Advertorial
Intisari-Online.com - Aksi Fredy Candra memberangkatkan 65 gurunya selama SD, SMP hingga SMA untuk jalan-jalan ke luar negeri menuai pujian.
Gila, luar biasa, istimewa, salut, hanyalah sebagian kata pujian yang terlontar sebagai reaksi atas kemurahan hati Fredy.
Fredy sendiri enggan diwawancara setelah ceritanya ramai diperbincangkan.
Ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (27/9/2017), Fredy hanya menjawab singkat.
"Kalau bisa, bapak dan ibu gurunya saja yang diwawancara, saya jangan ya," tuturnya dalam pesan WhatsApp.
Namun kemudian, Fredy kemudian menuliskan status di akun media sosialnya.
Dia mengaku tak menyangka hal ini bakal ramai diperbincangkan.
Fredy menolak menerima pujian yang diberikan kepadanya.
Bagi dia, pujian tersebut seharusnya ditujukan kepada Tuhan dan para gurunya.
Dia enggan menjadi subyek yang dibicarakan.
Dalam tulisan ini pula, Fredy mengungkapkan alasannya melakukan hal yang membuat banyak orang terkagum. Apa saja?
Berikut ini pernyataan Fredy di akun media sosialnya:
"Melihat seorang guru seperti melihat sebuah masa depan cerah yang telah dijanjikan untuk dunia ini. Ingatkah kita ketika Jepang pernah hancur? Jepang saat itu lumpuh total, Kaisar Hirohito mengumpulkan semua jenderal masih hidup dan menanyakan kepada mereka, 'berapa jumlah guru yang tersisa?'.
Betapa bernilainya seorang guru di mata Kaisar saat itu sama seperti betapa bernilainya guru saat ini. Jepang menjadi negara maju seperti saat ini tak lepas dari pengaruh dan campur tangan guru.
Bapak guru Sulikin M.pd mungkin 'khilaf' dan 'kurang bercermin' ketika menulis bahwa saya 'murid gila'. Jelas-jelas yang gila itu adalah Bapak, Bapak Ibu guru SD Sampangan, SMPN1 dan SMAN1 saya yang secara 'sembrono' mengabdikan diri lebih dari separuh usianya dari muda sampai beberapa sudah pensiun, berusaha membuat saya sebagai salah satu muridnya dan banyak murid yang lain menjadi orang sukses dan berhasil.
Yang 'gila' itu adalah Bapak Ibu guru yang mengabdi di sekolah-sekolah, madrasah, PAUD, baik di kota, di daerah dan daerah terpencil dengan gaji pas-pasan dan herannya masih mau ngajar, itu baru gila!!!
'Kegilaan' para guru itulah yang membuat saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada guru saya dengan mengajak berwisata bersama, melalui tulisan Bapak Sulikin bertajuk "Muridku Gila" yang saya pikir “ah palingan bocor halus” eh malah “mbledos” jadi viral dan ….. malah saya yang dipuji (kalau guru yang memuji saya terima deh), dikasih sanjungan teman-teman dan berbagai pihak '…hebat kamu Fred..', '….salut sama kamu…', '…kamu luar biasa…'.
Beberapa hari ini, saya mencoba dengan sekuat tenaga berusaha menerima pujian-pujian itu, ngga tau bagaimana tapi mulai dari rasa segan sampai perasaan malu selalu muncul tiap kali ada pujian disampaikan, tetapi pada akhirnya hati nurani saya tidak bisa menerima sanjungan tersebut.
Saya harap saya cukup sebagai inspirasi saja dan tidak lebih, juga kiranya teman-teman di medsos tidak lagi membahas Fredy-nya dan saya ingin mengembalikan pujian teman-teman kepada yang lebih layak menerimanya, yaitu Tuhan dan juga dalam hal ini guru-guru saya.
Harusnya “… hebat guru kamu Fred..” , ”…salut sama guru kamu…”, “… guru kamu yang itu top banget ..”
Cukup bagi saya menjadi alumni yang bisa bahagia menikmati air mata yang menetes ketika melihat foto-foto dan video gurunya yang tertawa lepas dan bahagia menikmati waktu berwisata bersama-sama yang mungkin jarang didapat selama aktif mengajar, saya bisa menangis terharu, saya bisa memeluk guru saya, ketawa-ketiwi, meminta selfie, memposting foto saya bersama guru, tanpa saya “diganggu” oleh puja-puji yang tidak sepatutnya saya terima.
Apalagi secara akademis saya tidak pantas jadi panutan, asal tahu saja jenjang S-1 pun saya tidak lulus, dan akhirnya sekarang saya bekerja jadi seorang Sales Engineer di sebuah perusahaan internet.
Saya tidak tahu apakah tulisan saya ini masih direwes, diperhatikan atau tidak, mengingat tulisan di koran online sudah terlanjur tersebar dan viral ke mana-mana, di mana saya yang malah menjadi subyeknya, analoginya ada orang hampir tenggelam ditolong, eh malah yang disanjung bukan penolongnya malah orang yang hampir tenggelam tersebut yang disanjung, kan ngga lucu.
Mudah-mudahan melalui postingan ini teman-teman bisa mengurangi pembicaraan mengenai saya, dan berbicara lebih mengenai kenangan atau sesuatu yang berkesan selama diajar oleh para guru, atau komentar saat guru berwisata, intinya subyeknya adalah “THE TEACHERS” dan bukan saya.
Pekalongan 27 Sept 2017"
(Ari Himawan Sarono)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Tuai Pujian, Ini Kata Fredy Candra yang Berangkatkan 65 Gurunya Jalan-jalan ke Luar Negeri”.