Penulis
Intisari-Online.com – Hari ini, Rabu tanggal 14 November 2018 adalah Hari Diabetes Sedunia.
Seperti yang kita tahu, faktanya obesitas di negeri kita terus meningkat.
Dalam skala dunia, Indonesia beradadi posisi ke-10 menurut Global Burden Diseases yang dipublikasikan pada 2014.
Data terakhir dari Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) tahun 2016 menunjukkan, 20,7% penduduk dewasa berusia di atas 18 tahun mengalami obesitas.
Baca Juga : 5 Museum Mengerikan di Amerika, Salah Satunya Menyimpan Otak Einstein
Lalu bagaimana mengalahkan diabetes?
Berikut penjelasannya dalam artikel berjudul “Diabetes? Perkecil Saja Lambungnya” di Majalah Intisari yang terbit pada September 2018.
Ada berbagai cara untuk menurunkan berat badan. Seperti diet, olahraga, mengurangi asupan karbohidrat, dan masih banyak lagi.
Hanya saja masih banyak yang gagal menurunkan berat badan sekalipun sudah mencoba berbagai cara. Ada juga yang katanya sudah olahraga, tapi hasilnya tidak signifikan.
Kalaupun ada berat badan yang berkurang, hanya sedikit saja. Sulit sekali rasanya mempertahankan kebiasaan hidup untuk mendukung berat badan tetap stabil.
Kegagalan ini yang bikin banyak orang gemuk menjadi frustrasi. Sebab sekalipun sudah berjuang sedemikian rupa, hasil perjuangannya paling-paling bertahan beberapa tahun saja.
Tetapi, jangan sedih dulu.
Sebab masih ada harapan dari perkembangan ilmu dan teknologi medis masa kini untuk menurunkan berat badan.
Salah satunya adalah operasi bariatrik.
Apa itu operasi bariatrik?
Operasi bariatrik adalah operasi penurunan berat badan dengan cara memanipulasi ukuran lambung.
Terdengar seram bukan?
Namun begini penjelasnnya seperti yang dituturkan dr. Handy Wing, Sp.B, dari Omni Hospital Alam Sutera, Tangerang,
“Bariatrik berarti memanipulasi alias memperkecil ukuran lambung sehingga asupan makanan yang masuk ke lambung akan terbatas, sehingga berat badan pun berkurang perlahan,” tutur dr. Handy.
Baca Juga : Hasil Peserta Piala AFF 2018: Indonesia Akan Lawan Thailand, Malaysia Pimpin Klasemen Grup A
Rata-rata ukuran lambung manusia adalah sebesar tangan orang dewasa.
Nah, seperti balon, lambung sangat elastis untuk menampung berbagai makanan, dari pagi sampai malam hari.
Jadi jangan heran kalau ada orang yang sanggup menghabiskan makanan lebih dari tiga piring.
Teknik memanipulasi ukuran lambung ini pada dasarnya dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan diikat, dipotong, maupun operasi bypass.
Bariatrik tipe pertama dengan mengikat lambung atau dikenal sebagai adjustable gastric banding (AGB).
Prosedurnya, ujung lambung dilekatkan semacam pita elastis untuk menyumbat lambung dalam jangka waktu tertentu.
Elastisitas pita bergantung pada cairan yang disuntikkan ke saluran pita.
Handy menganjurkan jenis operasi bariatrik vertical sleeve gastrectomy (VSG), yaitu dengan memotong sebagian lambung.
Sekitar 3⁄4 bagian lambung akan dibuang, hingga tersisa ukuran lambung yang hanya cukup menampung empat sendok makanan saja.
Jika normalnya manusia kenyang setelah mengonsumsi makanan satu piring, setelah bariatrik orang tersebut hanya akan sanggup mengonsumsi makanan sangat sedikit.
Artinya walau jumlah asupan makanannya berbeda, level kekenyangannya akan tetap sama seperti orang normal.
“Di dalam lambung juga terdapat hormon rasa lapar yang disebut ghrelin. Ketika lambung dipotong maka hormon ini juga berkurang,” sambungnya.
Inilah juga yang akan mengatur nafsu makan penderita obesitas yang tadinya lapar setiap waktu, setelah bariatrik akan lapar pada waktunya saja. Intinya, jika ghrelin berkurang, maka nafsu makan juga berkurang.
Tipe ketiga bariatrik disebut mini gastric bypass (MGB), yaitu dengan membuatkan saluran langsung lambung ke usus.
Dengan MGB, lambung tak hanya diperkecil, namun disambungkan langsung dengan usus.
Jadi ketika makanan masuk lewat kerongkongan dan turun ke lambung, dalam waktu singkat akan masuk juga ke usus.
“Operasi MGB membuat orang tersebut mengasup sedikit makanan, sayangnya nutrisi dari asupan itu juga tidak diserap seluruhnya, ” jelas Handy.
Bukan operasi sedot lemak
Sayangnya, banyak orang salah kira, operasi bariatrik sama dengan operasi sedot lemak.
Dari tindakan medisnya saja jauh berbeda, pun tujuannya. Bariatrik tidak ditujukan pada pasien obesitas demi tujuan penampilan semata.
Tujuan utamanya adalah tubuh sehat dengan berat badan yang normal. Seperti diketahui berbagai gangguan kesehatan timbul ketika seseorang mengalami obesitas.
Nah, setelah bariatrik, penyakit-penyakit risiko ini diharapkan berkurang bahkan hilang sama sekali, seiring penurunan berat badan yang signifikan.
Itu sebabnya penurunan berat badan dengan bariatrik juga menawarkan manfaat yang langsung bisa dirasakan.
Apakah semua penderita obesitas bisa melakukannya?
Walau operasi ini begitu menjanjikan penurunan berat badan, tidak semua jenis obesitas bisa ditangani.
Menurut Handy, kalau kelebihan berat badannya cuma sedikit, tidak perlu operasi.
“Hanya untuk yang IMT-nya sudah melebihi 37,5 atau kategori obesitas ekstrem,” ungkap Handy.
Ada pengecualian khusus untuk orang dengan berbagai komplikasi obesitas.
Contoh mereka boleh menjalani operasi bariatrik pada angka IMT 32,5. Namun sekali lagi, sudah terdapat komplikasi obesitas.
Operasi hanya boleh dilakukan pada orang dewasa berusia 18-65 tahun yang tidak bermasalah jantung dan paru-paru.
Bariatrik juga dilakukan ketika lambung kosong dan sehat. Bila terdapat gangguan seperti luka atau infeksi, sebaiknya disembuhkan terlebih dahulu.
Sehingga bisa dikatakan bahwa operasi bariatrik dianggap sebagai langkah terakhir apabila semua jenis penanganan obesitas tidak berhasil.
Sebab, efek samping dari operasi ini adalah kemampuan lambung yang hanya mampu menampung sedikit asupan seumur hidupnya, sehingga nutrisi yang dibutuhkan tubuh tidak terpenuhi dengan maksimal.
Itulah sebabnya pasca-operasi, pasien harus rutin mengonsumsi suplemen yang tidak bisa dipenuhi melalui makanan. (Tika Anggreni Purba)
Baca Juga : Jusuf Kalla: Layanan BPJS Kesehatan Memang Harus Dibatasi Jika Indonesia Tak Ingin Bernasib Seperti Yunani