Penulis
Intisari-Online.com - Menjalankan sebuah bisnis tentu menjadi keinginan banyak orang. Apalagi bisnis tersebut menjadi ladang penghidupan bagi banyak orang.
Bukan lagi bicara kesuksesan pribadi, tetapi memberikan manfaat dan kebahagiaan dengan sesama.
Ali Muharam (31), selaku pemilik usaha kuliner Makaroni Ngehe mengatakan, dalam menjalankan bisnis maupun usaha diperlukan tekad dan kemauan yang kuat agar mampu membangun bisnis tersebut bisa terus berkembang.
Berkat kegigihannya mencari kehidupan yang lebih baik dari Tasikmalaya menuju Jakarta, Ali kini memiliki usaha yang bisa menghidupi 400 orang karyawannya.
Menurut Ali, hal tersebut menjadi kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan, berkat jerih payah keringatnya kini usaha melesat dikenal dan berguna di masyarakat.
Bermula dari satu outlet di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat pada tahun 2013, kini Makaroni Ngehe sudah melesat di berbagai kota mulai dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, hingga Yogyakarta.
Setiap harinya, outlet-outlet Makaroni Ngehe selalu dipenuhi generasi milenial yang sangat menggemari panganan olahan bercita rasa pedas.
Maklum saja, outlet dibuat seakan menarik generasi muda, dengan tampilan dan warna merah yang mencolok membuat siapa saja yang melihatnya penasaran ditambah untaian kata Ngehe yang terpampang didepan outlet.
"Dulu awal-awal satu outlet omzetnya Rp30.000 per hari, kini sudah ada 30 outlet dan rata-rata Rp3 sampai 5 juta, kalau total kurang lebih Rp3 miliar per bulan," ungkap Ali saat berbincang dengan Kompas.com di kantor Makaroni Ngehe Meruya, Jakarta Barat, Rabu (23/8/2017).
Menurut Ali bukan hal mudah saat awal menjalankan bisnis makaroni tersebut, banyak yang meragukan hingga menyayangkan menjual makanan yang sudah banyak dijual di warung-warung kelontong.
Namun dengan keunikan nama dan rasa yang berbeda, Ali samakin semangat mengembangkan usahanya, kendala dan hambatan dia nikmati sebagai bagian dari cerita membangun usaha secara mandiri.
"Tantangannya saya menjual sesuatu yang sudah banyak dijual di warung, bahkan ada yang beranggapan ngapain sih jualan kayak gitu, di warung kan sudah banyak,'' kata Ali.
Benar saja, Ali membuktikan bahwa pilihannya tak salah, dalam satu gerai Makaroni Ngehe, Ali memberikan pilihan makaroni yang berbeda dengan yang dipasaran.
Akan tetapi banyak pandangan sebelah mata dan keraguan tak membuat dirinya mundur, Ali pun semakin bersemangat, suatu waktu ada sekumpulan anak kecil yang mendatangi outlet Makaroni Ngehe pertama di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
"Bang jual apaan sih?,'' tiru Ali mengenang momen tersebut.
(Baca juga: Inilah 18 Profesi Dunia Kuliner Yang Menggiurkan)
Menurut Ali saat itu dirinya memberikan sampel produk jualannya kepada anak-anak tersebut untuk mencicipi rasa Makaroni Ngehe.
"Setelah itu ada yang tanya berapa harganya, saya jawab ada yang Rp1.000 sampai Rp5.000 per bungkus, ternyata mereka kaget karena megira harganya mahal karena saya jual di toko dengan segala interior dan ciri khas Makaroni Ngehe," jelas Ali.
Ali menjelaskan, dari momen tersebutlah Makaroni Ngehe mulai dikenal masyarakat hingga tersebar melalui promosi mulut ke mulut dan pada tahun 2015, Ali memutuskan untuk bekerja sama dengan penyedia aplikasi transportasi online yang menyediakan layanan pesan antar makanan.
