Advertorial
Intisari-Online.com - Sosok Dwi Hartanto yang dijuluki sebagai ‘The Next Habibie’ kembali menjadi pembicaraan.
Tentu saja karena ‘prestasinya’. Hanya saja kali ini tidak berujung pada pujian, namun cacian.
Hal ini disebabkan oleh terungkapnay bahwa berbagai prestasi yang diklaim oleh Dwi hanyalah ‘bualan’ semata.
Padahal, sudah banyak yang mengagumi ‘prestasinya’. Bahkan Dwi sempat diberikan penghargaan.
Tentu saja sebagian besar orang, termasuk para orangtua yang membaca berita tersebut merasa geram dengan Dwi.
Namun, perlu diingat bahwa bisa jadi perilaku para orangtua tersebut saat bersama anak justru malah memicu munculnya ‘Dwi Hartanto’ baru di kemudian hari.
Mengapa? Sebab kebiasaan anak suka bohong dipengaruhi kebiasaan salah orangtua si anak.
Sadar atau tidak, orangtua membentuk karakter anak menjadi pembohong.
Berikut ini 4 kebiasaan orang tua yang bikin anak suka bohong seperti dikutip dari tribunnews.com:
Memancing dan Bohong
Anak kecil adalah makhluk yang paling mudah meniru (imitate).
Apa yang dilakukan orangtuanya akan ditiru.
Apa yang dicontohkan orangtuanya lebih membekas daripada apa yang dikatakannya.
Seribu kata-kata orangtua bisa dilupakan oleh anak begitu saja, tetapi satu saja kebiasaan orangtua akan menancap dalam perilakunya.
Sayangnya, banyak orangtua yang sejak kecil telah berbohong kepada anak.
Ini yang kemudian direkam oleh anak dan ditirunya.
Misalnya, ketika anak menangis, si ibu akan membujuknya, “Diam ya nak, kalau kamu diam, ibu akan memberikan mainan.”
Anak pun diam karena terpancing dengan kompensasi yang akan diterimanya.
Tapi setelah sekian lama menunggu, ia tidak pernah mendapatkan mainan yang dijanjikan oleh sang ibu.
Sekali saja orangtua berbohong, ini akan direkam oleh sang anak.
Ia akan membuat kesimpulan: berbohong itu tidak apa-apa. Yang lebih berbahaya, jika orangtua biasa berbohong.
Semakin sering, semakin anak akan terbiasa dengan kebohongan.
Hari ini dibohongi agar ia diam.
Besuk dibohongi agar ia mau belajar.
Besuknya lagi dibohongi agar anak mau berangkat sekolah, dan sebagainya.
Malah Mengajari
Entah sadar atau tidak, ada orangtua yang mengajari anaknya agar berbohong.
Mana mungkin? Iya, begini contohnya.
Ketika ada tamu yang tidak dikehendaki oleh orangtua, atau ketika ada pengamen yang dianggap mereka mengganggu, orangtua menyuruh anak untuk mengatakan, “Papa mama sedang tidak ada,” dan sejenisnya.
Mungkin orangtua tidak menyadari bahwa hal ini akan sangat fatal membentuk jiwa anak biasa berbohong.
Maka jangan salahkan anak jika suatu saat kita dibohongi, karena kitalah yang telah mengajarinya berbohong.
Salah Menghukum
Ada pula anak yang semula jujur menjadi ‘berlatih’ berbohong karena perlakuan orangtua yang menghukumnya saat ia jujur.
Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari saat mengisi pelatihan parenting di Dresden mencontohkan, ada anak yang mengaku memecahkan vas bunga, ia dimarahi oleh orangtuanya.
Ia jujur, ia mengaku berbuat salah, malah dijatuhi hukuman.
Belajar dari hal tersebut, anak bisa berpikir, “kalau saya mengaku, kalau saya jujur, saya pasti kena hukuman”.
Akhirnya, ia berbohong.
Ketika suatu hari ia ditanya oleh ayahnya, “Siapa yang memecahkan gelas di ruang tamu?”
Ia pun menjawab “Bukan saya, Yah”.
Lalu ia suka berbohong karena dengan berbohong seperti itu ia selamat dari marah dan hukuman.
Apresiasi yang Salah
Bisa pula anak suka berbohong karena sewaktu ia pertama kali berbohong, ia justru diapresiasi oleh orangtuanya.
Misalnya anak kita berbohong atau membohongi kakaknya, lalu kita tertawa karena merasa terhibur.
Nah, ini bisa dianggap sebagai apresiasi.
Dan anak yang membutuhkan perhatian lalu ia mendapatkannya dengan cara begini, berbohong bisa menjadi suatu yang ia suka.