Penulis
Intisari-Online.com – Sebuah laporan mengerikan tentang pelecehan seksual yang luas yang diduga dilakukan oleh pejabat Korea Utara terhadap wanita biasa terangkum dalam sebuah laporan baru.
Laporan setebal 98 halaman tersebut dibuat oleh Human Rights Watch (HRW) dan dirilis pada Kamis (1/11/2018).
Isinya terkait hasil kompilasi selama dua tahun yang didasarkan pada puluhan wawancara dengan korban pelecehan seksual yang telah melarikan diri dari Korea Utara.
"Kontak dan kekerasan seksual sangat umum di Korea Utara dan telah diterima sebagai bagian dari kehidupan biasa," kata laporan itu.
Baca Juga : Kulit Leher Belakang Menebal dan Menghitam, Bisa Jadi Tanda Penyakit-penyakit Ini
Hanya satu orang yang melapor
Dari semua korban penyerangan seksual yang diwawancarai untuk laporan itu, hanya satu yang mengatakan dia telah mencoba untuk melaporkannya.
Sementara yang lain tidak melaporkan penyerangan yang mereka derita karena mereka tidak mempercayai polisi dan tidak percaya bahwa polisi akan bersedia mengambil tindakan.
Contohnya HRW (nama samaran).
HRW adalah seorang wanita berusia 40 tahun dan dia telah diserang secara seksual berkali-kali.
"Mereka menganggap kami mainan (seks). Kami berada di bawah belas kasihan manusia,” ucapnya dalam laporan.
Baca Juga : Tak Mau Sekolah Karena Belum Kerjakan PR, Bocah SD ini Ancam Lompat dari Lantai 33 Gedung Pencakar Langit
Dia mengatakan bahwa iklim pelecehan seksual begitu meresap sehingga telah dianggap ‘normal’. Baik bagi para pelaku dan juga korban.
Meski sebagai korban, terkadang dia menangis di malam hari tanpa alasan jelas.
Dilaporkan oleh CNN pada Kamis (1/11/2018), laporan tersebut mewawancarai 106 warga Korea Utara yang terdiri dari 72 wanita, empat anak perempuan, dan 30 pria.
Semua diwawancarai di luar negeri.
Sembilan dari sepuluh wanita diserang
Seorang mantan perwira polisi dari Korea Utara yang juga korban pelecehan seksual, Heo Jong-hae, mengatakan kepada CNN bahwa 90% dari wanita telah dilecehkan secara seksual.
Bahkan salah satu temannya yang menjadi korban pada usia 17 tahun memutuskan untuk bunuh diri.
“Dia selalu menangis dan selalu berkata ingin mati,” cerita Heo.
“Orangtuanya menasihatinya untuk pulang sebelum gelap untuk menghindari pemerkosaan, tetapi hal-hal seperti ini bisa terjadi di siang hari bolong.”
“Setelah aksi pemerkosaan tersebut, dia memutuskan bunuh diri.”
Baca Juga : 4 Masalah Kesehatan Saat Naik Pesawat, Salah Satunya Tuli Sementara
Karena tidak bisa tinggal di tempat yang keras seperti ini, Heo memutuskan untuk membelot.
"Saya tidak bisa hidup di lingkungan seperti ini. Dan ketika saya berbagi cerita saya ini, saya harap wanita lain juga berbagi.”
Kota Pyongyang sendiri memiliki undang-undang yang mengkriminalisasi pemerkosaan, perdagangan dan hubungan seksual.
Sayangnya, laporan tersebut mencatat bahwa pemerintah Korea Utara hampir tidak mengakui adanya perkosaan di negara tersebut.
Juli lalu misalnya, pemerintah Korea Utara mengatakan kepada Konvensi PBB tentang Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) bahwa hanya sembilan orang di seluruh Korea Utara yang dihukum karena perkosaan.
Yaitu pada tahun 2008, tujuh pada tahun 2011, dan lima pada tahun 2015.
Padahal dalam laporan PBB tahun 2014 tentang hak asasi manusia menemukan bahwa ada banyak bentuk pelanggaran hak asasi manusia di negara tersebut.
Termasuk pembunuhan, perbudakan, dan penyiksaan.
Baca Juga : Jika Terjadi Kecelakaan Pesawat, Pilot: Begini Tips Menyelamatkan Diri