Find Us On Social Media :

Begini Jawaban Rusdi Kirana Terkait Lion Air yang Dianggap Selalu 'Delayed'

By K. Tatik Wardayati, Senin, 29 Oktober 2018 | 17:30 WIB

Intisari-Online.com – Baru saja terjadi kecelakaan pesawat Lion Air JT 160 yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

Berikut ini hasil wawancara Reni Rohmawati dengan Rusdi Kirana, pendiri Lion Grup, yang dimuat di Majalah ANGKASA edisi September 2016, dalam tulisan Rusdi Kirana; Kita Harus Menghargai.

Pendiri Lion Grup Rusdi Kirana menanggapi berbagai kejadian yang menjadi berita hangat dalam beberapa bulan terakhir ini.

Lion Air tak pernah sepi dari pembicaraan publik. Setiap tahun ada saja peristiwa yang menjadikan maskapai penerbangan no frill ini harus “mengelus dada”.

Tahun 2016, Lion Air diterpa peristiwa “pemogokan” beberapa pilotnya, sehingga menyebabkan delayed puluhan bahkan seratusan penerbangannya. Dampaknya, manajemen Lion Group memecat 19 pilotnya, yang dinilai tidak disiplin.

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh Menambah Daftar 9 Kecelakaan Pesawat di Indonesia Selama Dua Tahun Terakhir, Ini Datanya

Menanggapi hal tersebut, Rusdi Kirana, pendiri Lion Group, menjawab pertanyaan para wartawan, usai meluncurkan Lion Parcel di Jakarta pada 9 Agustus lalu.

Kenapa Lion Air selalu delayed?

Satu hari kita terbang seribu kali. Kalau delayed persentasenya tidak besar, tapi kalau satuannya besar.

Dari kemarin ada delayed lima flight dari seribu penerbangan yang mengangkut 30.000 penumpang.

Kita dalam satu tahun itu bisa mengangkut 40 juta penumpang. Dibilang suka delayed, secara satuan kita memang banyak.

Baca Juga : Jenazah dan Potongan Tubuh Penumpang Pesawat Lion Air JT610 Sudah Mulai Ditemukan

Apa yang diupayakan Lion Group?

Kalau bicara apa yang terjadi lebih dalam, high season kemarin (libur Lebaran) kita terbaik  nasional. Ada aturan dari Kementerian Perhubungan, yang sekarang kita ajukan untuk direvisi, yakni kalau delayed apa pun alasannya, harus apply (slot penerbangan) ulang dan ini memakan waktu.

Apa kompensasi bagi penumpang?

Kalau bicara delayed management, kita kasih hotel, makan. Kompensasi itu sesuai. Sekali lagi, namanya delayed, apa pun yang kita berikan, sudah menyenangkan. Kita sudah memenuhi. Namun kembali bicara delayed, orang tidak suka.

Baca Juga : Sebelum Dibeli Lion, Boeing 737 Max yang Kini Menjadi Lion Air JT-610 Ternyata Pernah Gagal Mesin

Apalagi kita sekarang penerbangannya seribu kali dalam sehari. Kalau ada satu yang delayed, ya bisa kena karena lebih banyak penerbangan ke/di daerah. Kami tidak mengatakan kami baik. Kamit idak mengatakan sempurna. Segala sesuatu sudah diatur dengan baik. Pasti ada perbaikan yang kita sudah lakukan.

Apa karena penerbangannya murah?

Penerbangan murah dengan safety  tidak ada hubungannya. Semua sama. Yang membuat bisa murah itu dari kompensasi, pembelian pesawat, spare part  kita untuk bengkel sendiri. Intinya, kami berusaha yang terbaik.

Bagaimana dengan kasus pilot?

Pilot itu kita punya ribuan. Saya tidak mengatakan kami yang benar atau mereka yagn benar. Biarlah pengadilan yang menentukan. Yang pasti adalah kalau kita ada sesuatu hal yang salah paham, harus diselesaikan bukan dengan cara sabotase.

Baca Juga : Bos Lion Air Rusdi Kirana: Maskapai Saya Paling Buruk di Dunia, tapi Anda Tak Punya Pilihan

Sabotase seperti apa?

Pilot melakukan penerbangan terakhir, sampai Medan, Bali, Surabaya. Pagi-pagi mereka nggak mau terbang. Itu sabotase namanya. Mau mogok boleh, undang-undangnya membolehkan, tapi ada pemberitahuan dong.

Kami mau mogok sebulan lagi, seminggu lagi. Jadi, kita bisa tutup pembukuannya. Jangan sabotase.

