Kisah Ahmad yang Tetap Setia Berjualan Asinan Buah Sejak Zaman Soekarno

Agus Surono

Penulis

Dengan terbungkuk-bungkuk Ahmad (81) menyusuri jalanan Jakarta.

Intisari-Online.com- Bukan rahasia lagi hidup di kota-kota besar seperti Jakarta tidak hanya menguras kantong tetapi juga tenaga.

Jakarta memanglekat dengan udarapanas, macet, dan gaya hidup hedonisme.

Namun, di beberapa sudut ibu kota masih ada kehidupan yang bertentangan dengan stereotip tersebut.

Ahmad misalnya.

Di tengah panas terik matahari, kakek berusia 81 tahun ini masih semangat menjajakan asinan buah buatan istrinya.

Dilansir dari siaranKompas TVdi Facebook, Ahmad berangkat dari kontrakannya di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan sekitar pukul 08.30 WIB.

(Baca juga: Lezat dan Sehat Asinan Lan Jin)

Biasanya, Ahmad yang akrab disapa Babe ini menjajakan asinan di sekitar jalan Kapten Tendean, Jakarta Selatan.

Sambil jalan terbungkuk-bungkuk, Babe mendorong gerobak yang berisidagangan. Badannya memang sudah lama membungkuk akibat pengapuran tulang.

Lantaran kondisinya yang sudah renta, sering kali Babeharus mengehentikan perjalanan untukistirahat. Ia memang sudah tak sanggup berjalan terlalu lama apalagi jarak jauh. Bahkan tangannya tampak gemetar ketika menata bungkusan asinan di dalam gerobak.

Namun, apa daya, Babe tak mau hanya berpangku tangan demimenafkahi keluarga. Visi Babe, "Pantang Pulang sebelum Asinan Laku Terjual".

Lebih lanjut, ketika diwawancara oleh reporter Kompas TV, Desi Hartini, Babe mengaku melakukan pekerjaan inisejak 1985. Namun, sebelumnya Babe mengawali usahanya dengan berjualan buah sejak zaman Soekarno.

"Waktu itu (jualan buah) masih Presiden Soekarno, tahunnya lupa," kata Babe yang duduk didampingi sang istri, Nenah.

Dalam sehari, Babe mengantongi Rp50 ribu sampai Rp75 ribu dari hasil jualan asinan. Setiap bungkus asinan ia beri harga Rp 10 ribu.

(Baca juga: Sehat dan Langsing Berkat Nanas)

Saat ditanya soal rencana untuk berhenti bekerja, Babe mengaku tidak akan berhenti selama masih diberi kesehatan dan umur panjang. "Enggak (berhenti kerja) selagi masih ada nafas di badan, masih ada umur," kata Babe.

Sebagai istri, Nenah mengagumi semangat suaminya itu. Namun, sesekali ia pun prihatin dengan keadaan Babe. Apalagi usia dan kondisi tubuh Babe tidak memungkinkan untuk berjualan keliling.

"Ibu sih bangga, (Babe) pantang menyerah. Tapi ibu suka sedih. Sedinya ngeliat jalannya itu, sudah bongkok," kata Nenah.

Setiap harinya, usai berjualan, Babe dijemput menggunakan ojek, sementara Nenah menggantikannya menuntun gerobak ke rumah. (Maya Nirmala Tyas Lalita)

(Artikel ini sudah dimuat di Tribunnews.com dengan judul Jalan Terbungkuk-bungkuk, Begini Perjuangan Kakek 81 Tahun, Pedagang Asinan dari Zaman Soekarno)

Artikel Terkait