Rukayah pun telah mencoba berbagai bahan pewarna alami lain. Di antaranya, daun dan kulit jambu mede, kulit pohon jambu biji, akar mengkudu, kayu secang, dll. yang bisa menghasilkan warna coklat dan krem.
"Tapi, sejauh ini hasilnya belum memuaskan," ujarnya berterus terang.
Ketersediaan bahan pewarna alami itu dianggap penting karena banyak konsumen, khususnya dari mancanegara, lebih berminat pada produk yang bernuansa back to nature.
Kainnya susut
Selama menggeluti kerajinan gedog, Rukayah pernah mendapat pengalaman tak terlupakan yang terjadi beberapa tahun silam.
Melalui pengepul (distributor) di Bali, ia mendapat pesanan beberapa puluh lembar kain tenun gedog dari konsumen di Prancis.
Kain pesanan itu menggunakan bahan pewarna alami berukuran 90 x 200 cm per lembar.
Setelah pesanan jadi, kain dikirim ke Bali. Tapi apa lacur, sesampai di sana pesanan itu kontan dibatalkan. Alasannya, ukuran kain tidak sesuai permintaan, cuma 85 x 195 cm.
Setelah diusut-usut, perubahan ukuran kain itu ternyata akibat proses penyusutan selama penenunan. "Itu wajar. Namanya juga pekerjaan tangan, tentu hasilnya berbeda dengan pekerjaan mesin," ujar Rukayah.
Untungnya, meski pesanan dibatalkan, ia mendapat sedikit ganti rugi dan biaya ongkos. Apalagi, kain yang ditolak itu laris manis di pasar lokal.
Sejak itulah Rukayah selalu melebihkan beberapa sentimeter dari setiap ukuran kain pesanan.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR