Find Us On Social Media :

Soal Dana Haji, Yuk Berkaca dari Hasil Ijtima Ulama IV yang Dilangsungkan pada 2012 Lalu

By Moh Habib Asyhad, Minggu, 30 Juli 2017 | 08:00 WIB

Bergesernya Karakteristik Haji

Intisari-Online.com - Dana haji sedang ramai dibicarakan. Hal ini terkait dengan wacana pemerintah untuk menggunakan dana itu untuk membiayai proyek infrastruktur.

Lepas dari itu, jauh-jauh hari sudah ada ijtima ulama mengenai polemik ini.

(Baca juga: Banyak yang Masih Ragu, Ini Bukti Aksi Jalan Kaki Khamim dari Pekalongan ke Mekah untuk Ibadah Haji Sah dan Benar Adanya)

“Dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syar’i adalah milik pendaftar (calon jamaah haji),” menjadi butir pertama dari Hasil Ijtima Ulama IV Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada 2012 lalu.

Oleh sebab itu, jika calon jemaah haji meninggal atau sebelum berangkat ke Tanah Suci atau berhalangan yang dibenarkan secara syariah untuk berhaji, dana tersebut harus kembali kepada yang bersangkutan atau ahli warisnya.

Hasil ijtima yang sama menjelaskan, dana haji yang mengendap di rekening Menteri Agama memang boleh digunakan.

Namun, penyaluran pemanfaatannya (tasharruf) harus untuk hal-hal produktif yang dikelola dengan mitigasi tinggi atas risiko.

Menurut hasil ijtima ini, pemerintah atas nama pemilik dana dipersilakan mentasharrufkan dana tersebut ke sektor halal.

“(Sektor halal itu) yaitu sektor yang terhindar dari maisir, gharar, riba, dan lain-lain,” bunyi ijtima tersebut.

(Baca juga: Harlah NU: Kecewa terhadap Masyumi, Nahdlatul Ulama pun Sempat Menjadi Partai Politik)

Maisir, terjemahan awamnya adalah perjudian, kegiatan spekulatif, atau perolehan usaha untung-untungan.

Adapun gharar secara awam berarti kegiatan tanpa perhitungan, cenderung tidak pasti dan memiliki risiko tinggi.

Istilah riba relatif lebih sering terdengar dalam percakapan awam.

Namun, definisinya juga bukan sesederhana bunga bank, melainkan semua pengambilan tambahan hasil atau keuntungan yang dilakukan dengan melanggar prinsip muamalah dalam hukum Islam.

Forum Ijtima Ulama IV berlangsung di Pondok Pesantren Cipasung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, pada 29 Juni 2012 sampai 2 Juli 2012. 

Pembahasan soal dana haji ini masuk dalam “bundel” Masalah Fikih Kontemporer-II yang dikaji Komisi B-2 Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Tapi perlu diingat, kedudukan hukum hasil ijtima tidak serta merta menjadi fatwa. Namun, bukan sekali atau dua kali, hasil ijtima ulama “naik kelas” menjadi fatwa.

(Baca juga: Catat! Inilah 9 Aktivitas di Media Sosial yang Diharamkan oleh MUI, Salah Satunya Penyebar Hoax)

Pada forum Ijtima Ulama IV, MUI juga menyatakan dorongan untuk menjadikan hasil ijtima ulama sebagai salah satu dasar bagi hukum positif di Indonesia.

Selengkapnya hasil Ijtima Ulama IV yang tiga tema di antaranya membahas soal dana terkait haji, dapat dilihat di link ini.

Polemik mengenai dana haji kembali mencuat, setelah Presiden Joko Widodo pada Rabu (26/7/2017) menyatakan pemerintah berencana memanfaatkan dana haji untuk membiayai proyek infrastruktur.

(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul "Hasil Ijtima Ulama IV: Dana Haji adalah Milik Jemaah")