Penulis
Intisari-Online.com - Konflik di sejumlah negara yang berkepanjangan biasanya akan mengundang kehadiran pasukan perdamaian yang diprakarasi oleh PBB, misalnya pasukan PBB yang saat ini masih berkiprah di Lebanon.
Konflik di Lebanon yang kerap meluas menjadi konflik militer antara negara-negara Arab vs Israel atau Israel vs Hezbollah dan Hamas sering menimbulkan pertempuran besar.
Dalam situasi peperangan yang makin tak terkendali itu, penduduk sipil pun banyak yang menjadi korban.
Perang pun menjadi tragedi kemanusiaan sehingga pasukan PBB lagi-lagi terpaksa turun tangan untuk mencegah bencana kemanusiaan akibat perang itu menjadi lebih parah.
Sejak konflik Arab-Israel meletus pasukan perdamaian PBB, UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon) salah satunya dari pasukan Indonesia, selalu hadir untuk meredakan situasi meskipun peran pasukan PBB itu sendiri belum maksimal.
(Baca juga: Diduga Selundupkan Senjata, Anggota Pasukan Perdamaian Indonesia Ditangkap di Sudan)
Pasukan PBB belum bisa berperan maksimal karena militer Israel sering tidak menggubris keberadaan pasukan PBB ketika sedang melancarkan operasi militer.
Apalagi serangan militer Israel ke wilayah Lebanon merupakan serangan udara.
Masalah Lebanon di Timur Tengah memang hanya merupakan salah satu sisi problem, yang harus ditangani PBB.
Karena problem yang paling penting dan menjadi masalah pokok adalah tentang negara Palestina merdeka.
Jika negara Palestina telah merdeka dan bisa hidup berdampingan dengan Israel secara damai, maka masalah-masalah yang muncul dan membuat pusing PBB jelas akan hilang dengan sendirinya.
(Baca juga: Pertama Kali, Pasukan Perdamaian PBB Dipimpin Wanita)
Tak ada lagi ancaman perang Arab-Israel, tak ada lagi serangan pejuang Hamas atau Hezbollah, dan PBB pun bisa meninggalkan Lebanon dengan tenang.
Tapi selama di Lebanon selalu muncul konflik dengan Israel dan konflik itu selalu beruju kepada tragedi kemanusiaan, pasukan PBB masih akan tetap hadir demi menciptakan perdamaian.
Tugas pasukan PBB di Lebanon memang bersifat peacekeeper, menciptakan perdamaian tanpa kekerasan senjata dan bersifat netral.
Tugas Pasukan PBB yang bersifat peacekeeper itu akan berbeda jika dibandingkan dengan pasukan PBB yang bertugas di negara lain, misalnya Afghanistan atau Bosnia karena lebih bersifat peaceforcement.
Dalam hal ini pasukan PBB kadang kerap menggunakan kekuatan senjata untuk menciptakan perdamaian yang diterapkan secara “paksaan”.
(Baca juga: Sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB, China Diminta Indonesia untuk Menekan Israel Terkait Masjid Al-Aqsa)
Pasalnya pihak yang bersengketa dan tidak mau mematuhi resolusi yang diterapkan pasukan PBB bisa mendapat sangsi berupa serangan militer.
Sebagai contoh, dalam Perang Korea (1950-1953) hadirnya pasukan PBB dari berbagai negara yang seharusnya menegakkan perdamaian justru malah terlibat pertempuran sengit melawan pasukan Korea Utara.
Dalam hal ini bertugas sebagai pasukan PBB, bagi pasukan TNI sebenarnya sudah merupakan hal biasa dan juga sudah cukup pengalaman.
Dari sisi sejarahnya Indonesia sudah memiliki pasukan PBB yang terkenal dengan nama Kontingen Garuda Indonesia (Konga).
Pasukan PBB Indonesia ini, bahkan sudah bertugas sejak tahun 1957 ketika Mesir dilanda konflik militer di wilayah perbatasannya.
(Baca juga: Meski Diduduki Israel, PBB Menegaskan Bahwa Kota Tua Ini Milik Palestina)
Hingga saat ini pun pasukan PBB Indonesia baik dari TNI maupun POLRI masih bertugas di sejumlah negara untuk memelihara perdamaian.
Jumlah personel Indonesia yang tengah bertugas dalam berbagai United Nation Peacekeeping Operation/UN PKO (sesuai data United Nations Department of Peacekeeping Operations per 30 November 2015) adalah sejumlah 2.840 personel, dan menempatkan Indonesia di urutan ke-12 dari 124 Troops/Police Contributing Countries (T/PCC).
Personel dan Pasukan Kontingen Garuda tersebut bertugas di 10 (sepuluh) MPP PBB, yaitu UNIFIL (Lebanon), UNAMID (Darfur,Sudan), MINUSCA (Repubik Afrika Tengah), MONUSCO (Republik Demokratik Kongo), MINUSMA (Mali), MINURSO (Sahara Barat), MINUSTAH (Haiti), UNMIL (Liberia), UNMISS (Sudan Selatan), dan UNISFA (Abyei, Sudan).
Indonesia adalah negara penyumbang personel pasukan terbanyak pada misi UNIFIL (Lebanon) dengan jumlah 1,296 personel.
Salah satu misi spektakuler pasukan PBB Indonesia adalah ketika bertugas di kawasan konflik di Darfur, Sudan.
Pasukan PBB Indonesia yang tergabung dalam UNAMID berusaha keras menciptakan perdamaian kendati militer Sudan kerap tidak menunjukkan sikap kooperatif dengan cara menyerang warga sipil menggunakan pesawat tempur.
Di dalam situasi yang rawan itu pasukan PBB Indonesia yang terdiri dari unsur TNI dan Polri, salah satu tugasnya adalah mengawal bantuan kemanusian dan melindungi warga sipil dari korban perang.
Tindakan secara militer yang sebenarnya tidak disukai oleh kalangan militer Sudan sendiri. Tapi pasukan PBB Indonesia harus tetap teguh menjalankan tugasnya.
Pada tahun 2015 pasukan PBB Indonesia yang dikirim ke Sudan berjumlah cukup besar dan merupakan pasukan yang terlatih baik.
Sebanyak 800 pasukan yang dikirim dilengkapi 34 unit panser ANOA, 30 truk transport, dan 34 kendaraan ringan lainnya.
Selain bertugas untuk misi pengawalan pengiriman bantuan kemanusiaan, pasukan PBB Indonesia juga mendapat tugas membangun fasilitas kesehatan dan pendidikan.
Tugas-tugas kemanusiaan yang diemban oleh pasukan PBB Indonesia di Darfur tetap berisiko.
Sekitar 192 pasukan UNAID dari berbagai negara telah gugur dalam tugas.
Pasukan PBB Indonesia sendiri sejak tahun 1950 hingga sekarang, telah mengirimkan lebih 25.000 personel Pasukan PBB dan 31 di antaranya telah gugur dalam tugas.