Meskipun sebagian dari mereka semula menghendaki Kaisar Hirohito dianggap sebagai penjahat perang dan harus bertanggung-jawab atas pecahnya perang serta kekejaman yang dilakukan oleh militer Jepang.
Namun dengan pertimbangan bahwa menyeret kaisar akan menimbulkan reaksi hebat dari rakyat Jepang yang mendewakannya, maka luputlah Hirohito dari pertanggungjawaban hukum perang.
Pesannya kepada rakyat Jepang dan dunia saat pidato pada penyerahan Jepang tanpa syarat kepada Sekutu (15/8) selain telah mengakhiri peperangan, mulai 1 Januari 1946, juga dinyatakan bahwa Kaisar Jepang adalah “manusia biasa”—bukan lagi dewa sebagaimana dipercaya selama sejarah kekaisaran Jepang telah berlangsung.
Satu-satunya persyaratan Jepang mau takluk kepada Sekutu hanyalah agar Kaisar tetap menduduki tahtanya. Syarat ini langsung dituruti oleh Sekutu.
Setelah perang usai, kehidupan sehar-hari Kaisar Hirohito dan keluarganya dapat diikuti oleh rakyat Jepang yang tetap menaruh hormat tinggi terhadap Hirohito serta keluarganya.
Hubungan Jepang dan AS juga makin membaik. Pada September-Oktober 1971, kedua tokoh yang mewakili dua negara yang pernah menjadi musuh bebuyutan, Hirohito dan Presiden AS Nixon bertemu di Anchorage, Alaska.
Setelah berkunjung ke AS, Hirohito kembali mengulangi kebiasaan masa mudanya dengan mengunjungi sejumlah negara Eropa.
Kunjungannya itu sekaligus merupakan lawatan pertama Hirohito ke luar negeri sebagai seorang Kaisar Jepang.
Sebagai kaisar yang sangat meminati bidang biologi-kelautan sejak masa mudanya, Hirohito pun banyak melakukan penelitian ilmiah dalam bidang itu.
Hirohito wafat pada 7 Januari 1989 akibat penyakit kanker dan kemudian digantikan oleh putranya, Kaisar Akihito.