki itu, CASA-200 menjadi sangat efektif untuk operasi penerjunan udara, dropping logistik, dan operasi kemanusiaan lainnya.
Sukes operasional CASA di penerbangan militer ternyata membuat industri penerbangan komersial yang membuka jalur di daerah pelosok tertarik untuk membelinya.
Sejak tahun 1975 pun sejumlah perusahaan penerbangan swasta di berbagai negara mengoperasikan CASA-212 yang dikenal sebagai pesawat yang hemat, efektif, efesien.
Perusahaan penerbangan komersil Indonesia yang mengoperasikan CASA-212-200 antara lain Merpati Nusantara Airlines, Nusantara Buana Air, dan lainnya.
Sejumlah penerbangan swasta komersial (air charter) di AS bahkan masih mengoperasikan CASA-200 hingga saat ini.
Berdasarkan operasional CASA di berbagai negara maka ketika turunannya dikembangkan menjadi N-219 oleh LAPAN dan PT DI, dari sisi kemampuan dan teknologi dipastikan akan lebih canggih serta mumpuni.