Find Us On Social Media :

Hebat! Kelompok Mahasiswa Ini Temukan Pewarna Alami yang Dapat Pertahankan Kualitas Kain Ulos

By Ade Sulaeman, Rabu, 5 Juli 2017 | 09:00 WIB

Pewarna alami ulos

Intisari-Online.com - Kain tenun ulos asal Sumatera Utara merupakan salah satu bagian budaya yang terus dilestarikan hingga saat ini.

Seiring waktu, perkembangan teknologi juga turut andil dalam industri kain tenun ulos.

Sehingga kini ada kain ulos tenunan dan kain ulos pabrikan. Satu ditenun, satunya lagi diproduksi dengan mesin.

Dari segi kualitas tentu berbeda. Sebab kebanyakan kain ulos tenun menggunakan benang dengan pewarna alami.

Sebaliknya, ulos pabrikan kebanyakan menggunakan pewarna kimia.

(Baca juga: FIRE, Pewarna Rambut yang Bikin Warna Rambut Kita Bisa Berubah-ubah dalam Sekejap)

Itulah sebabnya dari segi harga juga berbeda. Kain ulos yang ditenun secara tradisional dengan pewarna alami umumnya membutuhkan waktu sebulan pengerjaan.

Sehingga dijual dengan harga sekitar Rp5 juta/lembar.

Sedangkan kain ulos pabrikan yang dibuat dengan mesin tak sampai sehari pun selesai pembuatannya. Itulah sebabnya harganya juga jauh lebih murah.

Laporan dari Kompas.com menyebutkan bahwa penggunaan pewarna bahan kimia juga rupanya berdampak kurang baik bagi lingkungan.

Sisa pewarnaan benang dengan bahan kimia menjadi salah satu penyumbang pencemaran Danau Toba.

(Baca juga: Inovasi Pewarnaan Alami Ramah Lingkungan ala Merdi Sihombing)

Mirisnya lagi, kini sebagian besar perajin ulos di kabupaten Samosir, Toba Samosir, dan Tapanuli Utara mulai beralih pada pewarna kimia tersebut. Alasannya, pewarna kimia jauh lebih praktis ketimbang pewarna alami.

Perlu diketahui, pewarna alami yang dimaksud adalah pewarna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti salaon, itom, kayu jabi-jabi, dan kayu sona.

St Sitompul (49), perajin ulos di Desa Sitompul, Kecamatan Siatas Barita, Tapanuli Utara, menuturkan pada Kompas.com, bahwa perajin kain tenun ulos khas Batak saat ini jarang menggunakan zat pewarna alami.

Selain alasan kepraktisan, saat ini semakin sulit mendapatkan benang dari hasil pewarnaan bahan alami itu.

Lalu, apakah ada jalan keluar agar kualitas kain ulos tetap terjaga dan lingkungan tidak tercemar gara-gara limbah pewarna kimia?

Kelompok mahasiwa Universitas Negeri Medan (UNIMED), Sumatera Utara yang terdiri dari empat orang mahasiswa tampaknya dapat menjawab kekhawatiran itu.

Melalui penelitian mereka, keempat mahasiswa yang terdiri dari Jelita Gultom, Midun Siagian, Ucok Jhon Tamba, dan Jecky Bukit memanfaatkan ekstrak tumbuhan salaon (Indigofera tinctoria) sebagai bahan pewarna alami benang.

Selama ini, perajin memanfaatkan daun salaon untuk mendapatkan warna biru indigo untuk mewarnai benang ulos, khususnya ulos sibolang.

Namun pewarnaan dengan cara alami itu hanya dapat digunakan dalam jangka pendek dan terbatas. Istilahnya digunakan sekali pakai saja lalu dibuang. Sehingga perajin memilih pewarna kimia yang penggunaannya lebih praktis.

Namun dengan penelitan tim mahasiswa UNIMED yang memperoleh pendanaan proposan dari Kementerian Riset dan Teknologi pada Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian (PKM-P) tahun 2017 ini, tampaknya angin segar baru dapat dirasakan para perajin yang ingin menggunakan pewarna alami pada kain ulosnya.

Sebab hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pewarna alami pun dapat dipakai dalam jangka waktu yang panjang.

Caranya adalah dengan pengeburan ekstrak daun salaon yang kemudian diendapkan. Sehingga hasilnya, ekstrak tadi tidak lagi dalam keadaan cair, namun berbentuk pasta yang padat.

Hasil penelitian mahasiswa yang di bawah bimbingan Dr. Murniaty Simorangkir, MS ini juga sudah diujicobakan pada benang untuk pembuatan ulos.

Dan hasilnya menakjubkan, pewarna alami yang digunakan menghasilkan warna yang jauh lebih baik dari pewarna kimia.

Kain ulos sibolang yang menggunakan untuk pewarna alami temuan mereka itu juga sudah diujikan ketahanannya terhadap luntur. Dan terbukti pewarna ini tahan luntur warna.

Setelah disosialisasikan, temuan pasta salaon ini disambut baik oleh masyarakat perajin kain ulos. Semoga ke depannya, penggunaan pewarna alami dapat dilakukan dengan lebih baik. Sehingga kualitas kain tetap terjaga dan lingkungan juga tidak terganggu.