Menurutnya, meyakinkan konsumen terhadap produk yang dijual bukanlah hal mudah, perlu waktu dan usaha yang keras agar produknya mampu dikenal dan tak lupa menjaga kualitas rasa dengan melakukan quality control secara berkala.
"Dulu orang cuma lihat, foto, karena tempatnya memang mencolok, warnanya merah, pakai canopy merah, namanya Ngehe, tetapi lama-lama dikenal dan saya berani buka cabang," papar Ali.
Berbagai ragam rasa, dan menu di Makaroni Ngehe pun terus Ali kembangkan demi menjaga rasa setia konsumen terhadap produknya.
Untuk saat ini saja Makaroni Ngehe menjual mulai dari Makaroni Ngehe kering, makaroni basah, makaroni campur atau mix, bihun kering, makaroni basah dan bihun kering, otak-otak, dan mie kriuk.
Kenapa diberi nama “Ngehe”
Ali Muharam, pemuda 31 tahun asal Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi sosok penting dibalik camilan yang tengah digemari generasi milenial yakni Makaroni Ngehe.
Unik memang namanya "Makaroni Ngehe".
Namun, menurut sang juru kunci bukanlah sekedar nama, tetapi memilki arti yang mendalam bagi dirinya, terutama mengenai perjalanan karir dan bisnisnya.
"Ngehe itu dari perjalanan hidup saya yang ngehe banget," ujar Ali saat berbincang dengan Kompas.com di kantor Makaroni Ngehe di Meruya, Jakarta Barat, Rabu (23/8/2017).
Ali bercerita, sebelum memulai bisnis makaroni, dirinya banyak mengalami pasang surut menjalani kehidupan.
Berbagai hambatan dan tantangan pernah dia rasakan demi mencari pundi-pundi rupiah.
Laki-laki yang merupakan lulusan salah satu Sekolah Menengah Atas di Tasikmalaya, Jawa Barat, pernah menjalani kehidupan yang membuat dirinya tekun menjalankan usahanya.
Menjadi pria daerah dan jauh dari hiruk pikuk Ibukota membuat hatinya tergerak untuk mencari penghidupan yang lebih baik menuju Jakarta.
Dengan keinginan dan tekad kuat, Ali memutuskan untuk mengadu nasib menuju Jakarta. Pada tahun 2004 ada tawaran pekerjaan datang sebagai Office Boy di salah satu perkantoran di wilayah Bogor.
Tak pikir panjang, Ali pun menerimanya. Pekerjaan sebagai Office Boy pun Ali nikmati, sambil menunggu jika ada lowongan pekerjaan di Ibukota Jakarta, kota impiannya.
"Kerjanya bersih-bersih, kadang masak, belanja kebutuhan, saya terima tawaran itu karena Bogor tidak terlalu jauh dari kota tujuan saya yaitu Jakarta," ungkap Ali.
Hingga akhirnya, waktu demi waktu, Ali kembali mendapatkan tawaran menjalankan bisnis di Jakarta, yakni membuka usaha warung makan di salah satu kantin kantor bank swasta di kawasan Senayan, Jakarta Selatan.
Rasa khawatir dan was-was pun terlintas dalam hatinya, kehidupan dan seluk beluk Ibukota Jakarta menjadi pertanyaan dalam benak pikirannya.
Menjalankan bisnis namun belum sepenuhnya paham dengan medan yang akan dirinya geluti.
"Usaha itu yang memberi modal teman saya, tetapi saya operasional sendirian, mulai dari belanja, masak, melayani benar-benar sendiri semuanya," terang Ali.
Kisah ngehe yang Ali jalani tak berhenti begitu saja, karena menjelankan operasional warung makan sendiran, Ali merasa tak mampu dengan beban yang dia lakukan setiap harinya.
Perjuangan keras bertahan hidup di Ibukota Jakarta semakin membuat dirinya tegar pada satu tekad yakni harus lebih baik dan bisa bermanfaat bagi keluarga dan orang lain.
