Find Us On Social Media :

Peperangan Melawan Teror yang Diusung Amerika Serikat Sejatinya Perang Melawan "Kawan" Sendiri

By Moh Habib Asyhad, Jumat, 9 Juni 2017 | 20:15 WIB

Perang melawan teror yang diprakarsai militera Amerika

Intisari-Online.com - Ketika militer AS dan  CIA memusatkan segala daya upayanya untuk memburu jaringan teroris Al-Qaeda di Afghanistan, mereka menyadari akan menemui sejumlah kesulitan.

Pasalnya sebelum melancarkan operasi bertajuk War Against Terror, para Agen CIA sebenarnya sudah kenyang bertugas di negara yang selalu dilanda konflik itu, khususnya penduduk lokal yang seolah selalu “merindukan” adanya peperangan.

(Baca juga: Pemutusan Hubungan Diplomatik Negara-negara Arab terhadap Qatar adalah Buntut Panjang dari Perang Teluk)

Dengan adanya perang, suku-suku tertentu kerap diuntungkan dalam soal jual beli senjata ilegal dan aksi-aksi kepahlawan yang menjadi kebanggaan warga.

Pada 1973 ketika pejuang di Afganistan sibuk bertempur melawan pasukan Soviet, agen CIA mulai dikirim untuk membantu para Mujahidin dan  kelompok pejuang lainnya yang bertempur melawan pasukan Soviet bermotivasi jihad.

Salah satunya kelompok pejuang  yang dipimpin Osama Bin Laden bahkan  mendapat pelatihan khusus dari CIA.

Berkat bantuan CIA yang secara rutin memberikan pelatihan militer, persenjataan dan logistik, secara perlahan pejuang Mujahidin mampu melawan pasukan reguler Soviet yang bersenjata canggih.

Kemanjuan tempur ini membuat pemerintah AS senang atas kinerja CIA.

Pada 1979, Presiden AS Ronald Reagan berani mengucurkan dana ke pejuang Afganistan, khususnya kaum Mujahidin, lewat CIA sebesar 600 juta dolar setiap tahunnya.

Puncak bantuan CIA terhadap Mujahidin berlangsung mulai tahun 1980 ketika CIA mengirimkan ratusan rudal Stinger senilai 20 miliar dolar AS.

Bantuan CIA baik berupa pelatihan, persenjataan, maupun rudal Stinger ternyata berpengaruh besar dan berakibat pada penarikan mundur pasukan Soviet dari Afghanistan pada tahun 1987.

Pasca penarikan mundur pasukan Soviet, di Afghanistan dibentuk pemerintahan baru pimpinan Mohammad Najibullah yang saat itu didukung militer AS dan CIA.