Find Us On Social Media :

Setelah Ledakan Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki, Kaisar Jepang pun Jadi 'Manusia Biasa' Lagi

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 13 Agustus 2017 | 12:30 WIB

Intisari-Online.com - Kaisar Hirohito, kaisar ke-124 Kekaisaran Jepang, merupakan tokoh yang menjadi saksi transformasi dramatis dalam sejarah kehidupan Jepang—lebih-lebih setelah menyerah pada Perang Dunia II.

Hirohito lahir di Tokyo, 29 April 1901, dan merupakan putra pertama Kaisar Yoshihito.

Nama kecilnya adalah Michinomiya. Ia resmi menjadi putra mahkota pada 1916—dua tahun setelah Perang Dunia I dimulai.

(Baca juga: Undang-udang Baru Perbolehkan Kaisar Akihito Lengser dari Tahta Kekaisaran Jepang, Siapa Penggantinya?)

Hirohito merupakan putra mahkota Jepang pertama yang melakukan perjalanan keliling Eropa, yang dilakukannya selama enam bulan, pada tahun 1921.

Tahun 1924 Hirohito menikah dengan Putri Nagako. Pada 26 Desember 1926, setelah ayahnya mangkat, Hirohito resmi diangkat menjadi kaisar. Penobatannya dilakukan di ibukota lama Jepang, Kyoto, pada 10 November 1928.

Masa kekaisarannya yang disebut Era Showa, menunjukkan bagaimana Jepang berubah.

Di tangannya, Jepang berubah menjadi negara modern sekaligus sangat ambisius untuk segera menandingi negara-negara Barat yang industrialis. Jepang pun melakukan ekspansi militer besar-besaran kepada negara-negara tetangganya.

Sialnya, semangat militerisme yang berkembang sejalan dengan kemajuan Jepang itu lambat-laun justru membawa tragedi kepada Jepang dan rakyatnya.

Selain kalah perang dalam Perang Dunia II, dua kota Jepang, Hiroshima dan Nagasaki juga hancur lebur akibat serangan bom atom Amerika.

Kaisar Hirohito dianggap pasif dan membiarkan semua itu berjalan, sementara ia sendiri terjauhkan dari rakyatnya yang hingga akhir tahun 1945 tetap menganggap sang kaisar sebagai dewa.

Tetapi karena anggapan inilah maka Hirohito pun selamat dari tuntutan hukum oleh para pemenang perang.

(Baca juga: Jepang Siap Siaga, AS ‘Pasang Kuda-kuda’, Korsel Justru Santai Saja dengan Rencana Korut Serang Guam)

Meskipun sebagian dari mereka semula menghendaki Kaisar Hirohito dianggap sebagai penjahat perang dan harus bertanggung-jawab atas pecahnya perang serta kekejaman yang dilakukan oleh militer Jepang.

Namun dengan pertimbangan bahwa menyeret kaisar akan menimbulkan reaksi hebat dari rakyat Jepang yang mendewakannya, maka luputlah Hirohito dari pertanggungjawaban hukum perang.

Pesannya kepada rakyat Jepang dan dunia saat  pidato pada penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu (15/8) selain telah mengakhiri peperangan, mulai 1 Januari 1946, juga dinyatakan bahwa Kaisar Jepang adalah “manusia biasa”—bukan lagi dewa sebagaimana dipercaya selama sejarah kekaisaran Jepang telah berlangsung.

Satu-satunya persyaratan Jepang mau takluk kepada Sekutu hanyalah agar Kaisar tetap menduduki tahtanya. Syarat ini langsung dituruti oleh Sekutu.

Setelah perang usai, kehidupan sehar-hari Kaisar Hirohito dan keluarganya dapat diikuti oleh rakyat Jepang yang tetap menaruh hormat tinggi terhadap Hirohito serta keluarganya.

Hubungan Jepang dan AS juga makin membaik. Pada September-Oktober 1971, kedua tokoh yang mewakili dua negara yang pernah menjadi musuh bebuyutan, Hirohito dan Presiden AS Nixon bertemu di Anchorage, Alaska.

Setelah berkunjung ke AS, Hirohito kembali mengulangi kebiasaan masa mudanya dengan mengunjungi sejumlah negara Eropa.

Kunjungannya itu sekaligus merupakan lawatan  pertama Hirohito ke luar negeri sebagai seorang Kaisar Jepang.

(Baca juga: Naoto Matsumura, Orang Terakhir di Fukushima yang Memberi Makan Semua Binatang yang Tertinggal Pascatsunami Jepang 2011)

Sebagai kaisar yang sangat meminati bidang biologi-kelautan sejak masa mudanya, Hirohito pun banyak melakukan penelitian ilmiah dalam bidang itu.

Hirohito wafat pada 7 Januari 1989 akibat penyakit kanker dan kemudian digantikan oleh putranya, Kaisar Akihito.