Parsinem mengakui Ahmad sering ketakutan kalau melihat orang yang tidak dikenal.
Parsinem mengatakan, semakin hari kondisi fisik anaknya sangat lemah.
Sebulan sekali, anaknya harus dibawa ke dokter spesialis anak lantaran mengalami sakit diare, panas, batu dan pilek.
"Kalau periksa harus ke dokter spesialis anak. Kalau dokter di puskesmas mereka tidak berani menangani karena kondisi jantung anak saya bocor dan sakit hernia," ucap Parsinem.
Padahal, untuk sekali periksa ke dokter anak, ia harus mengeluarkan Rp150 hingga Rp250 ribu.
Uang sebesar itu sangat berat bagi Parsinem yang mengandalkan uang kiriman dari suaminya di Kalimantan.
Parsinem mengatakan, sebelum anak keduanya lahir, ia bekerja sebagai tukang jahit.
(Baca juga: Luar Biasa, Meski Derita Penyakit Langka, Bocah Ini Masih Bisa Hasilkan Lukisan yang Menakjubkan)
Dari menjahit, ia bisa menambah pendapatan keluarganya.
Namun upayanya untuk menambah pendapatan tak lagi bisa dilakukan.
Pasalnya, setiap saat ia harus menjaga anak keduanya itu.
"Anak saya belum bisa jalan dan duduk. Jadi kalau saya tinggal sebentar saja sudah menangis," ungkap Parsinem.
Meski demikian, dia mengaku menerima kondisi anaknya dengan ikhlas dan akan membesarkan semampunya.
Parsinem berharap kondisi kesehatan anaknya bisa semakin membaik dan bisa bermain seperti layaknya anak seusianya.
"Kalau anak saya sehat maka saya bisa bekerja menjahit lagi," sebutnya.
Ditanya sudah ada bantuan dari pemerintah untuk anaknya, Parsinem menggelengkan kepala.
Sejauh ini bantuan yang datang berasal dari perorangan yang iba dengan kondisi Ahmad.
Sementara itu Kaseni (85), ibu kandung Parsinem mengaku sering membantu anaknya mengasuh Ahmad manakala bila cucunya itu sakit.
Ia tidak tega lantaran Parsinem harus seorang diri merawat Ahmad.
(Muhlis Al Alawi)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul "’Saat Melahirkan Ahmad, Perawat Langsung Menyembunyikan Bayi Saya...".
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR