Penulis
Intisari-Online.com – Nasi pindang sebetulnya makanan khas dari Kudus, tapi di Semarang menjadi salah satu ikon kuliner yang sangat direkomendasikan.
Di tempat asalnya, Kudus, nasi pindang diolah dari daging kerbau. Tapi di warung Nasi Pindang Pak Ndut, daging kerbau diganti dengan daging sapi.
Selain karena sulit mendapatkan daging kerbau, penggantian dengan daging sapi ini juga untuk mengikuti selera kebanyakan orang Semarang.
Tak begitu sulit menemukan warung Pak Ndut. Di sebelah kiri Stadion Diponegoro, Anda akan menemui Jln. Stadion Selatan.
Masuk saja sekitar 100 m, Anda akan menemukan sebuah warung tenda dengan gerobak pikul, ciri khas penjual nasi pindang.
(Baca juga: Warga Dusun di Semarang Dihebohkan oleh Kedatangan Robot-robot Transformers, Mereka pun Saling Sapa)
Pak Ndut, perintis warung ini, memang berasal dari kota asal nasi pindang, yaitu Kudus. Dalam dunia perpindangan, Pak Ndut ini maestro. la telah berjualan masakan ini selama 30 tahun.
Sekarang, warung nasi pindangnya dikelola oleh Bu Musripah, anak Pak Ndut, alias generasi kedua. Meski sudah pindah generasi, Anda tak perlu khawatir cita rasanya berubah.
Bu Musripah menyiapkan nasi pindang ini dengan resep dan cara memasak yang sama seperti Pak Ndut. Sehari-hari warung ini ramai dikunjungi oleh warga sekitar dan para pegawai yang berkantor di depan warung.
Pada hari libur, warung semakin ramai oleh para pelanggan yang pulang dari gereja atau selesai berolahraga di Stadion Diponegoro. Biasanya jam ramai warung ini sekitar pukul 10.00 - 13.00.
Meski menu yang tersedia di sini hanya satu macam, yaitu nasi pindang, lauk yang disediakan sangat beragam. Semuanya olahan sapi, mulai dari babat, hati, iso, paru, kikil, lidah, pangkal lidah, hingga otak, yang tertata dengan apik di hadapan pelanggan.
(Baca juga: Kafe Jamban di Semarang Masuk Salah Satu Restoran Terunik di Dunia)
Nasi pindang di warung makan Pak Ndut ini punya cita rasa khas. Bu Musripah menuturkan, daging pindang direbus sekitar empat jam untuk mendapatkan kuah dengan rasa kaldu yang kuat.
Kuah itu sendiri berwarna cokelat tua (berasal dari keluwak) dengan aroma yang sangat sedap. Berbeda dari brongkos, masakan ini tidak menggunakan santan.
Gurihnya segar, tak ada rasa enek sama sekali. Cocok buat mereka yang menghindari makanan bersantan. Dengan ditemani sepiring kerupuk rambak dan irisan daging, nasi pindang plus kuah panas ini paling cocok dinikmati saat santap siang. Sangat menggugah selera.
Kuah pindang ini berasa manis sedikit asam. Buat Anda yang menyukai pedas, tersedia sambal yang bisa ditambahkan sesuai selera.
Sambalnya berupa cabai hijau yang ditumbuk halus, sehingga rasa pedasnya dapat bercampur merata di kuah pindang.
Satu hal lagi yang membuat nasi pindang ini khas adalah penggunaan daun so (daun melinjo) yang masih muda. Tentunya dipetik dalam keadaan segar dan dicampurkan ke dalam kuah.
Saat kita makan nasi pindang, daun so ini bisa ikut dimakan. Rasanya yang segar membuat rasa Nasi Pindang Pak Ndut makin sedap.
Penyajiannya juga khas. Nasi pindang disajikan di piring yang dialasi daun pisang. Nasi yang tidak terlalu banyak diguyur dengan kuah kaldu cokelat berisi daging dan irisan lauk.
Bukan hanya rasa masakannya, penampilan warung ini juga cukup menarik, masih tradisional, menggunakan gerobak pikul. Satu porsi nasi pindang di warung dengan daya tampung sekitar 20 orang ini dihargai sangat murah. (Danindra)
Nasi Pindang Pak Ndut
Jln Stadion Selatan, Depan BK.D Semarang (sebelah kiri Stadion Diponegoro Semarang). Teip 024-35661
Buka tiap hari Pukul 07.00 – 14.00 WIB
(Seperti pernah dimuat di Buku Wisata Jajan Solo Semarang – Intisari)