Penulis
Intisari-Online.com -Ketika masih berkuasa di Indonesia hingga bulan Agustus 1945, Jepang pernah menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Tapi janji untuk memberikan kemerdekaan itu ternyata tidak pernah terwujud dan cenderung diulur-ulur sampai pasukan Jepang di seluruh Asia Timur Raya makin terdesak oleh pasukan Sekutu.
Sejalan dengan semakin terdesaknya Jepang dalam perang Asia Timur Raya maka aspirasi nasionalisme pun semakin muncul ke permukaan.
(Baca juga:Lewat Ramalan Jayabaya, Sultan Hamengku Buwono IX Sudah Memprediksi Datangnya Kemerdekaan RI)
Para tokoh Indonesia menagih janji kemerdekaan bagi Indonesia yang selalu diulur-ulur oleh Jepang.
Bahkan sesudah PM Hideki Tojo digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso pada Juli 1944, PM yang baru itu pun tidak segera memutuskan perkara yang satu itu.
Padahal Jepang sebelumnya telah “memberikan” kemerdekaan kepada Filipina pada bulan Oktober 1943 dan menunjuk Jose Pulau Laurel sebagai presiden.
Penguluran waktu itu sesuai dengan kebijaksanaan PM Koiso, yang meskipun tahu bahwa Jepang terus dipukul mundur oleh Sekutu dan impian Jepang tentang kemenangan akhir telah buyar.
Namun dia ingin memperpanjang perang sampai Sekutu letih dan setuju mengakhiri perang lewat perundingan.
Jika ini terjadi, maka persyaratannya diharapkan tidak terlalu buruk bagi Jepang.
Karena itulah untuk Indonesia, dia pun hanya menjanjikan kemerdekaan itu pada saatnya nanti diberikan.
(Baca juga:Serangan ke Hiroshima Memang Lebih terkenal, Tapi Serangan ke Nagasaki Menyimpan Kisah yang Lebih Seru)
Demi menenangkan kaum nasionalis maka Tokyo mengizinkan kembali dikibarkannya Merah Putih dan pengenduran sikap lainnya bukan hanya di Jawa tetapi juga di luar Jawa.
Sekitar lima bulan sebelum Jepang menyerah kepada Sekutu, pada 1 Maret 1945 Jenderal Kumakichi Harada—yang menggantikan Imamura—sebagai Panglima Tentara Darat Ke-16 yang wilayahnya mencakup Indonesia, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritzu Zumbi Chosakai yang diketuai oleh dr Radjiman Widyodiningrat.
Badan ini antara lain memperdebatkan dasar dari negara yang akan dibentuk dan di sinilah Pancasila dilahirkan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945.
Pada 6 Agustus Hiroshima dihantam bom atom oleh AS dan berakibat pada goyahnyakekuasaan Jepang di Asia Timur Raya dan sekaligus pada BPUPKI.
Pada 8 Agustus atau satu minggu sebelum Jepang menyerah kalah tanpa syarat, dr Radjiman, Soekarno dan Moh Hatta oleh Jepang diterbangkan ke Saigon untuk bertemu dengan Marsekal Hisaichi Terauchi, pimpinan tentara Jepang di Asia Tenggara.
Dalam pembicaraan, Terauchi menjanjikan kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 14 Agustus.
Untuk persiapannya sebuah badan baru telah dibentuk di Jakarta, yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritzu Zunbi Inkai yang dipimpin Soekarno-Hatta.
(Baca juga:Blusukan Ala Bung Karno, Mulai dari Sawah Hingga Kawasan Pelacuran)
Mereka kembali dari Saigon pada 14 Agustus atau 5 hari setelah Nagasaki dibom atom Sekutu dan membuat Jepang makin tak berdaya.
Sehari kemudian,setelah Soekarno-Hatta tiba di Jakarta, Jepang ternyata menyatakan menyerah kepada Sekutu dan terjadi kevakuman kekuasaan di Indonesia.
Perubahan cepat terjadi di Indonesia dan kemerdekaan pun tidak jadi diberikan oleh Jepang.
Tetapi diproklamasikan sendiri oleh bangsa Indonesia sendiri pada 17 Agustus 1945.