"Selesai dari usaha warung makan, saya hanya punya uang Rp50.000 untuk hidup di Jakarta, tetapi untungnya biaya indekos sudah dibayar untuk satu bulan. Kemudian saya dapat perkerjaan jaga toko baju di Blok M, tetapi ditempatkan di Kelapa Gading," papar Ali.
Pekerjaan menjadi penjaga toko pun dia jalani, karena memiliki lokasi indekos di kawasan Jakarta Pusat, Ali memiliki kendala yakni biaya ongkos menuju tempat kerjanya di Kelapa Gading.
Jauhnya jarak tempat tinggal sementara dan lokasi pekerjaan menjadi kendala, setiap harinya Ali harus mengeluarkan ongkos sebesar Rp20.000 untuk biaya transportasi diluar biaya makan, sedangkan gaji setiap bulan yang dia peroleh hanya Rp900.000.
"Sampai suatu waktu saya tidak makan siang disaat orang lain sibuk makan siang, karena kehabisan uang, tetapi ada mbak-mbak penjaga toko lain lihat saya enggak makan, kemudian saya diberi makanan yang dia bawa dan dibagi dua untuk saya dan dia, itu jadi makan siang terbaik saya," jelasnya.
Namun kini, kisah kehidupan Ali telah berbeda, kisah-kisah Ngehe kehidupan Ali tak lagi berlanjut, kali ini dirinya sibuk mengurusi bisnis kuliner yang dia tekuni, yakni bisnis panganan olahan makaroni.
Bermodalkan pinjaman modal dari rekan dekatnya dan rasa nekat, dirinya memberanikan diri menggeluti usaha mandiri dengan modal awal Rp20 juta.
"Modal awal (Makaroni Ngehe) saya pinjam ke teman Rp20 juta, itupun saya tidak tahu bagaimana nanti balikin pinjamannya, apakah usaha saya jalan dan berkembang," kata Ali.
Bermodalkan Rp20 juta, dirinya pun mencari tempat peruntungan untuk memulai usaha Makaroni Ngehe di Jakarta, dan mendapatkan lokasi di Kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang dia kontrak secara bulanan.
Dari ide awal untuk memulai usaha dengan media gerobak pun berubah menjadi sebuah toko kecil berukuran 2x3,5 meter, tahap demi tahap dia lalui, mulai dari penataan konsep warna toko, tata pencahayaan, hingga memasak, dan melayani dengan sendiri.
"Saya jalani sendiri, dan saya tidur di sana menyatu dengan dapur di outlet pertama, setiap habis operasional jam 22.00 WIB saya bersihkan lumuran minyak, saya pel, kemudian pakai alas kertas roti dan tumpukan selimut untuk tidur setiap harinya," cerita Ali.
Usahanya pun tak sia-sia, dari omzet satu bulan dengan satu outlet sekitar Rp30.000 per hari, akhirnya delapan bulan usahanya berjalan, Ali mampu mengembalikan modal usaha yang dia pinjam sebesar Rp20 juta.
"Saya cicil setiap bulannya dan bulan kedelapan lunas, dari awal omzet Rp30.000 naik jadi Rp100.000, naik lagi hingga Rp500.000 per hari, saat itu saya bahagia sekali, karena hasil dari keringat sendiri, dari situ saya beranikan buka cabang," jelas Ali.
Kini Makaroni Ngehe sudah merambah di berbagai kota mulai dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, hingga Yogyakarta dan mampu menghabiskan makaroni 30 ton per bulan.
Ali pun bahagia telah membuka lapangan pekerjaan bagi 400 orang yang berkerja dengan dirinya, tak hanya itu, Makaroni Ngehe juga tengah membuka cabang baru yang diberi nama Makaroni Ngehe Premium dimana oultet tersebut dibuka di mal atau pusat perbelanjaan di Jakarta dan Yogyakarta. (Pramdia Arhando Julianto)
Artikel ini sudah tayang di kompas.com dengan judul “Dari Makaroni Ngehe, Ali Muharam Raup Omzet Rp3 Miliar Per Bulan” dan “Inilah Ali Muharam, Sosok di Balik Camilan Populer "Makaroni Ngehe"”.