Advertorial
Intisari-Online.com - Seperti pegawai negeri, anggota TNI pada jabatan tertentu bisa mendapatkan fasilitas kendaraan mobil atau sepeda motor demi mendukung kinerjanya.
Sebagai kendaraan dinas semua kendaraan TNI memiliki plat nomor khusus TNI yang menunjukkan asal markas dan satuannya.
Demi menunjang mobilitas kendaraan TNI yang dioperasikan oleh para anggotanya Datasemen Markas (Denma) umumnya menyediakan satu pompa bensin untuk memberi dukungan bahan bakar terhadap kendaraaan-kendaraan operasional TNI dengan aturan tertentu.
Jika kendaraan-kendaraan TNI itu mengalami kerusakan dan harus mengganti suku cadang, secara kedinasan, kendaraan itu akan diurus oleh bagian pembekalan dan angkutan (Bekang).
Jadi para personel TNI yang menggunakan kendaraan dinas, seperti juga kendaraan dinas yang dipakai oleh instansi lainnya, tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk BBM dan biaya perawatan.
Bahkan ketika kendaraan TNI masuk jalan tol dan harus bayar biasanya ada uang pengganti dari kantor.
Tapi ketika berada di jalan raya dan tempat-tempat umum kendaraan TNI yang tidak sedang dalam kondisi berdinas dalam artian tidak menjalankan misi perang serta non perang harus mematuhi aturan lalu-lintas seperti kendaraan-kendaraan umum lainnya.
Kendaraan TNI memang mendapatkan prioritas ketika sedang dalam perjalanan berupa konvoi dan ketika di tol tidak perlu membayar, bisa menerobos lampu merah tapi dengan catatan di lokasi traffick light itu sudah dijaga oleh provost, dan kendaraan lain harus “mengalah” demi memberikan jalan.
Kendaraan TNI yang bisa dibawa pulang oleh anggota yang sudah berhak mendapatkan fasilitas kendaraan dinas juga bisa digunakan oleh anggota keluarga lainnya asal dalam pemakaiannya selalu mematuhi aturan berkendara dan juga mematuhi aturan lalu-lintas.
Di luar negeri seperti AS kendaraan militer bahkan harus menuruti perintah seorang satpam untuk diatur parkirnya ketika sedang berada di ruang publik.
Personel militer AS yang sedang berkendara di uang publik sudah maklum jika mereka sedang berada di ranah hukum sipil, maka mereka harus patuhi hukum itu meskipun yang sedang menegakkan hukum adalah seorang satpam.
Mereka pun harus bayar parkir karena telah menggunakan fasilitas umum sesuai hukum atau perda yang berlaku.
Di Indonesia khususnya di era Orde Baru anggota TNI memang diistimewakan termasuk mengistimewakan kendaraan yang digunakan oleh anggota TNI bersangkutan.
Maka di era Orde Baru meskipun di jalanan hanya ada satu kendaraan berplat militer, ia tetap harus diprioritaskan.
Tak ada seorang pun yang berani mengutip uang parkir kendaraan TNI yang sedang parkir di mana pun karena memang takut.
Sayangnya Image bahwa siapa pun yang mengendarai mobil atau motor berplat TNI akan diprioritaskan dan ditakuti ternyata masih terbawa di era reformasi.
Oleh karena itu menjadi masuk akan akal jika banyak asesori TNI dipasang pada mobil-mobil pribadi atau umum supaya ditakuti.
Orang sipil membawa kendaraan berplat TNI bahkan menjadi “lebih galak” karena merasa dirinya pasti ditakuti.
Maka ketika ada satpam yang berani minta bayar parkir sesuai tarif, orang sipil yang merasa “TNI ala Orde Baru itu” menjadi tidak terima.
Apalagi ia ternyata membekali diri dengan senjata api ilegal.
Untuk menunjukkan diri bahwa ia “TNI ala Orde Baru” yang menakutkan pistol pun ikut bicara.
Padahal sudah ada aturan jelas di lingkup TNI, senjata harus disimpan di gudang ketika sedang tidak dinas karena senjata TNI sejatinya untuk berperang bukan untuk menakut-nakuti warga sipil.
Hanya satuan tertentu yang anggotanya diperbolehkan membawa senjata api dan satuan itu bukan terdiri dari personel yang gampang mencabut senjata karena masalah sepele.