Find Us On Social Media :

Widjojokoesoemo Zaman Doeloe Bukan Wijayakusuma Zaman Sekarang

By Moh Habib Asyhad, Senin, 11 September 2017 | 19:40 WIB

Setiap orang yang ingin melihat pohon itu dari dekat harus minta izin khusus dari Menteri Kehakiman RI agar dapat memasuki Pulau Karangbandung yang masih termasuk wilayah hukum Nusakambangan.

Pulau ini dijaga sebagai tempat lembaga pemasyarakatan para narapidana kelas kakap yang berat.

Pohon jelmaan pusaka keraton Batara Kresna itu ternyata tumbuh bekek seperti bonsai raksasa, dengan akar yang mencengkeram batu karang.

Tingginya hanya 3 m, padahal di tempat lain yang lebih subur, pohon sejenis dapat sampai 13 m tingginya.

Bunganya berupa bunga majemuk, sebanyak 10 malai. Tiap malai tumbuh menjadi 20 kuntum bunga berbentuk terompet.

Kalau dihitung, jumlahnya bisa sampai ratusan yang semuanya kecil (hanya 6 mm). Tetapi pohon itu jarang berbunga.

Menurut para paranormal, berbunganya memang hanya untuk raja yang sudah direstui naik tahta.

Tetapi menurut logika para pakar botani, pohon itu turnbuh di atas batu karang yang gersang kekurangan gizi, sehingga jarang berbunga.

 Persis seperti tanaman bonsai, yang dibatasi makanannya dan dikekang pertumbuhannya. Hanya,kalau musim hujan dan cukup tersedia air pelarut zat hara dan tanahlah pohon itu mempunyai cukup  gizi dan semangat untuk berbunga.

Sampai tahun 1894, Susuhunan Paku Buwono dari Kartosuro masih menjalani tradisi ini. Sesudah itu, tidak lagi, tetapi mitos bahwa Baginda wajib memetik bunga langka itu masih saja dituturkan turun-temurun dari mulut ke telinga generasi penerus.

Dari segi botani, pohon itu masih keponakan dkat dengan kol banda Pisonia alba, yang banyak dipelihara orang sebagai pohon hias.

Tajuk daunnya yang masih muda berwarna kuning lembut, bagus sekali. Apalagi kalau disinari bulan purnama.