Saburo Sakai, Malaikat Pencabut Nyawa Para Pilot Tempur Sekutu

Ade Sulaeman

Penulis

Saburo Sakai

Intisari-Online.com - Salah satu pilot tempur Jepang yang berjaya dalam duel udara selama PD II melawan pesawat-pesawat tempur Sekutu adalah Saburo Sakai.

Puluhan pesawat tempur Sekutu berhasil ditembak jatuh Saburo yang bertempur dengan semangat seorang samurai itu .

Ia bahkan merupakan salah satu pilot kamikaze Jepang yang selamat meskipun telah berusaha menabrakkan pesawat tempurnya menuju salah satu kapal perang AS.

(Baca juga: Heroiknya Yamato, Kapal Perang Andalan Jepang Pada Perang Dunia II yang Akhirnya Tenggelam Setelah Digempur 386 Pesawat Tempur!)

Sebagai pilot pesawat tempur Jepang yang berhasil menembak lebih dari 60 pesawat Sekutu, Saburo Sakai merupakan salah satu pilot legendaris Jepang yang masih hidup hingga PD II berakhir.

Tak hanya itu beberapa puluh tahun kemudian, Saburo yang berkunjung ke AS bahkan sempat bertemu dengan pilot-pilot yang menjadi lawannya, termasuk penembak yang berposisi di samping (rear gunner) yang nyaris membunuhnya dalam pertempuran di ruang udara Guadalcanal.

Salah satu puteri Saburo, bahkan disekolahkan ke AS dan menikah dengan warga AS.

Saburo Sakai lahir di Saga, Jepang, tanggal 25 Agustus 1916. Keluarga Saburo masih merupakan samurai tulen yang hidup sebagai petani.

(Baca juga: Hidup di Kota yang Hancur Lebur: Melihat Warga Berlin Jatuh Miskin Setelah Perang Dunia II Berakhir)

Pada usia 16 tahun Saburo bergabung dengan AL Jepang. Ia mendapat peran sebagai operator meriam dan mendapat pendidikan penerbang walaupun sebenarnya dirinya tidak ada keinginan untuk menjadi pilot pesawat tempur.

Ketika Jepang berperang melawan China (1939), Saburo pun dikirim ke medan perang dan mengoperasikan pesawat Mitsubishi A5M.

Kepiawaiannya sebagai pilot tempur mulai tampak saat Saburo berhasil menembak jatuh pesawat pembom China buatan Rusia, DB-3.

Berkat ketrampilannya, Saburo kemudian dipercaya untuk menerbangkan Mitsubishi A6M2 Zero dan menjadi semacam malaikat maut yang siap merontokkan pesawat musuh.

(Baca juga: Douglas MacArthur, Pahlawan Besar AS saat Perang Dunia II Namun 'Dipecat' saat Perang Korea)

Pada saat PD II, Saburo yang tergabung pada Skadron Tainan Kokutai bertempur di Filipina melawan pesawat-pesawat tempur AS.

Dalam dogfight di atas Clark Airfield, Saburo berhasil merontokkan sebuah pesawat P-40 yang sekaligus merupakan korban pertamanya yang ditembak jatuh oleh Jepang.

Sejumlah pesawat AS pun terus berjatuhan akibat aksi maut Saburo dan koleganya di atas ruang udara Filipina.

Dalam pertempuran berikut, Saburo dan skadronnya bahkan dikenal sebagai armada yang paling banyak merontokkan pesawat Sekutu.

Saburo sendiri terus membukukan diri sebagai ace pilot Jepang yang tangguh bak malaikat pencabut nyawa di udara. Korbannya mencapai puluhan pesawat.

Tatkala dikirim ke pertempuran di Guadalcanal, Saburo kembali terlibat dog fight sengit melawan pesawat-pesawat AS yang diawaki oleh kru yang lebih berpengalaman.

Saat itu Saburo berusaha menembak jatuh pembom AS, Douglas SDB-3 Daunless yang baru saja lepas landas dari kapal induk USS Enterprise.

Tapi kali ini saburo kena batunya karena salah menilai kekuatan Dauntless.

Saat Saburo menghujani Dauntless dengan ratusan peluru senapan mesin, efek yang ditimbulkan dari tembakan gencar itu tak menimbulkan ledakan karena fuselage dan tanki bahan bakar SBD-3 Dauntless telah dilindungi lapis baja.

Rear Gunner SBD, Harold L. Jones, pun memberikan balasan dengan kanon kaliber 30 mm-nya.

Akibatnya, kokpit A6M2 Zero Saburo terhajar tembakkan dan salah satu peluru menyerempet kepalanya hingga menimbulkan luka parah.

Dalam kondisi seperti itu Saburo membuat manuver menukik seolah mau jatuh ke laut.

Darah mengucur dari wajah Saburo dan salah satu matanya tak bisa melihat.

Saburo yang merasa sekarat kemudian memutuskan untuk mencari kapal perang musuh dan berniat melakukan serangan kamikaze dengan cara menabrakkan pesawatnya.

Sebagai seorang Samurai, Saburo juga ingin mati secara ksatria. Mati bersama sebanyak mungkin musuh.

Tapi Saburo ternyata tak menemukan sasaran dan dalam kondisi terluka parah serta pesawat Zero-nya rusak, Saburo memutuskan untuk mendarat di Pangkalan Jepang terdekat, Rabaul.

Kendati pendaratannya tidak mulus, Saburo berhasil mendarat dan kemudian dibawa ke Jepang untuk dirawat.

Kurang lebih 6 bulan Saburo mendapat perawatan sebelum kemudian kembali melaksanakan latihan terbang. Termasuk latihan terbang kamikaze.

Tahun 1944, Saburo yang hanya memiliki satu mata, bergabung dengan Skadron Yokosuka Air Wing dan dikirim ke pertempuran Iwo Jima.

Dalam pertempuran ini Saburo sengaja mencegat 15 pesawat tempur F6F AS dan terlibat dogfight sengit selama 20 menit.

Ia berhasil lolos tanpa ada satu peluru pun yang mengenai pesawatnya. Hingga perang usai, Saburo paling sedikit telah menembak jatuh 60 pesawat tempur AS.

Paska PD II, Saburo kembali menjalani kehidupan sebagai seorang sipil dan Budhis di Jepang.

Ia berjanji untuk tak membunuh lagi bahkan membunuh seekor nyamuk pun sudah tidak sanggup. Untuk menghidupi keluarga Saburo mendirikan usaha cetak kecil-kecilan.

Dalam beberapa tahun, usaha cetak Saburo berkembang menjadi perusahaan besar.

Ia sempat berkunjung ke AS dan bertemu awak SBD-3 Dauntless yang dulu menjadi musuhnya dalam pertempuran udara Guadalcanal serta beramah tamah sepanjang hari.

Pada tanggal 22 September 2000, Saburo yang juga dikenal sebagai fighter Zero dengan nyawa rangkap itu meninggal karena serangan jantung.

Artikel Terkait