Find Us On Social Media :

Widjojokoesoemo Zaman Doeloe Bukan Wijayakusuma Zaman Sekarang

By Moh Habib Asyhad, Senin, 11 September 2017 | 19:40 WIB

Intisari-Online.com – Ada kepercayaan yang tak lekang oleh waktu, bahwa raja Mataram yang baru dinobatkan tidak akan sah diakui dunia kasar dan halus, kalau belum berhasil memetik bunga Widjojokoesoemo sebagai pusaka keraton.

Mengapa harus memetik bunga itu, dan mengapa kini beredar bunga wijayakusuma yang lain?

Tradisi memetik bunga itu didasarkan atas kepercayaan, bahwa pohon yang menghasilkan bunga itu jelmaan pusaka keraton Batara Kresna.

Batara titisan Wisnu ini kebetulan menjadi Raja Dwarawati. Letaknya  di dunia pewayangan sana.

(Baca juga: Ajaib, Bunga-bunga Ini Kok Bisa Tumbuh dan Mekar di Salah Satu Gurun Terkering di Dunia?)

Menurut kisah spiritual yang diteruskan dari mulut ke telinga, dan dari mulut ke telinga yang lain, pusaka keraton itu dilabuh (dihanyutkan) ke Laut Kidul oleh Kresna, sebelum beliau mangkat ke Swargaloka, di kawasan Nirwana.

Bunga penerus spirit

Apa yang terjadi?

Pusaka atribut Raja Kresna itu setelah dilabuh menjadi pohon di atas batu pulau karang. Letaknya di ujung timur Pulau Nusakambangan di selatan Kota Cilacap.

Secara fisik, pulau yang terkenal sebagai Karangbandung itu dikuasai oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, tetapi secara spiritual ia dikuasai oleh ratu siluman, Nyai Roro Kidul.

Ratu ini sering mengadakan rapat pleno di pulau itu.

Karena menurut silsilah dalam Babad Tanah Jawi raja-raja Jawa itu keturunan Bre Widjaye dari Majapahit (yang titisan Wisnu juga), maka sudah sepantasnyalah kalau para baginda mewarisi pusaka keraton Dwarawati yang kini tumbuh di Karangbandung.

Maka, raja Mataram yang baru dinobatkan juga wajib hukumnya untuk mengambil bunga pusaka yang keramat itu.