Para pembaca generasi pendahulu, sebelum masa saya—bahkan pada generasi saya dan sesudahnya—mengenal satu nama tenar yang identik dengan kisah-kisah perjalanan ini, yaitu H.O.K Tanzil—disingkat dari nama panjangnya; Haris Otto Kamil Tanzil.
Keinginan untuk dapat bertemu dengan H.O.K Tanzil, seorang travel writer atau penulis perjalanan idola saya ini terbuka, saat bertemu Lily Wibisono, pemimpin redaksi INTISARI.
Berbekal nomor telepon pemberian beliau, saya terhubung dengan DR Kunadi Tanzil, putra bungsu H.O.K Tanzil.
Dari niatan melakukan secuplik wawancara serta berfoto bersama, saya justru diundang untuk santap bersama keluarga Tanzil di akhir pekan!
Tentu saja sebuah kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.
Atas nama pribadi serta kru National Geographic Traveler, saya sangat berterima kasih untuk kesempatan yang diberikan serta undangan yang dilayangkan dengan penuh rasa kekeluargaan.
Om Hok, demikian H.O.K Tanzil diakrabi, terlihat cukup sehat saat menerima kedatangan saya di kediamannya, kawasan Jakarta Selatan.
Sejak beberapa bulan terakhir, pria berusia 91 ini dibantu kursi roda untuk memudahkan mobilitas.
Satu hal yang tidak berubah darinya—seperti juga dituturkan oleh Kunadi Tanzil—adalah menenteng diary atau buku harian kemanapun.
Termasuk saat kami duduk bersama di meja makan.
Dengan detail ia menuliskan nama saya, tanggal lahir serta meminta kartu nama institusi tempat saya bekerja.
“Ini modal saya untuk menulis. Buku harian membantu saya mengingat,” Om Hok menunjuk si buku harian, lalu menambahkan tanggal dan jam saat itu pada kartu namanya, sebelum diberikan kepada saya.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR