Ia juga tidak pernah membuat roket bernama TARAV7s (The Apogee Ranger versi 7s).
“Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delf Aerospace Rocker Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft),” kata Dwi melalui pernyataan tertulis, Minggu (8/10/2017).
Proyek itu tidaklah datang dari Kementerian Pertahanan Belanda, Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), Airbus Defence atau Dutch Space, melainkan hanya proyek roket amatir mahasiswa.
NLR dan lembaga lain berperan sebagai sponsor terkait dana riset dan bimbingan.
Pemabahasan roket itu juga dikemukakan dalam program televisi Mata Najwa.
Saat itu, Dwi mengatakan proyek roket strategisnya digunakan pada Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Dwi menuturkan perannya sebagai technical director.
“Peranan teknis saya saat itu adalah pada pengembangan flight control module dari roket tersebut. Dengan demikian bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk dalam ring 1 teknologi ESA (European Space Agency) adalah tidak benar,” kata Dwi.
Kebohongan Dwi lainnya adalah saat ia mengaku sebagai pemenang lomba riset teknologi antar lembaga penerbangan dan antariksa dari seluruh dunia di Cologne, Jerman.
Bila benar, ia berhasil mengalahkan para peneliti dari NASA (Amerika), ESA (Eropa), dan JAXA (Jepang) dan beberapa lembaga lainnya.
Dwi menuturkan bahwa dirinya juara dalam bidang riset Spacecraft Technology. Ia membuat riset berjudul “Lethal Weapon in the Sky”. Dari riset ini ia juga membuat paten bersama timnya.
Kenyataannya, Dwi tak pernah mengikuti lomba tersebut.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR