Penelanjangan Sopir Taksi Online di Bandara Adisutjipto adalah Cara Kuno Untuk Permalukan Pelaku Kriminal

Ade Sulaeman

Penulis

Sopir taksi online ditelanjangi.

Intisari-Online.com - Pada tahun 1975-an di kawasan pedesaan Yogyakarta ada perlakuan khusus untuk maling tingkat kampung yang berhasil ditangkap penduduk.

Maling tingkat kampung itu diukur dengan cara-cara malingnya yang kampungan dengan cara membobol tembok dapur berupa batu bata merah yang hanya dipasang menggunakan tanah basah (lumpur) tanpa campuran semen.

(Baca juga: Soal Sopir Taksi Online Ditelanjangi di Bandara Adisutjipto, Sultan Yogya Nilai Itu Perbuatan Tidak Beradab)

Tembok bata merah itu dilubangi menggunakan linggis sehingga bisa dimasuki sang maling yang kemudian menggondol ayam, pakaian, perabot dapur dan perhiasan yang umumnya bernilai tidak seberapa.

Sebelum masuk maling bersangkutan terlebih dahulu menidurkan lelapkan penghuni dengan ilmu sirep.

Konon ilmu sirep itu dipraktekkan dengan cara menaburkan tanah dari kuburan disertai bacaan mantera oleh si maling.

Pada era itu para maling di kawasan Yogyakarta memang ‘’tabu’’ untuk melukai penghuni karena tujuannya hanya untuk mengambil harta benda seperlunya saja.

(Baca juga: Sekarang, Akhirnya Kita Tahu: Kenapa Taksi Berwarna Kuning?)

Yang unik jika ada maling yang kemudian tertangkap, maling bersangkutan diikat tangannya dan ditelanjangi setengah badan serta hanya mengenakan celana pendek.

Maling sial itu kemudian didudukkan di teras rumah tokoh masyarakat setempat untuk dipermalukan.

Caranya mempermalukan sama sekali tidak memakai kekerasan.

Maling bersangkutan hanya ditanya ‘’kapok tidak kamu?’’ oleh warga yang datang sambil mencorengkan arang hitam di wajah sang maling.

Tentu saja si maling akan bilang kapok dan berjanji tidak akan maling lagi.

Cara kuno ini rupanya masih merasuki para sopir taksi resmi Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, sehingga diterapkan kepada sopir taksi online yang sengaja nyelonong masuk kawasan bandara.

Sopir taksi online bersangkutaan telah dianggap bersalah seperti maling dan dipermalukan dengan cara ditelanjangi setengah badan.

Para konsumen taksi di Bandara Adisutjipto memang sudah lama mengeluh karena sering jadi rebutan sopir taxi yang beroperasi di dalam bandara.

Jika konsumen lebih memilih jasa taksi di luar bandara atau taksi online, para sopir dari dalam bandara bahkan tak segan-segan menghalang-halangi.

Adu mulut yang nyaris berlanjut ke perkelahian fisik antara sopir taxi dalam dan luar bandara bahkan merupakan ‘’pemandangan biasa’’.

Sikap yang seharusnya dihindari mengingat Yogyakarta dikenal sebagai kota yang santun dan menjungjung tinggi tata krama (unggah ungguh).

Artikel Terkait