Find Us On Social Media :

Ingin Memikat Hati Anak, Contek Cara Mendiang Pak Kasur yang Selalu Dekat dengan Anak-anak Ini!

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 20 Agustus 2017 | 08:00 WIB

Kepada ibunya dia tetap menyatakan ikut Pak Kasur. Malam itu juga dia di-konfrontir (dipertemukan) dengan pengurus rombongan. Barulah meledak tangis penyesalan gadis tanggung tersebut. la mengaku salah, membohongi orang tuanya.

Dalam siaran di TV diajarkan nyanyian Keranjang Sampah yang berisi: kalau makan pisang, kulitnya harus dibuang ke dalam keranjang sampah.

Sewaktu pisang masih murah, sambil bernyanyi anak-anak diberi pisang, dan benar-benar membuang kulit pisang ke keranjang sampah. Permainan dan nyanyian disertai perbuatan merupakan pendidikan yang konkrit. Ini salah satu dasar sistem pendidikan Pak Kasur melalui siaran anak-anak.

Atau nyanyian, Mana Bu, Sepatuku. Sudah kesiangan, sepatu yang satu tak juga ketemu. Karena itu kalau pulang sekolah, kedua belah sepatu harus disimpan baik-baik pada tempatnya.

Menurut penuturan ibu-ibu yang anak-anaknya ikut siaran Pak Kasur, siaran tersebut membawa hasil konkret. Kebanyakan anak-anak itu mempraktikkan ajaran dari siaran. Membuang kulit pisang di keranjang sampah, menyimpan sepatu pada tempatnya.

Tetapi ada juga anak yang mengadu, "Pak, Ibu tidak mau beli keranjang sampah." Bantuan orangtua tetap diharapkan, karena kewajiban mendidik pertama-tama adalah tugas mereka.

Ketika Pak Kasur masih duduk di Sekolah Guru HIK Bandung, di musim liburan dia pulang kampung ke Probolinggo, daerah Purwokerto. Di masa liburan itu pernah dia tirakat dengan tidur di kuburan. Malam hari dia bermimpi. Terdengar sayup-sayup suara, "Gembalakanlah kambing-kambing."

Pengalaman ini dituturkan oleh orangtua Pak Kasur kepada Bu Kasur disertai komentar, "Rupanya bukan kambing, tetapi anak-anak yang harus diasuh oleh suamimu." Pak Kasur sendiri, apalagi untuk publikasi, pantang sekali menceritakan sesuatu mengenai dirinya.

Dari kecil dia gemar bermain dengan anak-anak. Pilihannya memasuki sekolah guru bukan suatu kebetulan, melainkan berdasarkan kesadaran akan panggilannya sebagai pengasuh anak-anak.