Penulis
Intisari-Online.com – Pasar Blauran hingga kini masih merupakan salah satu pasar tradisional yang penting di Surabaya, meskipun makin hari makin terkepung oleh pertokoan modern.
Selain terkenal sebagai tempat berburu buku bekas, pasar ini juga tempat berburu jajanan tradisional.
Begitu masuk pasar, kita akan langsung melewati para penjual jajanan tradisional ini tepat di lorong bagian depan pasar.
Pasar Blauran merupakan salah satu tempat favorit tukang jajan. Jajanan dan minuman yang ditawarkan sangat banyak ragamnya.
Sebagian di antaranya, klanting, klepon, putu, kue lapis, rujak gobet, jenang grendul, bubur madura, dawet, es buah, dan aneka jajan pasar lain.
(Baca juga: FOTO: Inilah Jalan Tol Fungsional yang Akan Membawa Anda dari Jakarta ke Surabaya Secara 'Gratis')
Ada pula rujak cingur, sate kerang, usus, telur puyuh, cecek (kulit sapi), jeroan, ati-ampela ayam, dan tahu kuning lengkap dengan cabai rawit dan sambal petis udang.
Aneka sate ini harganya cuma Rp 1.000,- per tusuk, kecuali sate ati-ampela ayam, Rp 1.500,-. Kisaran ini merupakan harga rata-rata jajanan di sini.
Ada pula gaplek, ketan hitam, pipilan jantung, getuk, lupis, dan saudara-saudaranya. Jajanan jenis ini bisa dimakan kering dengan tambahan parutan kelapa saja, bisa juga dinikmati dalam keadaan disiram juruh (sirup gula merah).
Di sini sebetulnya juga tersedia "kue modern" seperti cake, donat, rolltart dan sebangsanya. Tapi kebanyakan pembeli lebih menyukai jajanan tradisional seperti getuk lindri, apem, lemper, dan sejenisnya.
Selain bisa dibawa pulang, aneka jajanan dan minuman ini juga bisa dimakan di tempat. Di sini disediakan tempat duduk persis di depan piring-piring yang berisi aneka makanan itu.
(Baca juga: Jangan Lupakan Peran Orang-orang Tionghoa dalam Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya!)
Malam hari diobral
Jam buka warung-warung ini mengikuti jam buka pasar, yaitu 09.00 - 22.00. Meskipun jam bukanya seharian penuh, Titik, salah satu penjual, menjamin bahwa dawet di Pasar Blauran ini tidak basi di malam hari.
Padahal, umumnya dawet hanya tahan setengah hari jika tidak disimpan di lemari es. Ternyata rahasianya terletak di cara memasaknya.
"Jenang dan santan harus dimasak sampai benar-benar tanak (matang) menggunakan api sedang," katanya berbagi rahasia.
Jenis makanan dan jajanan yang ditawarkan para penjual memang mirip satu sama lain.
Karena jumlah penjualnya cukup banyak, jajanan pasar ini sering tidak habis terjual semuanya. Padahal, jajanan-jajanan ini kebanyakan hanya tahan satu hari.
Lalu bagaimana nasibnya kalau tidak habis?
"Daripada tidak laku, mendingan dijual murah, soalnya besok juga sudah bau," kata Titik.
Pada pukul 20.00, biasanya jajanan pasar ini diobral setengah harga. Jadi, kue yang harga rata-ratanya di pagi hari Rp 1.500,-, di malam hari dijual Rp 750,-. Bahkan ada pula yang diobral habis-habisan hingga harganya terjun bebas tinggal Rp 500,-.
Sebagian jajanan yang cepat basi, misalnya karena mengandung santan, bahkan harus dibuang hari itu juga jika tidak laku. "Kalau sampai kecut, bisa-bisa pembeli enggak kembali lagi," kata Siti, penjual yang lain.
Di kalangan masyarakat Suroboyo, obral kue ini menjadi acara yang ditunggu-tunggu. Tak jarang, mereka yang "obral-minded" sengaja menunggu datang sore hari. Biasanya acara obral ini hanya berlangsung 15 menit. Dalam tempo singkat itu, aneka jajanan ini segera ludes. (Ana/Koes)
(Seperti dimuat dalam Buku Wisata Jajan Surabaya – Intisari)