Setop Mengejek para Jomblo! Penelitian Nyatakan Lajang Lebih Bahagia Dibanding Orang yang Menikah

Agus Surono

Penulis

Jangan mengira bahwa orang menikah lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang melajang. Dua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lajang lebih bahagia.

Intisari-Online.com – Hasil penelitian yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) belum lama ini menemukan data bahwa orang lajang ternyata lebih tinggi kadar kebahagiaannya dibandingkan dengan orang yang sudah menikah dan mereka yang cerai.

Kesimpulan ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dikeluarkan olehJournal of Social dan Personal Relationship pada 2015.Menjadi lajang ternyata tidak seburuk yang kita bayangkan.

Dengan menggunakan data penelitian dari Survey Nasional Amerika Serikat tentang Keluarga dan Rumah Tangga (1992-1994) serta Survey Sosial Umum (2000, 2004, 2006, 2012), peneliti menemukan fakta unik.

Natalia Sarkisian dan Naomi Gerstel menemukan bahwa orang-orang lajang memiliki kehidupan sosial yang lebih baik ketimbang pasangan yang menikah.

Orang-orang lajang alias jomblo juga memiliki tingkat sosialisasi yang lebih baik dengan teman, tetangga, orang tua, serta saudara mereka. Baik laki-laki maupun perempuan yang belum menikah juga memiliki kesempatan lebih besar untuk memberi serta menerima bantuan dari orang lain.

(Baca juga:Pekerja Berstatus Single Paling Tidak Bahagia)

Namun bukankah kita semua membutuhkan orang lain yang bisa diajak menua bersama? Para peneliti telah menemukan bahwa jawabannya tidak. Orang yang lajang hingga usia tua justru memiliki kehidupan sosial yang lebih baik dengan teman-teman serta tetangganya.

Bagaimana dengan temuan BPS?

Berdasarkan hasil survei, penduduk yang belum menikah atau lajang lebih tinggi tingkat kebahagiaannya dengan indeks 71,53 dibandingkan dengan penduduk dengan status perkawinan yang lain.

BPS merilis data indeks kebahagiaan penduduk Indonesia pada 2017. Hasil survei menunjukkan orang Indonesia cukup bahagia dengan indeks sebesar 70,69 pada skala 0-100.

"Hasilnya 70,69, semakin mendekati 100 akan semakin bagus. Kita cukup bahagia," kata Ketua BPS Suhariyanto di Kantor BPS Pusat, Selasa (15/8).

Metode pengukuran indeks kebahagiaan 2017 mengalami perubahan dibandingkan survei terakhir pada 2014. Pada 2014 indeks kebahagiaan hidup hanya mengukur dengan menggunakan dimensi kepuasan hidup. Sementara pada 2017 bertambah dengan dimensi perasaan dan makna hidup.

(Baca juga:Berbanggalah Kamu yang Sudah Menikah karena Punya Hidup yang Lebih Bahagia, Ini Alasan Ilmiahnya)

"Indeks dimensi kepuasan hidup 71,07, indeks dimensi perasaan 68,59 dan indeks makna hidup 72,23. Seluruh indeks dimensi diukur pada skala 0-100," kata Suhariyanto.

Indeks Kebahagiaan Indonesia tahun 2017 merupakan indeks komposit yang disusun oleh tiga dimensi, yaitu Kepuasan Hidup (Life Satisfaction), Perasaan (Affect), dan Makna Hidup (Eudaimonia).

Kontribusi masing-masing dimensi terhadap Indeks Kebahagiaan Indonesia adalah Kepuasan Hidup 34,80 persen, Perasaan (Affect) 31,18 persen, dan Makna Hidup (Eudaimonia) 34,02 persen.

Bila dibandingkan dengan indeks 2014 dan menggunakan metode yang sama, maka indeks 2017 sebesar 69,51 atau mengalami peningkatan 1,23 poin dibandingkan indeks kebahagiaan 2014 sebesar 68,28.

Berdasarkan indikator indeks kebahagiaan, penduduk Indonesia paling tidak puas dengan tingkat pendidikan dan keterampilannya dengan angka 59,90. "Perlu ada polesan, harus ditingkatkan," kata Suhariyanto.

(Baca juga:Wanita Paling Menderita Setelah Perceraian)

Sementara indikator paling tinggi pada keharmonisan keluarga dengan angka 80,05, selanjutnya pada keadaan lingkungan sebesar 76,09.

BPS juga membuat perbandingan indeks kebahagiaan berdasarkan klasifikasi wilayah, jenis kelamin, status perkawinan dan kelompok umur. Dari data tersebut terungkap bahwa orang yang belum menikah(single) ternyata memiliki angka indeks kebahagiaan tertinggi dari status lainnya.

\Berdasarkan hasil survei, penduduk yang belum menikah atau lajang lebih tinggi dengan indeks 71,53 dibandingkan dengan penduduk dengan status perkawinan yang lain. Penduduk dengan status menikah memiliki indeks kebahagian 71,09, penduduk dengan status cerai hidup (67,83) dan penduduk dengan status cerai mati (68,37).

"Orang yang belum menikah itu lebih bahagia. Yang paling tidak bahagia itu cerai hidup," kata Suhariyanto.

Dari kategori jenis kelamin, hasil survei menunjukkan laki-laki lebih bahagia dengan indeks kebahagian hingga 71,12 dibandingkan perempuan dengan indeks 70,30. "Hasil ini tidak berubah sejak survei 2012," kata Suhariyanto.

Adapun berdasarkan wilayah, masyarakat kota memiliki indeks kebahagiaan 71,64 atau lebih tinggi dari masyarakat desa dengan indeks kebahagiaan 69,57.

Berdasarkan sebaran menurut provinsi, penduduk Maluku Utara memiliki indeks kebahagiaan paling tinggi sebesar 75,68 atau lebih dari 5 poin dibandingkan rata-rata indeks kebahagiaan nasional. Provinsi dengan indeks kebahagiaan paling rendah adalah Papua (67,52), Sumatera Utara (68,41) dan Nusa Tenggara Timur (68,98).

(*)

Artikel Terkait