Mereka sampai dilaporkan ke Bareskrim Polri?

Baca Juga : Rusdi Kirana di Balik Lion Air (2): Saya Membuat Orang di Indonesia Bisa Bepergian dengan Murah

Iya dong. Sekarang bukan Lion Air, tapi masyarakat. Kami tidak memasalahkan mereka kalau ingin berhenti atau tidak suka. Kami memasalahkan, kenapa terbang last flight, terus besok pagi nggak mau terbang.

Ribuan penumpang ribut, sementara mereka (pilot-pilot itu) merokok-rokok dan tertawa-tawa. Sampai orang bandara minta izin untuk memarahi pilot-pilot itu.

Katanya para pilot itu dipekerjakan sampai 22 jam sehari?

Ada nggak orang kerja 22 jam? Kalau mereka bilang kita tidak benar, kenapa mereka bisa kerja lima-delapan tahun? Kalau nggak benar, satu hari juga berhenti. Maaf, perbudakan saja nggak sampai 16 jam.

Baca Juga : Rusdi Kirana di Balik Lion Air (1): Saya Ini Pengusaha Airlines yang Penuh Misteri

Sampai kapan pun kita nggak mau berdebat karena nggak bakal selesai. Tentang ketidakpahaman, coba diselesaikan di dalam. Jangan sabotase. Sabotase itu yang dirugikan penumpang. Penumpang terlantar. Itu kan namanya memaksakan kehendak. Nggak boleh itu.

Mengenai kontrak pilot baru sampai 15 tahun, bahkan lebih?

Itu kontrak pelatihan. Dari lulus SMA mereka kita training sampai menjadi pilot; sampai bisa terbang dengan gaji puluhan juta (rupiah). Terus kita latih sampai bar empat (captain).

Nah, kita kan ada investasi. Mereka boleh pergi dan berhenti, “pembajaknya” harus bayar dong. Harusnya kan, maaf, hargai kita dong! Kita rekrut mereka. Kita pinjamkan uang ke bank. Kita ambil risiko. Kalau mereka nggak lulus, kita tanggung jawab.

Baca Juga : Gegara Hal Menyebalkan Ini Sony Selamat dari Tragedi Jatuhnya Lion Air JT 610

Apa relevan kalau kompensasinya sampai 7 miliar rupiah?

Saya nggak tahu angkanya ya. Kalau Anda nggak suka dengan itu, ya jangan tanda tangan. Anda dikontrak 15 tahun itu adalah program pelatihan. Namun selama Anda kerja, gaji Anda naik sesuai dengan kebijakan perusahaan.

Jadi, tidak ada kontrak kerja?

Tidak ada. Itu kontrak pendidikan. Mereka boleh berhenti asal nanti uang pendidikan dikembalikan kepada kita. Saya nggak tahu angkanya karena nggak mengikuti secara detail. Maksud saya, kita harus menghargai.

Baca Juga : Inilah 'Permintaan Terakhir' Pilot Pesawat Lion Air JT 160, Sebelum Dinyatakan Hilang dan Lost Contact

Kita lulus SMA, maaf, Anda cari pekerjaan sudah dilatih dengan biaya begitu besar. Setelah Anda jadi pilot, mengeluh. Nggak boleh dong!

Itu sanksi kalau pilot melanggar?

Begini lho. Yang namanya airlines atau transportasi itu tidak ada hukumannya. Ada hukumannya kalau mabuk atau melakukan tindak kriminal. Jadi, permasalahannya itu diperbaiki supaya lebih baik nantinya. Itu yang kita harus cari.

Kalau semua hukuman-hukuman, sopir salah ditutup usahanya. Pilot yang sabotase, kita yang kena. Siapa yang mau investasi di negara ini?

Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Begini Cara Pilih Tempat Duduk Paling Aman di Pesawat

Bagaimana dengan aturan ketenagakerjaan?

Ya, kalau undang-undanganya begitu, kita harus siap. Kita bilang sama calon pilot, kamu yang bayar. Kami nggak mau bayar uang latihan. Iya dong? Kenapa 15 tahun? Mereka kan bukan digaji 10 “perak”, besok 10 “perak”.

Kita naikkan sesuai dengan kondisi. Kita hanya ingin menjaga investasi kita. Jika ada perusahaan lain yang mau ambil, boleh. Kita tak bisa cegah, tapi harus bayar. Itu tujuannya.

 Baca Juga : Lion Air JT 610 Jatuh, Pesawat Baru Berusia 3 Bulan, Layak Terbang dan Pengalaman Pilot Sudah Ribuan Jam Terbang