Internet, dengan sifatnya yang begitu gampang diisi dan diedit, memang memberi kemudahan penggunanya untuk memalsukan data. Internet bisa membuat orang lupa bahwa dia sedang jatuh cinta kepada foto atau tulisan bukan kepada seseorang secara utuh.
"Saat kami bertemu, dia memang secantik fotonya. Tapi setelah menikah, saya baru tahu ternyata dia waria," ini cerita lucu Wolfgang Zober, laki-laki Jerman yang tertipu kenalannya di Facebook, seperti dikutip situs www.ananova.com.
"la jujur mengaku sudah memiliki dua anak. Tapi ternyata ia sebagai bapak, bukan ibu," katanya.
BACA JUGA: Malam Terakhir Mrs Smith Yang Begitu Memilukan
3. UNSUR KESAMAAN MEMPERBESAR PELUANG
Sebagian besar orang memilih calon pasangan berdasarkan unsur kesamaan, misalnya hobi, pendidikan, atau minat. Ini merupakan kecenderungan perjodohan dunia nyata yang tidak banyak berubah di dunia maya.
Ibarat pepatah, enggang sama enggang, pipit sama pipit. Hanya sebagian kecil yang memilih pasangan berdasarkan unsur perbedaan karena dilandasi tujuan ingin saling melengkapi.
4. MEMPERBESAR PERBEDAAN USIA
Dibandingkan perjodohan dunia nyata, perjodohan online memperbesar perbedaan usia dan tempat tinggal antarcalon pasangan.
Sekalipun sebagian orang berpikir seperti Lesna yang mencari pasangan satu daerah, perjodohan online secara umum tetap memperbesar peluang perbedaan. Ini mudah dipahami karena internet terbebas dari batas geografis.
Orang dari belahan Bumi timur bisa bertemu dengan orang dari belahan Bumi barat. Pasangan beda kota, bahkan beda negara makin lazim terjadi.
BACA JUGA: Bangsawan Wanita Tercantik dalam Sejarah Eropa Ini Miliki Rutinitas Kecantikan yang Rumit
5. BERPERILAKU SEPERTI PEMBELI BARANG
Saat memilih calon pasangan, pencari jodoh di internet punya kecenderungan "relationshopping", bersikap seperti
pembeli barang.
Seolah-olah mereka sedang melihat katalogproduk. Mereka memeriksa sangat banyak profii hanya untuk memilih sedikit untuk dijajaki, seperti memilih sebungkus cokelat di etalase tokoswalayan.
Millsom Henry-Waring, sosiolog University of Melbourne,menyebut fenomena dunia materialisme ini sebagai kecenderunganorang menganggap calon pasangan sebagai "komoditas" yang nilainya cukup ditaksir lewat satu-dua klik
BACA JUGA: Kok Ada Orang yang Banyak Makan, tapi Tak Pernah Gemuk? Begini Penjelasannya
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR